Sampah Bangsa di Depan Rumah Negara
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2024-2029 bergerak mengejutkan. Beberapa hari setelah dilantik, KPK langsung menetapkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap yang telah lama mengendap. Yakni kasus suap terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Kasus terkait buron Harun Masiku itu sudah mandek di KPK sejak 2020.
Penetapan Hasto dan kader PDIP lain, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka, diumumkan pada Rabu, 25 Desember 2024. KPK telah mengetahui keterlibatan Hasto sejak empat tahun lalu saat penyidik lembaga antirasuah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu cs. Namun Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka saat ini karena adanya alat bukti yang cukup. Dilanjutkan pemeriksaan, penyitaan terhadap barang bukti elektronik.
Empat tahun lalu, tepatnya pada 8 Januari 2020, penyidik KPK menggelar OTT dan menangkap delapan orang. Dari delapan orang itu, tiga di antaranya Wahyu Setiawan; kader PDIP, Saeful Bahri; dan eks anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustina Tio Fridelina, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Harun Masiku. OTT itu berhubungan dengan suap untuk memuluskan Harun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.
Tersendatnya kasus korupsi ini, membuat munculnya prasangka adanya faktor politik di balik itu. Untuk menghapus hal tersebut, solusinya adalah KPK segera mengajukan perkara ini ke pengadilan untuk disidangkan agar segera ada kepastian hukum.
Penetapan Hasto sebagai tersangka, seharusnya sejak lama bisa dilakukan. Kini, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah problem di KPK pada periode Firli Bahuri, 2019-2024.
Adanya aspek politik, meskipun Hasto yang kelahiran Yogyakarta 58 tahun lalu iu, telah disebut sejak awal. KPK memang begitu banyak masalah dan tersandera persoalan politik.
Kini, KPK diharapkan menangani perkara ini secara cepat dan transparan. KPK harus membuka semua nama yang terlibat dalam perkara tersebut. Pengusutan perkara ini harus dilakukan secepat mungkin. Jangan dibiarkan berlarut-larut karena akan memunculkan berbagai opini.
Berikut catatan singkat As'ad Said ali, atas kasus korupsi yang telah menjadi simptom dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. (Redaksi)
Sampah Bangsa di Depan Rumah Negara
Korutor ibarat sampah bangsa dan negara. Untuk membersihka sampah di halaman rumah dengan cara membakarnya dengan api, rutin setiap seminggu sekali atau dua kali. Tergantung pada besarnya gundukan sampah.
Sedangkan koruptor uang negara (atau uang rakyat), apinya adalah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang sejak Presiden Joko Widodo ditempatkan di bawah pengawasan presiden. Sebelumnya, KPK berada di bawah Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari unsur internal sendiri, sehingga kontrol terhadap internal KPK efektif, antara lain, Novel Baswedan.
Bila ingin memberantas korupsi efektif, sebaikya kewenangan KPK dikembalikan secara independen kepada Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari elemen KPK sendiri yang sudah teruji kredibelitasnya dan jauh dari kepentingan politik.
Agar korupsi itu terus terkikis maka api harus terus dihidupkan sehingga sampah itu terbakar habis dan halaman rumah negara menjadi bersih dan taman bangsa akan tumbuh berkembang.
PAGI YANG BERKAH
Mobil melaju di pagi yang indah
Berarak di jalan menerpa udara basah
Lalu lalang mobil menjadikan pagi meriah
Suasana laksana lamunan pagi yang berkah
Dr. KH. As'ad Said Ali
Pengamat sosial-politik, Mustayar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.
Advertisement