PG Lestari dan Menjaga Konsistensi Produksi Gula

Ekonomi dan Bisnis

Kamis, 19 Januari 2023 15:05 WIB

Pemerintah Kolonial Belanda punya peran penting menancapkan bisnis di industri gula di Tanah Air pada abad ke 18 dan 19 silam. Salah satunya adalah berdirinya Pabrik Gula (PG) Lestari, Kabupaten Nganjuk.

Dalam dokumen di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X menyebutkan, adalah CV Cultuur Maatchappy (CVCM) Panji/Tanjungsari, berkedudukan di Amsterdam, Belanda, yang telah mendirikan PG Lestari pada tahun 1909 silam.

Para pendiri CV Cultuur Maatchappy (CVCM) Panji/Tanjungsari, berkedudukan di Amsterdam, Belanda, yang telah mendirikan PG Lestari pada tahun 1909 silam. (Foto: Dokumentasi PG Lestari)
Para pendiri CV Cultuur Maatchappy (CVCM) Panji/Tanjungsari, berkedudukan di Amsterdam, Belanda, yang telah mendirikan PG Lestari pada tahun 1909 silam. (Foto: Dokumentasi PG Lestari)

Selanjutnya pengurusan dan tata usahanya diserahkan kepada Tiedeman on Van Kerchem Indonesia yang berkedudukan di Surabaya. Namun dalam dokumen tersebut tidak dijelaskan apa dan siapa itu Tiedeman on Van Kerchem.

Pada dokumen lain disebutkan, pasca Indonesia Merdeka Agustus 1945, PG Lestari berada di bawah Kementerian Kemakmuran, Badan Penyelenggara Pabrik Gula Negara (BPPGN). Namun kondisi berubah setelah terjadinya agresi militer Belanda pada tahun 1950 kepemilikan PG beralih kepada pemilik lama yakni Tiedeman On Van Kerchem.

Tetapi pada tahun 1957 PG diambil alih oleh pemerintah RI, dalam hal ini PPN Baru dan digolongkan dalam kesatuan Pra unit Gula A. Setelah PP Nomor 166/1961 tanggal 26 April 1961 mulai berlaku, maka Pabrik Gula Lestari masuk dalam kesatuan II (Karisidenan Kediri) yang berbadan hukum sendiri. Namun tidak lama kemudian keluar PP Nomor 1 dan 2 tahun 1963 tentang pembentukan B.P.U maka Pabrik Gula Lestari dijadikan perusahaan negara, yang berbadan hukum sendiri.

Mesin penggiling tebu peninggalan Belanda tahun 1920. (Foto: Sujatmiko/Ngopibareng.id)
Mesin penggiling tebu peninggalan Belanda tahun 1920. (Foto: Sujatmiko/Ngopibareng.id)
Merk mesin penggiling tebu buatan tahun 1928. (Foto: Sujatmiko/Ngopibareng.id)
Merk mesin penggiling tebu buatan tahun 1928. (Foto: Sujatmiko/Ngopibareng.id)

Selanjutnya, terbit lagi PP 14 tahun 1968 yang mengalihkan kendali PG kepada PNP XXI. Hingga pada tahun 1973 kendali beralih kepada PN Perkebunan XXI dan PN Perkebunan XXII menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan diperkuat adanya PP Nomor 23/1973. Dan kondisi terakhir pada tahun 1966 PG resmi berada di bawah kendali PT. Perkebunan Nusantara X sampai dengan saat ini.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tanggal 14 Februari Tahun 1996 tentang pengalihan bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari PT Perkebunan (eks PTP 19, eks PTP 21-22 dan eks PTP 27) yang kemudian dilebur menjadi PTPN X (Persero). Ini tertuang dalam akte notaris Harun Kamil, SH Nomor 43 tanggal 11 Maret 1996 yang mengalami perubahan kembali sesuai akte notaris Sri Eliana Tjahjoharto SH Nomor 1 tanggal 2 Desember 2011.

Salah satu sudut proses penggilingan tebu PG Lestari. (Foto: Sujatmiko)
Salah satu sudut proses penggilingan tebu PG Lestari. (Foto: Sujatmiko)

Kemudian Menteri BUMN Dahlan Iskan, ketika itu meresmikan holding BUMN perkebunan yang beranggotakan PTPN I,II, IV,V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan XIV dengan PTPN III sebagai induk Holding BUMN Perkebunan pada 2 Oktober 2014.

Seperti perusahaan gula lain di bawah PTPN X, PG Lestari Nganjuk, pengelolaannya di bawah PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) bersama 36 gula milik pemerintah.

Lalu dilakukan penggabungan perusahaan gula di bawah naungan PTPN I hingga PTPN XIV. Selanjutnya pengelolaan dilakukan oleh PT Sinergi Gula Nusantara (PT-SGN) yang meleburkan 36 perusahaan gula milik pemerintah, terhitung pada 10 Oktober 2022.

Menurut GM PG Lestasi Abdul Aziz Purmali, untuk 36 penggabungan perusahaan gula di bawah PT SGN pelaksanaannya bersamaan.

“Jadi perusahaan kita berada di bawah PT SGN,” tegasnya di kantornya Rabu 21 Desember 2022.

Sedangkan lokasi pabrik gula menyebar di pelbagai tempat. Mulai dari Sumatera, beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Musim Giling dan 600 Truk yang Berderet

Perusahaan Gula (PG) Lestari Nganjuk, dikenal punya kapasitas produksi besar dibanding PG lain di bawah PT SGN. Jika musim giling tiba, berbondong-bondong para petani tebu, pekerja kontrak, dan tentu saja karyawan perusahaan bekerja keras.

Siang dan malam, bunyi mesin giling dan asap cerobong pabrik mewarnai langit Desa Ngrombot, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk. Teriakan para pekerja pabrik, mandor tebu, para petani yang datang menyetor tebu membuat gaduh selama 3 bulan lebih, masa musim gilang.”Ramai memang kalau musim giling datang,” ujar Ani, salah satu sopir di PG Lestari menggambarkan saat musim giling datang.

Sekitar 600 orang, di antaranya karyawan tetap, karyawan lepas dan tenaga kontrak PG Lestari yang harus standby saat hari giling datang. Mereka terlibat mulai dari mesin giling, pencatat keluar masuk tebu, juga mengatur lahan parkir untuk ratusan truk dan kendaraan kecil yang keluar masuk di PG L:estari.

Di PG Lestari, kapasitas mesin giling tebu bisa mencapai 3600 ton per hari atau lebih besar dari kapasitas mesin milik PT Djombang Baru yang berkapasitas 2500 ton perharinya.”Ya kapasitas giling tebu kita memang lebih besar dibanding PG Djombang Baru,” ujar Humas dan Keuangan PG Lestari, Choiron.

Dengan kapasitas mesin giling sebesar itu, lanjut Choirin, artinya, tiap hari perusahaan harus bisa menghadirkan sebanyak 3600 ton tebu. Jika dihitung angka kasar, kapasias giling sebesar itu bisa setara dengan 600 truk perhari-- dimana satu truk berisi antara 6-7 ton tebu.

Truk pengangkut tebu milik para petani itu datang dari pelbagai arah penjuru, siang dan malam. Mulai dari petani di Kabupaten Jombang bagian barat, Kabupaten Nganjuk, Kediri bagian utara, hingga dari Bojonegoro dan Tuban. Kemudian, tebu juga bisa datang dari Kabupaten Blora, Rembang dan Sragen, ketiganya kabupaten di Jawa Tengah.

Khusus untuk daerah luar, yang jaraknya relatif jauh, biasanya didatangkan jika stok tebu menipis. Karena tidak mudah menyedikan sebanyak 3600 ton per hari tebu, untuk kebutuhan giling.

”Jaringan petani kita ya luas, tersebar di beberapa kabupaten sekitar Nganjuk,” tegas Asisten Pengolahan PG Lestari Wakhir Aunu Rofik pada Ngopibareng.id, di kantornya.

Merawat Petani dan Wana Tani

“Merawat petani dan memuliakan”. Itu adalah jargon tak tertulis yang harus ditanamkan para pengelola industrik pabrik gula. “Ya karena pabrik gula dan petani tebu itu tidak terpisahkan,” ujar Ketua Kelompok Tani Tebu Nganjuk, Mohammad Yasin, pada Ngopibareng.id pada Rabu 21 Desember 2022.

Mohammad Yasin, adalah satu dari sekian ribu petani tebu yang selama ini menjadi mitra binaan PG Lestari. Pria ini punya puluhan petani tebu tersebar di Desa Klinter, Desa Pelem Kecamatan Kertosono Nganjuk. Lahan yang dia kelola ada 21 hektare di mana 16 hektare dikelola sendiri dan 5 hektar lahan titipan.

”Jadi, kita mengatur musim tanam tebu, bisa tepat dipanen saat musim giling. Tentu itu butuh strategi tanam,” tegasnya.

Dikatakan oleh Yasin, untuk produksi, lahan tebu bisa menghasilkan antara 65 hingga 70 ton per hektarenya. Tetapi produksi itu bisa konsisten harus dengan perawatan yang optimal. Mulai dari awal masa tanam, perawatan, pemupukan, persemaian hingga menjelang panen.

Jadi, kalau rata-rata bisa panen 70 ton per hektare dikalikan dengan lahan tebu milik Yasin seluas 21 hektare, maka bisa menghasilkan sekitar 1470 ton tebu.

”Itu hitungan matematisnya kadang tidak sama dengan di lapangan,” tegas Yasin.

Data di PG Lestari menyebutkan, lahan tebu hasil kerja sama petani dengan perusahaan, sebanyak 4200 hektare. Dengan rincian 1500 hektare dari petani yang mendapat fasilitas kredit dan sisanya 2700 hektare petani tebu mandiri. Lahannya tersebar di pelbagai daerah di sekitar Kabupaten Nganjuk.

”Ya, itu luasan tanaman tebu di petani,” ujar Choiron.

Sedangkan dari 4200 hektare, ditambah dengan tanaman tebu kerja sama antara PG Lestari dengan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk. Luas lahan sebanyak 128 hektare lahan-lahan tebu di hutan jati kerap disebut wana tani atau agro forestry. Jadi, jika ditotal lahan tebu untuk PG Lestari ada 4326 hektare.

Menurut Kepala Perhutani KPH Nganjuk Mukhlisin, kerja sama Perhutani dengan PG Lestari dimulai tahun 2018 hingga 2023 ini. Para pekerjanya, dilakukan oleh anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bertempat tinggal di sekitar hutan.

”Jumlahnya yang banyak, ada ratusan,” ujarnya pada Ngopibareng.id, Minggu 8 Januari 2023.

Tanaman tebu di sekitar hutan jati, tergolong produktif. Itu terbukti kerja sama antara PG Lestari dengan Perhutani KPH Nganjuk, lahannya diperluas hingga kini menjadi 128 hektare. Dan yang terpenting, area tebu di tepi hutan bisa menjadi mitra positif antar-instansi pemerintah.

“Hutan jati terjaga dan warga sekitar hutan punya penghasilan,” tandasnya.

Tim Editor

Sujatmiko

Reporter

Amir Tejo

Editor

Berita Terkait

Kamis, 28 Maret 2024 11:55

Prihatin, BRI Edukasi Keamanan Oprasional dan Transaksi Perbankan

Kamis, 28 Maret 2024 07:14

Jelang Lebaran, Pemkot Surabaya Pastikan Stok Elpiji 3 Kg Aman

Rabu, 27 Maret 2024 19:22

Kemendag Ungkap Sebab Naiknya Harga Daging Ayam

Selasa, 26 Maret 2024 09:58

Ramadan, DKPP Kota Kediri Awasi Harga Kebutuhan Pokok di Pasar

Bagikan Berita :