PG Gempolkrep, Manjakan Petani dengan Sentuhan Teknologi

Ekonomi dan Bisnis

Rabu, 01 Maret 2023 08:00 WIB

Suatu saat, musim panen tebu sudah tiba. Sudah saat para petani untuk memanen tebu dan dikirim ke pabrik gula. Namun, mengirimkan tebu ke pabrik gula ternyata tak bisa dilakukan secara ujug-ujug datang dan jual. Petani tebu harus punya Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA) (https://bit.ly/3IJeQGK) sebelum bisa mengirimkan tebunya ke pabrik gula yang dimaui.

Sayangnya, untuk mendapatkan SPTA ternyata tak semudah membalikkan tangan. Saat musim panen tebu tiba, biasanya para petani buru-buru tebunya ingin dipanen. Tujuannya satu agar segera mendapatkan uang. Satu sisi, SPTA (Surat Perintah Tebang Angkut), merupakan sistem yang digunakan untuk mengatur jadwal tebang petani agar petani tidak mengambil keputusan sendiri dalam melakukan panen tebu. Tujuan dari sistem ini adalah menertibkan petani saat panen, sehingga panen tidak dilakukan serentak oleh petani karena pabrik gula juga tidak dapat mengolah hasil panen petani apabila melebihi kapasitas giling pabrik.

Kekacauan pengaturan Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA) tebu dulu terjadi setiap musim giling tiba. Surat Perintah Tebang Angkut ini sering diperjualbelikan atau dikuasai oleh satu orang atau sekelompok petani tebu. Hal tersebut menyebabkan siapa saja yang memiliki kesempatan untuk tebang terlebih dahulu, dengan hanya memiliki SPTA tebu, maka bisa mengirimkan tebunya ke pabrik gula untuk digiling. Petani tebu yang belum mempunyai SPTA bisa mengantre membawa truk tebu di depan pabrik gula, sambil mencari SPTA yang diperjualbelikan.

Peristiwa tersebut pada akhirnya akan menimbulkan antrean truk di sepanjang jalan pabrik gula dan dapat mengganggu ketertiban jalan masyarakat di sekitar pabrik gula. Sisi lain, semakin lama tebu mengantre untuk diolah, maka ada kemungkinan tingkat rendeman akan berkurang. Ini tentu saja merugikan petani tebu.

"Membuat SPTA dengan barcode ini salah satu pelayanan kepada petani untuk memberikan kepastian jika petani sudah punya jatah giling. Sebisa mungkin truk hanya perlu 3-4 jam untuk kemudian digiling tebunya," kata Edy Purnomo General Manager Pabrik Gula Gempolkrep.

Edy Purnomo General Manager Pabrik Gula Gempolkerep Mojokerto. (Foto: Amir Tejo/Ngopibareng.id)
Edy Purnomo General Manager Pabrik Gula Gempolkerep Mojokerto. (Foto: Amir Tejo/Ngopibareng.id)

Manajemen SPTA ini tak mudah, karena ada ribuan petani yang harus dilayani. Pabrik Gula Gempolkrep ini punya 1390 orang petani mitra yang harus dilayani. Mereka tersebar di empat kabupaten yaitu Mojokerto, Jombang Gresik dan Lamongan. Bisa dibayangkan betapa rumitnya mengatur SPTA ini. Pabrik Gula Gempolkrep punya 60an petugas lapangan yang tersebar di empat kabupaten itu. Tugas mereka memantau tebu-tebu milik petani mitra mana saja yang tingkat kematangannya sudah sesuai. Baru kemudian mereka meng-input data untuk dibuatkan SPTA-nya untuk para petani.

"SPTA ini kemudian yang harus dikawal, dihitung dan dievaluasi setiap harinya. Agar proses produksi terus berjalan jangan sampai idle," terang Edy.

Ilustrasi core sampler untuk mengetahui rendeman tebu saat disetor ke pabrik gula. (Foto: PT United Tractors Pandu Engineering)
Ilustrasi core sampler untuk mengetahui rendeman tebu saat disetor ke pabrik gula. (Foto: PT United Tractors Pandu Engineering)

Punya Core Sampler

Sentuhan teknologi yang dilakukan PG Gempolkrep tak sampai di sini. Tebu-tebu yang masuk milik petani kemudian diuji dengan core sampler. Tujuannya untuk mengetahui tingkat rendeman tebu. Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula pada batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Misalnya, rendemen tebu 10 persen berarti dari 100 kg tebu yang digiling di pabrik gula diperoleh gula sebanyak 10 kg.

Masalah rendemen tebu dulu juga menjadi masalah. Rendemen baru bisa dilihat setelah berhasil dijadikan gula. Penentuan rendemen ini dianggap oleh petani kurang transparan. Itu menjadi sumber konflik. Pasalnya, penentuan rendemen juga masih dilakukan secara kolektif. Jadi semua tebu petani dijadikan satu kemudian digiling. Padahal setiap tebu petani yang masuk ke pabrik pasti kualitas tebunya berbeda-beda. Ada yang rendemannya tinggi ada yang di bawah standar.

Kecilnya rendemen tebu dapat disebabkan oleh tebu petani yang dikirim ke pabrik gula untuk diolah kurang bersih. Rata-rata tebu yang dikirim masih terdapat banyak daun kering dan juga sogolan (anakan tebu). Apabila dari pabrik, dapat disebabkan mesin produksi pengolahan gula di pabrik yang rusak dan menyebabkan tebu tidak segar, sehingga rendemen akan turun. Nilai rendemen tebu sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas gula yang dihasilkan.

Namun dengan teknologi core sampler yang dimiliki Pabrik Gula Gempolkrep transparansi itu sudah terjadi. Nilai rendeman bisa langsung petani. Tak dicampuraduk dengan tebu milik petani lain. Nilai rendeman ini kemudian akan tekoneksi dengan sistem IT yang memuat informasi tebu milik siapa, lokasinya di mana, nilai rendeman berapa yang kemudian terhubung dengan sistem keuangan untuk pembayaran.

"Jadi Pak Tuhu Bangun, Dirut PTPN X memang concern untuk mengembangkan pabrik ini supaya punya daya saing meski pabrik lama peninggalan zaman Belanda. Tujuannya agar tak kalah dengan pabrik yang baru berdiri yang dengan teknologi," ujar Edy

Fasilitas Gudang untuk Petani

Soal memanjakan petani ini, tak hanya di sentuhan IT tapi juga pemanfaatan infrastruktur lain. Contohnya gudang penyimpanan. Pabrik Gula Gempolkrep punya gudang penyimpanan gula yang bisa menampung sebanyak 50ribu ton gula. Gudang ini bisa dimanfaatkan oleh petani secara gratis selama 60 hari kerja. Jadi misalnya petani lewat asosiasi atau koperasinya tak ingin segera menjual gula milik petani, mereka bisa titip di gudang ini selama dua bulan gratis.

"Misalnya ada koperasi petani yang mau menjual gulanya dua bulan lagi karena harganya saat ini dianggap kurang menguntungkan, mereka bisa titip di gudang kami selama dua bulan. Gratis," kata Edy berpromosi.

Tak hanya itu, Pabrik Gula Gempolkrep juga menyediakan fasilitas ruangan pertemuan yang ada di pabriknya jika ada koperasi petani atau asosiasi petani tebu yang akan melelang gulanya. Ruangan itu juga gratis.

"Apa tidak bikin sakit hati, tak mau menjual pabrik gula ke Gempolkrep, tapi malah difasilitasi untuk lelang ke pihak lain?" tanya Ngopubareng.id

"Tak ada sakit hati untuk petani tebu. Yang penting mereka mau menyetorkan tebunya ke Gempolkerep, semuanya akan kita fasilitasi," ujar Edy santun.

Tim Editor

Amir Tejo

Reporter & Editor

Berita Terkait

Kamis, 25 April 2024 16:58

Dampak Gagal Panen, Harga Bawang Merah di Probolinggo Melonjak

Kamis, 25 April 2024 15:14

Pasar Banyuwangi Direvitalisasi, Per 1 Mei Pedagang Direlokasi

Selasa, 23 April 2024 22:35

Bank UMKM Jatim Hadapi Tantangan Perbankan dengan 3 Jurus Jitu

Selasa, 23 April 2024 10:58

Lebaran 2024, KAI Layani 4,39 Juta Penumpang

Bagikan Berita :