Gudang Pengeringan Tembakau, Eh...Juga Jadi Gudang Perjodohan

Feature

Kamis, 20 Oktober 2022 06:10 WIB

Suara Sutrisno, 51 tahun, sinder PTPN X, memecah kesunyian di dalam gudang pengeringan tembakau yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Jember. Di dalam gudang besar berdinding anyaman bambu itu, sedikitnya 30 pekerja perempuan yang terbagi dalam beberapa kelompok sedang bekerja dengan tekun, tanpa bersuara.

Sekelompok perempuan sedang memilih dan memilah daun berdasarkan ukurannya. Sedang kelompok lainnya memilih daun yang berukuran sama, lantas mengambil dua lembar daun, diatur posisi permukaannya agar saling berhadapan, lantas pangkalnya ditusuk dengan sujen untuk memasukkan tali goni.

Setiap tali goni yang panjangnya sekitar dua meter berisi 38 sampai 40 lembar daun yang masih berwarna hijau, sehingga menjadi  rentangan  daun tembakau yang disebut STG (sunduk tali goni).  Rentangan tali goni kemudian diikat kedua ujung pada dua belahan bambu sepanjang 80 cm, yang disebut dolok

Beberapa pekerja laki-laki dengan tangga bambu kemudian menaikkan dolok-dolok ke atas hingga mendekati atap, merentang dan mengikat dolok pada tiang-tiang bambu yang juga berfungsi sebagai tempat untuk mengikat dolok. Antara satu tiang dengan tiang lainnya membentuk ruangan imaginer yang disebut kamar. Satu unit gudang pengeringan terdiri dari 30 kamar.

Seorang pekerja PTPN X sedang menusuk pangkal daun tembakau untuk dirangkai pada seutas tali, sebagai awal proses pengeringan di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Seorang pekerja PTPN X sedang menusuk pangkal daun tembakau untuk dirangkai pada seutas tali, sebagai awal proses pengeringan di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Para pekerja perempuan merangkai daun tembakau dengan tali goni, sedang para pekerja laki-laki mengikatnya pada tiang-tiang bambu, dari atas terus ke bawah. Dalam waktu tiga hari, seluruh ruang di dalam gudang besar itu sudah dipenuhi daun tembakau, yang diatur rapi pada 18 ribu STG yang berjajar dari bawah hingga ke atap, dengan posisi semua daun menggantung. Sebanyak 720 ribu lembar daun tembakau kini memasuki proses pengeringan secara alami.

Para pekerja perempuan dan laki-laki, semua bekerja dengan konsentrasi penuh. Tanpa konsentrasi penuh, mustahil pekerjaan ini bisa diselesaikan tepat waktu. Tidak terdengar suara musik sebagai pengiring mereka dalam bekerja. Tidak terdengar suara mereka saling berbicara. Hanya tangan dan mata mereka yang terus bekerja. Karena itu, suara Sutrisno yang berteriak tidak terlalu keras terdengar jelas, ketika sebagai sinder dia memerintahkan seorang pekerja laki-laki untuk menata ulang tembakau yang sudah berada di atas.

Seorang pekerja PTPN X sedang menata rangkaian tembakau di atas, untuk menjalani  proses pengeringan di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Seorang pekerja PTPN X sedang menata rangkaian tembakau di atas, untuk menjalani proses pengeringan di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Romposan

Sinar matahari sore masuk dari jendela-jendela anyaman bambu, yang sengaja dibuka sedikit sekadar penerangan untuk bekerja di dalam gudang. Gudang itu sendiri memiliki struktur teknis yang tidak berubah sejak dahulu, dengan atap  terbuat dari daun tebu kering. Jendela-jendela terdapat di semua sisi dinding, bisa dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan untuk sirkulasi udara.

“Ini namanya gudang pengeringan. Setelah dipanen, lembar-lembar tembakau dimasukkan ke dalam gudang, ditata, diatur dan pencahayaannya diatur dengan ketat untuk memperoleh kekeringan yang kita inginkan. Pengaturan cahaya kita lakukan dengan membuka atau menutup jendela-jendela gudang yang terbuat dari bambu. Setelah dua pekan, dilakukan pengasapan, kemudian dilanjutkan dengan pengapian. Kita gunakan drum yang diisi ketam, kemudian di bakar. Baik untuk melakukan pengasapan maupun pengapian,” jelas Sutrisno, alumni Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pengeringan tembakau di gudang dilakukan selama 20 sampai 22 hari.

Pada hari-hari terakhir proses pengeringan, jenis pekerjaan para pekerja berubah menjadi romposan, yaitu melepas lembar-lembar daun dari tali goni. Sebelumnya, dengan hati-hati, para pekerja laki-laki sudah menurunkan rangkaian daun-daun itu dari atas, lantas menumpuknya dalam tumpukan-tumpukan kecil. Ketika diturunkan, kondisi daun sudah kering. Warnanya sudah berubah dari hijau menjadi coklat, tipis dan lembut seperti kain sutra, karena itu daun-daun itu harus diperlakukan dengan sangat hati-hati agar tidak robek atau pecah

Dua orang pekerja PTPN X sedang menata romposan, yaitu daun tembakau yang sudah dianggap kering,  di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Dua orang pekerja PTPN X sedang menata romposan, yaitu daun tembakau yang sudah dianggap kering, di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Proses pengeringan di dalam gudang selama 20-22 hari membuat warna daun tembakau berubah menjadi coklat rata. Saat daun dimasukkan dan disujen di dalam gudang, warnanya hijau agak layu. Setelah digantung, warnanya berubah menjadi hijau ke kekuning-kuningan, kemudian kuning kecokelatan, dan warna terakhir adalah coklat rata. Kalau warna coklat sudah merata, maka dilakukan pengasapan, selanjutnya pengapian.

Dalam gelapnya gudang, ketika seluruh daun yang digantung itu sudah berubah warna menjadi coklat, maka pemandangannya akan berubah seperti ratusan ribu kelelawar bergelantungan di dalam gua yang gelap.

Pengapian sedang dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa pada daun tembakau, sebagai bagian dari proses pengeringan yang ada di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Pengapian sedang dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa pada daun tembakau, sebagai bagian dari proses pengeringan yang ada di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Pengasapan di dalam gudang dilakukan malam hari, sejak pukul 18.30 hingga pukul 23.00, selama tiga malam, kata Fajar, seorang mandor di gudang pengeringan yang berada di Dusun Ajung Kulon, Desa Ajung, Kecamatan Ajung. “Selesai di asap, proses selanjutnya adalah pengapian, waktunya sama, malam hari, juga selama tiga hari. Jadi pengasapan dan pengapian itu dilakukan pada hari kesembilan sampai hari keenam-belas, sejak tembakau masuk gudang. Kira-kira lima hari setelah pengapian, barulah tembakau diturunkan kemudian dirompos," jelas mandor Fajar.

Mandor, di PTPN X disebut Asisten Muda, bekerja di bawah sinder, atau Asisten Manajer. Mereka ini membawahi ribuan pekerja, berada di bawah koordinasi Manager Tanaman, yang dijabat Syaiful Adi. Fajar adalah mandor yang dalam struktur berada di bawah Sutrisno. Sedang Sutrisno adalah sinder, dalam struktur berada di bawah Saiful Adi. Saiful membawahi 21 sinder.

Ahmad Soleh dan istrinya, suami istri yang bekerja pada PTPN X, sedang menata romposan, yaitu daun tembakau yang sudah dianggap kering,  di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Ahmad Soleh dan istrinya, suami istri yang bekerja pada PTPN X, sedang menata romposan, yaitu daun tembakau yang sudah dianggap kering, di gudang pengeringan yang berada di Desa Curahkates, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Suami Iistri

Rompos, adalah proses terakhir yang dilakukan pekerja di dalam gudang. Yaitu menata tembakau kering yang sudah diturunkan. Pekerjaan merompos juga dilakukan di dalam gudang, tempatnya agak di sudut. Areal untuk rompos ini sekelilingnya ditutup dengan plastik untuk menghindari angin yang bisa mengubah tingkat kekeringan.

Di gudang pengeringan yang berada di Desa Ajung Wetan, pekerjaan merompos dilakukan oleh belasan pekerja wanita, salah satunya adalah Ida Susilowati, yang bersama suaminya, Ahmad Soleh, sudah bekerja selama 25 tahun di kebun dan gudang milik PTPN X.

“Saya bertemu istri saya ya di sini, kemudian menikah. Punya anak tiga, salah satunya juga bekerja di sini,” kata Ahmad Soleh. “Bagi kami, ini bukan gudang pengeringan tapi gudang perjodohan,” kata Ahmad Soleh disambut senyum istrinya, Ida Susilowati, yang sedang memilah-milah daun tembakau kering. Tapi bukan hanya Ahmad Soleh dan Ida Susilowati saja jodohnya ketemu di gudang. Ada belasan pasang suami istri lainnya yang bertemu jodoh ketika bekerja sebagai pegawai PTPN X.

Ida Susilowati, istri Ahmad Soleh, melanjutkan kerjanya. Ia bekerja untuk memilih sebanyak 40 lembar daun tembakau yang sudah seperti sutra itu, kemudian mengikatnya menjadi satu dengan tali yang terbuat dari pelepah pohon pisang. Ikatan-ikatan 40 lembar daun kering ini disebut untingan.

Beberapa pekerja segera mengambil daun-daun tembakau yang sudah selesai diunting, dan memasukkannya ke dalam keranjang yang lebarnya 80 x 80 cm dengan  tinggi 60 cm, disebut keranjang romposan. Setiap keranjang romposan berisi 120 unting daun kering, ditutup dengan plastik yang tertata rapi, siap dikirim ke gudang pengolahan.

Memasukkan untingan-untingan ke dalam keranjang rompos adalah proses terakhir dari pengeringan. Selanjutnya keranjang romposan berisi tembakau kering itu dikirimkan ke gudang pengolahan yang berada di Ajung, tepatnya di gudang-gudang pengolahan yang lokasinya berada samping dan belakang kantor Kebun Ajung Gayasan, Jalan MH Thamrin 143 Ajung, Jember. Di gudang-gudang di samping kantor itu, daun-daun tembakau  itu mengalami proses berikutnya, yaitu pengolahan.

Dwi Aprilia Sandi, GM (General Manajer) Kebun Ajung, sedang memeriksa proses pengeringan daun tembakau di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Dwi Aprilia Sandi, GM (General Manajer) Kebun Ajung, sedang memeriksa proses pengeringan daun tembakau di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Brasil

Pengeringan ini bisa disebut sebagai proses awal dari pengolahan tembakau, khusus untuk tembakau varietas H-382, yang juga biasa disebut tembakau jenis Besuki Na-Oogst (baca Naos). Tembakau ini, yang juga sering disebut sebagai Java Tabac, dipakai untuk cigar (cerutu), bukan sigaret (rokok). Untuk cerutu diperlukan aroma, ukuran, warna, tekstur, kehalusan dan rasa-rasa tertentu, yang tidak diperlukan pada tembakau untuk rokok.

Di Indonesia dikenal banyak jenis tembakau. Tembakau Madura, Tembakau Temanggung, Tembakau Wonosobo, Tembakau Magelang dan masih banyak lagi tembakau yang namanya biasa disebut dengan nama daerah asalnya. Tapi semua tembakau itu untuk rokok, dan prosesnya jauh lebih sederhana dibanding proses tembakau untuk cerutu.

Untuk rokok, setelah dipetik daun tembakau dirajang, lantas dijemur di terik matahari sampai kering dan berwarna coklat. Terakhir di-packing dalam bentuk bal-balan dengan bungkus tikar pandan.

Dwi Aprilia Sandi, GM (General Manajer) Kebun Ajung (kanan) bersama seorang stafnya, Faqih Lutfi, sedang berbincang usai memeriksa proses pengeringan daun tembakau di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Dwi Aprilia Sandi, GM (General Manajer) Kebun Ajung (kanan) bersama seorang stafnya, Faqih Lutfi, sedang berbincang usai memeriksa proses pengeringan daun tembakau di gudang pengeringan milik PTPN X di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Sedangkan menanam, memetik dan mengeringkan tembakau Besuki Naos dibutuhkan perlakukan jauh lebih rumit, dengan perhitungan-perhitungan yang tidak hanya menyangkut cuaca, tetapi juga SDM khusus yang  tidak ada sekolahnya. Para pekerja itu bekerja dengan hati, bukan dengan mesin.

Gudang pengeringan misalnya, mempunyai spesifikasi khusus, yang tidak mudah dibangun sekalipun oleh seorang arsitek. “Hanya ada satu orang di Jember ini yang bisa membangun gudang pengeringan seperti milik PTPN X ini,” kata Dwi Aprilia Sandi, GM (General Manager) Kebun Ajung, Jember, PTPN X. 

“Diperlukan waktu sekitar sebulan untuk membangun satu unit gudang pengeringan. Negara Brasil pernah hendak mengadopsi proses yang kita terapkan. Tapi untuk membangun satu unit gudang saja, mereka butuh waktu lebih dari satu tahun. Akhirnya mereka kembali menerapkan proses yang selama ini mereka lakukan,” tambah Dwi Aprilia Sandi.

PTPN X memiliki tiga usaha yang bergerak di komoditas tembakau, yaitu Kebun Ajung, Kebun Tirtosari dan Kebun Klaten. Ketiga kebun itu memiliki GM dan administrasi masing-masing, kebetulan saja Dwi Aprilia Sandi, yang masuk PTPN tahun 2000 merangkap sebagai GM Kebun Ajung dan Kebun Klaten. Unit Kebun Ajung sendiri memiliki 27 gudang, yang semuanya saat ini sedang operasional, karena memasuki musim panen.

Proses pengeringan di dalam gudang membuat tembakau berubah warna dan kering, karena kadar airnya tinggal 10 persen saja dibandingkan saat dipetik. Bila kapasitas gudang dipenuhi, maka setiap 10 ton daun tembakau yang masuk ke gudang, setelah dikeringkan akan menyusut menjadi satu ton saja.

Tahun lalu, 2021, PTPN X berhasil memproduksi daun tembakau hijau sebesar 9.418 ton. Tetapi setelah daun tembakau segar itu diproses, antara lain melalui proses pengeringan di gudang tradisional dari bambu tadi, hasil akhirnya menjadi 913 ton saja. Penyusutan yang terjadi sangat besar, waktunya sangat panjang, tetapi melalui tahapan-tahapan budaya  yang sudah dikembangkan sejak 1,5 abad yang lalu. Inilah yang menjadikan Tembakau Besuki, atau tembakau Besoeki Na-Oogst, atau Java Tabak, atau tembakau dari varietas H-382  ini jadi sangat istimewa. (M. Anis/Bersambung)

Tim Editor

M. Anis

Reporter & Editor

Berita Terkait

Jumat, 15 Maret 2024 06:04

Mesigit Tebon, Jejak Sejarah Ajaran Toleransi Mbah Jumadil Kubro

Kamis, 14 Maret 2024 04:40

Jejak Dakwah Mbah Jumadil Kubro di Desa Jipang Cepu Blora

Minggu, 03 Maret 2024 09:29

Pasar Lawas Lidah Ndonowati, Nostalgia di Kota Metropolitan

Sabtu, 17 Februari 2024 19:11

Dedikasi dan Inspirasi Penerima Penghargaan Duke of Edinburgh

Bagikan Berita :