Siapa Penggantinya? Di Balik Aksi Ganti Presiden
Dalam kehidupan bernegara yang menjunjung tinggi demokrasi, sudah lazim sebuah kelompok melontarkan kritik terhadap pemerintahan.
Namun belakangan, kritik tersebut mengarah pada ketidaksukaan kepada presiden. Sehingga, demokrasi menjelma menjadi apatisme terhadap pemerintah. Bahkan, cenderung tidak mengakui kepemimpinan seorang Presiden.
Terkait hal itu, alkisah ada seorang kakek yang sedang asyik ngobrol dengan cucunya yang baru menginjak semester dua di perguruan tinggi. Lewat berita dan informasi yang tersebar di media sosial, si cucu dengan pede mengungkapkan kebenciannya terhadap Presiden.
“Pokoknya Presiden harus ganti, kek!” ucap si cucu setengah teriak.
“Jadi kamu tidak mengakui Presiden yang sekarang ini sedang menjabat?” tanya si kakek dengan polosnya sambil nyruput teh tubruk kental di hadapannya.
“Iya kek, tidak,” jawab si cucu sembari panjang lebar dan berbusa-busa melontarkan alasan-alasannya berdasarkan informasi di media sosial dan grup WA yang dia ikuti.
“Lalu, apa yang kamu inginkan?” tanya si kakek lagi yang kali ini asik dengan lintingan tembakau dan daun jagung kering (kolobot).
“Pokoknya Presiden harus ganti, kek!” ucap si cucu setengah teriak.
“Lho, bukannya kamu tidak punya Presiden? Ini seperti kamu nggak punya baju, tapi pingin ganti baju,” seloroh sang kakek merujuk pada pernyataan cucunya yang tidak mengakui Presiden. (adi)
Advertisement