Humor Politik! Mengapa Jepang Pintar, Tak Melalaikan Orangtua
Dalam silang sengkarut persoalan pagar laut, menciptakan ketegangan di masyarakat. Namun, dari ketegangan itu kita perlu belajar kepada Jepang.
Nah, di sinilah letak untuk meleraikan ketegangan itu. Nikmati saja humor-humor berikut ini.
Mengapa Jepang Pintar
Seorang pengusaha wirausahawan mengunjungi Jepang dan dia terkesan dengan sistem mereka. Dia pun bertanya kepada tuan rumah Jepangnya. "Bagaimana kalian semua begitu pintar dan bisa membangun negara seperti ini?"
Orang Jepang itu menjawab: "Sebenarnya kalian lebih pintar."
Pengusaha terkejut: "Bagaimana bisa?"
Orang Jepang menjawab: "Di antara setiap 10 orang Jepang, ada 1 yang pintar dan 9 di bawah rata-rata, sementara di perusahaan ada 9 yang pintar dan hanya 1 yang di bawah rata-rata."
Orang Jepang itu melanjutkan: "Kami menempatkan orang pintar di posisi kepemimpinan dan 9 lainnya hanya mengikuti instruksinya. Sementara di perusahaan kalian menempatkan yang di bawah rata-rata sebagai pemimpin dan memaksa 9 orang pintar untuk mengikuti instruksinya. Itulah mengapa kalian berpikir kami semua pintar."
Jangan Pernah Melalaikan Orangtua
Suara HP berdering beberapa kali. Aku bangun... lalu angkat dan jawab telepon masuk.
"Kaaak...!!" suara adik terdengar, "Pesan Ibu.. Kakak disuruh pulang sekarang... Penting. Ini soal bapak..."
Jantungku langsung berdegup kaget. Seketika itu juga aku langsung termenung... Ingat orang tua, terlintas wajah ayah yang sudah menua ... Ketika ayah menggendong aku ke sawah... Mengantar ke Surau untuk belajar mengaji.
Tidak terasa air mataku menetes... Ayah, maafkan aku, aku lalai... Belum bisa berbakti sepenuhnya kepada ayah. Apalagi membahagiakanmu.
"Ya Allah ampuni aku. Titip ayahku... Jaga kesehatannya dan panjangkan umurnya..."
Saat itu juga, dengan buru-buru, aku mengunci pintu rumah. Lalu langsung hidupkan motor dan berangkat. Sepanjang jalan, aku amat hati-hati dan tetap fokus ke ayah... Takut ada apa-apa...
Hatiku makin kecut dan ciut. Sampai di kampung, terlihat begitu banyak bendera kuning. Banyak orang berkerumun, meja dan kursi tertata rapi. Hati semakin gak karuan... Air mata sudah jatuh duluan, bercucuran... Bendera kuning sudah menandakan kejadian sesungguhnya...
Sampai di depan rumah, bendera kuning makin banyak. Motor aku sandarkan asal-asalan. Kakipun terasa makin berat untuk melangkah. Aku langsung merangsek masuk ke dalam rumah, tidak lagi memperhatikan tetangga yang berdatangan, karena hati sudah gak karuan...
Pas masuk... Ibu langsung merangkulku.
"Ujang... Bapakmu nak..."
Aku tak menjawab karena menahan tangis...
"Bapak kamu, Nak... Sekarang diangkat menjadi ketua Golkar..."
Advertisement