Jejak Kelam PG Meritjan Hingga Jadi Pabrik Unggulan PTPN X

Ekonomi dan Bisnis

Kamis, 16 Februari 2023 22:51 WIB

Sejarah berdirinya pabrik gula di Jawa Timur pada dasarnya hampir sama. Berdirinya pabrik gula ini tidak lepas dari peran serta penjajahan Belanda di abad 18, termasuk juga sejarah berdirinya pabrik gula Meritjan yang berada di Jalan Merbabu Meritjan, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

PG Mritjan berdiri mulai tahun 1903, dan sampai hari ini masih beroperasi. Berdirinya pabrik ini dilatarbelakangi keinginan pemerintah penjajah pada saat itu yang ingin menjadikan Kediri penghasil tanaman pertanian yang melimpah. Karena potensi di wilayah Karesidenan Kediri merupakan wilayah daratan subur yang cocok untuk dijadikan wilayah pertanian dan perkebunan.

Pada masa cultuurstelsel wilayah Karesidenan Kediri mulai mengembangkan beberapa tanaman ekspor diantaranya tebu. Kondisi tanah yang cocok bagi tanaman tebu menjadi faktor yang menyebabkan mulai berkembangnya Pabrik Gula Meritjan di Kediri.

Lokasi pembangunan pabrik sengaja dipilih karena berdekatan dengan aliran Sungai Brantas untuk membantu proses produksi dan transportasi. Di samping itu, pemakaian mesin uap menjadi salah satu alasan kenapa Pabrik Gula Meritjan di wilayah kelurahan Merican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri berdiri bersebelahan dekat dengan aliran Sungai Brantas.

Asisten Manajer Sekum dan SDM PG Meritjan Amien Yuliardi menyebut, pembangunan PG Meritjan didahului berdirinya Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM) pada tahun 1895. Di masa itu, katanya, sudah ada pabrik gula di sekitar wilayah Kediri. Masa itu merupakan masa kejayaan alat transportasi trem.

Yakni salah satu transportasi penunjang ekonomi pemerintah Hindia Belanda untuk mengangkut hasil bumi. "Kediri dilirik karena tanahnya adalah tanah vulkan, tanpa dipupuk tanah ini sudah sangat subur, dan ini menarik untuk mereka," katanya.

Konstruksi bangunan PG Meritjan secara umum tidak banyak berubah. Memasuki area pabrik, terlihat tembok tinggi, tebal, sekaligus menjulang. Beberapa bagiannya nampak terkelupas di sana sini. Sebuah kerusakan kecil yang tidak berarti.

Terlihat juga sebuah cerobong asap lawas yang tidak pernah bergeser dari tempatnya. Pada permukaanya tergurat tulisan PG Meritjan 1939. Pada sudut lain, yakni sisi barat, sebuah lokomotif bermesin uap terparkir di halaman kantor.

Ada juga rangkaian lori yang masih berfungsi. "Di musim giling masih digunakan mengangkut tebu menuju penggilingan," kata salah satu pekerja pabrik.

PG Meritjan pernah berhenti produksi akibat krisis malaise dan menjadi pabrik senjata pada saat penjajahan Jepang. (Foto: Witanto/Ngopibareng.id)
PG Meritjan pernah berhenti produksi akibat krisis malaise dan menjadi pabrik senjata pada saat penjajahan Jepang. (Foto: Witanto/Ngopibareng.id)

PG Meritjan Berhenti Produksi dan Sempat Menjadi Pabrik Senjata

Amien menyebut, pendirian De Nederlanse Handel Maatschppij (NHM) pada tahun 1824, sebagai tonggak berdirinya pabrik gula bermesin di Hindia Belanda. NHM menggeser kewenangan VOC. Sejak saat itu daerah penghasil gula sebelumnya, yakni seputar Jakarta dan Banten, ditinggalkan.

Sebagai gantinya, bermunculan pabrik pabrik gula baru yang tersebar di sejumlah daerah, tingkat kabupaten. “Karena begitu pentingnya komoditi gula sebagai pengisi kas pemerintah kolonial, maka dalam tahun 1830 diberlakukan peraturan Cultuurstelsel atau tanam paksa bagi budidaya gula," kata Amien.

Di masa itu pemerintah kolonial menjalin kontrak dengan para pengusaha pabrik gula. Mereka diminta mengolah tebu menjadi gula pasir. Pengusaha pabrik gula umumnya pengusaha swasta. Termasuk PG Meritjan Kediri. Hanya di beberapa daerah, operasional pabrik gula milik pemerintah dipimpin pegawai pemerintah (ambtenaren).

Namun, rata-rata mereka (ambtenaren) gagal menjalankan bisnis gula. Dalam kerjasama dengan pemerintah kolonial tersebut, pengusaha pabrik gula mendapat bantuan kredit permodalan.

“Kalau produksi gula pada akhir zaman tanam paksa (1878) baru mencapai rata rata 6 ton per hektar, maka di tahun berikutnya meningkat terus dengan mencapai puncaknya di tahun 1940 dengan produksi rata rata 17,6 ton gula per hektar," katanya.

Amien menambahkan, kejayaan industri gula tidak berlangsung lama. Saat krisis ekonomi (malaise) melanda dunia, bisnis gula di Hindia Belanda ikut terimbas, termasuk PG Meritjan Kediri. “Pabrik (PG Meritjan Kediri) berhenti total sampai tahun 1933.

Malaise dimulai tahun 1931 dan berlangsung selama lima tahun. Banyak gula di Jawa yang menumpuk di gudang karena kesulitan ekspor. Dari sebanyak 179 PG yang beroperasi di tahun 1930, hanya tersisa 35 pabrik pada tahun 1936. Namun seusai resesi, yakni tahun 1940, jumlah PG yang berproduksi bertambah menjadi 92 pabrik.

Menurut Amien, selepas resesi, masa kejayaan PG Meritjan hampir kembali. Namun tidak berselang lama penjajah Jepang datang dan menghentikan seluruh produksi. "Jepang menguasai dan saat itu pabrik nyaris nol produksi," katanya.

Dalam keadaan tidak berproduksi, Jepang mengalihfungsikan PG Meritjan sebagai pabrik pembuatan senjata perang. Situasi ini berlangsung hingga Jepang kalah di Perang Dunia II dan menyerah kepada tentara sekutu. Seiring proklamasi kemerdekaan, kepemilikan PG Meritjan diambil alih oleh PTPN. "Di tangan PTPN kembali difungsikan sebagai pabrik gula," tambah Amien.

Di awal masa kemerdekaan itu, situasi politik masih tidak menentu. Pendudukan dan penjarahan oleh laskar rakyat terhadap aset aset penting yang ditinggalkan Jepang terjadi di mana mana. Rakyat tidak ingin Belanda yang datang dengan membonceng tentara Inggris (NICA) kembali menguasai aset yang ditinggalkan Jepang.

Peristiwa itu berlangsung pada tahun 1948 atau tiga tahun paska proklamasi kemerdekaan. Rakyat yang marah membakar sejumlah pabrik gula di wilayah Kediri, yakni PG Purwoasri, PG Pelemahan, PG Bendo dan PG Minggiran. Sedangkan PG Meritjan menjadi salah satu aset yang selamat dari penjarahan.

“Saat itu karena tidak ada kontrol ini milik siapa. Belanda bukan, Indonesia bukan, Jepang juga bukan. Terjadi pada tahun 1948 dan di masa transisi kekuasaan itu PG Meritjan termasuk yang selamat,” katanya.

Pabrik Gula Meritjan sejak menjadi bagian dari PTPN X mengalami kenaikan produksi gula dan tebu. (Foto: Witanto/Ngopibareng.id)
Pabrik Gula Meritjan sejak menjadi bagian dari PTPN X mengalami kenaikan produksi gula dan tebu. (Foto: Witanto/Ngopibareng.id)

Perkembangan Pabrik Gula Meritjan dari Tahun 1975-2017

Pabrik Gula Meritjan didirikan oleh Nederland Indische Landbouw Maatshaapl (NILM) pada tahun 1903. Pada tahun 1942-1945 Pabrik Gula

Meritjan diduduki Jepang dan dibuat pabrik senjata.

Pabrik Gula Meritjan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pabrik senjata dan perkebunan tebu yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaraan Perusahaan Negara (BPPGN) dan tebunya digiling di Pabrik Gula Pesantren.

Tahun 1948 Pabrik Gula Meritjan diambil alih oleh Belanda sampai dengan tahun 1957. Tahun 1953 Pabrik Gula Meritjan ditutup karena meletusnya Perang Dunia II.

Tahun 1957 Sesuai SK Penguasa Militer/Menteri Pertanian No.1063 /PTN /1957 9 Desember 1957, semua perusahaan diambil alih oleh pemerintah RI dibawah satu badan yaitu Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) baru yang berkedudukan di tiap-tiap Daerah Swatantra tingkat I.

Pada tahun 1958 diadakan pembagian Prae Unit dimana Pabrik Gula Meritjan masuk Prae Unit Gula A berdasarkan PP No.166 / 1961 26 April 1961, bentuk Prae Unit dihapuskan dan diubah menjadi bentuk kesatuan dimana Pabrik Gula Meritjan masuk dalam kesatuan Jawa Timur II dan berlangsung hingga tahun 1963.

Berdasarkan PP No. 1 tahun 1963, Pabrik Gula Meritjan dikuasai oleh BPU-PPN yang berkedudukan di Surabaya, hal ini berlangsung hingga tahun 1963. Disini Pabrik Gula Meritjan sebagai Pemegang Badan Hukum (BPU) dan berdasarkan PP No.13 / 1968 BPU dihapuskan.

Berdasarkan PP No.14 / 1968 BPU-PPN diganti dengan Perusahaan Perkebunan (PNP). Dimana Pabrik Gula Meritjan masuk PNP XXI yang berkedudukan di Surabaya dan badan hukum beralih pada direksi PNP XXI.

Berdasarkan PP No.23 / 1973, mulai tanggal 1 Januari 1974 PNP XXI digabung dengan PNP XXII dengan bentuk Perseroan yaitu PT. Perkebunan XXI-XXII yang berkedudukan di Surabaya, dimana Pabrik Gula Meritjan sebagai salah satu Unit Produksi.

Sesuai akta yang dibuat dihadapkan Notaris Sdr. Imas Fatimah, SH di Jakarta No.109 - 13 Agustus 1984 dan dirubah pula No.41 – 8 Maret 1985 disebut PT. Perkebunan XXI-XXII Jl. Jembatan Merah No.3-9 Surabaya.

Sesuai Peraturan Pemerintah No.15/1966 14 Februari 1996 PT. Perkebunan XXIXXII dibubarkan dan dilebur menjadi PT.Perkebunan Nusantara X dengan kantor pusat / Direksi di Surabaya- Jl. Jembatan Merah No.3-9. Tahun 1998 Pencabutan Inpres Nomor 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat dan mulai diterapkannya sistem bagi hasil.

Tahun 1999 penerapan sistem semimekanis untuk pembudidayaan tebu. Tahun 2016 terjadi penurunan jumlah produksi hingga pengurangan jumlah tenaga kerja bagian giling tebu hingga memasuki tahun 2017 Pabrik Gula Meritjan mengalami penurunan produksi dan berada pada masa-sulit.

Tim Editor

Witanto

Reporter & Editor

Berita Terkait

Jumat, 29 Maret 2024 21:27

Percepatan Sertifikasi Jadi Tonggak Masa Depan Industri Halal

Jumat, 29 Maret 2024 15:30

DPR RI Monitoring Pembangunan Jembatan Gantung di Banyuwangi

Kamis, 28 Maret 2024 11:55

Prihatin, BRI Edukasi Keamanan Oprasional dan Transaksi Perbankan

Kamis, 28 Maret 2024 07:14

Jelang Lebaran, Pemkot Surabaya Pastikan Stok Elpiji 3 Kg Aman

Bagikan Berita :