Prof Afif Hasbullah: Hedonisme Jebakan Korupsi
Apresiasi atas imbauan gaya hidup sederhana untuk hakim L, Prof. Afif Hasbullah menilai sebagai langkah preventif hindari korupsi. Menurut Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2022 hingga April 2023, para hakim telah menampilkan dirinya bergaya hidup hedonis, sehingga memberikan citra tak sedap di masyarakat.
Berikutnya pandangan Pengasuh Pondok Pesantren Malholi’ul Anwar, Lamongan ini selengkapnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan, Prof. M. Afif Hasbullah, menyampaikan apresiasinya terhadap Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (Badilum MA) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana bagi Aparatur Peradilan Umum.
Menurut Prof. Afif yang juga Plt. Ketua PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim ini, keluarnya surat edaran tersebut merupakan langkah strategis dan preventif yang sangat relevan dalam konteks saat ini. Ia menilai bahwa gaya hidup sederhana harus menjadi bagian dari integritas seorang hakim, yang secara langsung menjadi simbol dan teladan perilaku bagi masyarakat.
Hakim pun Simbol Moral
“Hakim bukan hanya penegak hukum, tetapi juga simbol moral dan etika publik. Ketika gaya hidup mereka berlebihan, tidak hanya menimbulkan persepsi negatif, tetapi juga membuka celah terhadap perilaku menyimpang seperti korupsi,” ujar Prof. Afif saat ditemui di sela Turba PW ISNU Jatim di Banyuwangi, Sabtu (25 Mei 2025).
Pernyataan ini merespons pernyataan Ketua Mahkamah Agung yang sebelumnya menyindir keras gaya hidup mewah sebagian hakim. Dalam sebuah forum internal, Ketua MA menyinggung hakim yang bergaji Rp23 juta namun mengenakan arloji seharga Rp1 miliar.
Sindiran itu muncul setelah muncul pemberitaan mengenai beberapa hakim yang tersandung kasus dugaan korupsi, di mana nilai harta kekayaan mereka tidak sepadan dengan penghasilan resmi yang dilaporkan ke LHKPN.
Menurut Prof. Afif, gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial bisa menjadi indikasi awal penyimpangan. Dalam banyak kasus, tekanan untuk mempertahankan gaya hidup tinggi menjadi pemicu utama munculnya perilaku koruptif.
“Gaya hidup yang tak sepadan dengan pendapatan resmi adalah pintu masuk bagi penyalahgunaan wewenang. Karena itu, penting bagi hakim untuk menjadikan kesederhanaan sebagai prinsip hidup, bukan sekadar formalitas administratif,” tegas Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk periode 2022 - 2023.
Ia juga menambahkan bahwa surat edaran tersebut sebaiknya tidak hanya berhenti sebagai himbauan administratif, tetapi diiringi dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang konkret, termasuk melalui audit kepatuhan terhadap LHKPN dan gaya hidup para hakim secara berkala.
Prof. Afif berharap, kebijakan ini menjadi momentum untuk memperkuat kembali integritas lembaga peradilan di mata publik. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum dapat terjaga dan ditingkatkan.
Prof. Afif juga menyoroti pentingnya peran lembaga pengawas eksternal, terutama Komisi Yudisial (KY), untuk memperkuat pengawasan terhadap perilaku para hakim, khususnya dalam mencegah gaya hidup hedonis.
“Saya mendorong agar Komisi Yudisial meningkatkan intensitas pengawasannya terhadap perilaku hakim, tidak hanya dalam konteks profesionalisme, tapi juga gaya hidup. Karena perilaku hedon, ketika dibiarkan, bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang dan korupsi,” tambahnya.
Ia mengapresiasi peran KY selama ini yang senantiasa mengingatkan bahwa hakim seharusnya menjadi teladan kesederhanaan, bukan simbol kemewahan. Karena hedonisme adalah ancaman terhadap integritas hakim dan kredibilitas lembaga peradilan.
“Momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan menyeluruh, bukan sekadar menanggapi kasus per kasus. Integritas hakim adalah fondasi dari keadilan itu sendiri,” pungkasnya.
Advertisement