Lebih dari 1,5 Abad Tembakau Besuki Tetap Dijaga Kemurniannya  

Feature

Selasa, 18 Oktober 2022 14:40 WIB

Pengantar:

Dari 107 BUMN yang ada, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, hanya sekitar 60 persen yang untung. Sisanya rugi, bahkan beberapa di antaranya bangkrut. Dari 60 persen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang untung itu, salah satunya adalah PT Perkebunan Nusantara X, yang mengelola tembakau dan gula. Tahun lalu PTPN X (PT Perkebunan Nusantara X) mencatat keuntungan Rp 65 miliar.

Soal besar-kecilnya keuntungan finansial, bisa disebut relatif.  Tetapi PTPN X memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar dan sangat berarti, yaitu terserapnya antara 17 ribu sampai 20 ribu tenaga setiap tahunnya. Angka ini hanya untuk sektor tembakau, belum tenaga kerja yang terserap di sektor gula, dimana PTPN X mengelola 9 pabrik gula  di Pulau Jawa dan Sumatra.

Keuntungan besar lainnya, PTPN X ikut menjaga dan merawat sub kebudayaan berupa mitos yang nyaris diabaikan oleh semua orang, yaitu  Tembakau Jember. Dari sejak zaman kolonial sampai sekarang, varietas tembakau yang ditanam tetap dan tidak berubah, yaitu H-382 yang dimurnikan. Tembakau Jember adalah kebudayaan. Budaya menanam, mengolah, dan budaya cerutu. Nilai yang diperoleh dari upaya terus menerus untuk merawat kebudayaan ini, tentu jauh lebih bermakna dibanding keuntungan finansial yang diperoleh PTPN X.

Hasil bergulatnya secara intens dengan daun tembakau dan proses pengolahannya itu ditulis menjadi empat bagian, dimulai hari ini. 

Tembakau jenis Besuki Na-Oogst  (baca Na-Os) adalah emas murni. Kemurniannya terjaga sejak pertama kali dibawa ke Indonesia tahun 1596 oleh pedagang dari Belanda, Cornelis De Houtman. Tetapi baru pada tahun 1858, varietas H-382 itu dibudidayakan pemerintah Hindia Belanda di daerah Klaten, Jawa Tengah. Mulai tahun 1860, varietas ini juga ditanam di daerah Jember, yang ketika itu masuk Karesidenan Besuki. Karena itu varietas ini juga disebut tembakau Besuki.

Kini, lebih dari 150 tahun kemudian, varietas H-382 masih ditanam, dijaga kemurniannya, dirawat secara istimewa, oleh PTPN X di tiga kebunnya masing-masing di Kebun Ajung dan Kebun Kertosari keduanya berada di Jember, Jawa Timur. Sedang satu kebun lagi yaitu Kebun Klaten, sekarang masih dalam taraf uji coba dengan menanam varietas H-382 seluas 15 hektar, setelah bertahun-tahun digunakan untuk menanam varietas lain yaitu tembakau Vorstenlande, bukan Besuki Na-Oostg.  

Tanggal 30 Juli 2022 lalu telah dilakukan panen perdana tembakau Besuki Na-Oostg di Kebun Klaten, dan hasilnya lumayan sebagai tanaman uji coba. Setelah panen perdana, Kebun Klaten akan dioptimalkan sebagaimana yang dilakukan terhadap kebun di Jember.

Bagaimana upaya yang diakukan untuk menjaga varietas H-382 tetap murni sejak satu setengah abad yang lalu? Kebun Ajung memiliki laboratorium yang dioperasikan oleh Puslit (Pusat Penelitian), yang setiap tahunnya menyiapkan benih-benih dalam bentuk pillen. Butir-butir pillen warna putih itu sangat kecil, diameternya 1,7 mm, dibuat dari campuran tanah yang sudah disterilkan, berisi butir-butir benih murni.  

“Benih berbentuk pillen itu kemudian kami tanam dalam polybag, setiap polybag berisi satu butir pillen. Dengan perawatan yang teliti pada suhu yang terus dipantau  selama 40 hari, jadilah benih yang siap untuk ditanam,” jelas Vardianat Rusli, staf di Puslit Kebun Ajung di Jember. Benih-benih di dalam pillen itu diambil dari lahan khusus produksi benih, yang disimpan selama setahun dengan perawatan intens agar benih tetap murni, tambahnya.

Penyemaian benih dilakukan pada lahan khusus pembibitan, yang atasnya ditutup dengan bedeng, dan disirami air sedikitnya sekali dalam dua hari. Saat bibit masih berusia muda, atas bedeng ditutup dengan plastik untuk menghindari penyinaran penuh. Makin tua usia bibit, tutup plastik di atasnya dibuka secara bertahap. Ketika usia 30 hari, tutup plastik akan dibuka sepenuhnya sehingga bibit memperoleh penyinaran penuh dari matahari.

 

Abdul Hamid, 81 tahun, pensiunan PTPN X, sinder pertama yang bekerja dengan menggunakan sistem TBN, di rumahnya di Desa Sumuran, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Abdul Hamid, 81 tahun, pensiunan PTPN X, sinder pertama yang bekerja dengan menggunakan sistem TBN, di rumahnya di Desa Sumuran, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Kain Kafan

Setelah benih pada polybag berusia 40 hari, benih-benih itu kemudian dipindahkan ke lahan yang sudah disiapkan. Untuk tanaman tembakau Besuki ini, lahan yang disiapkan seluruh bagian tepi dan atasnya sudah ditutup dengan jaring halus warna putih yang disebut waring. Lahan yang tertutup waring ini disebut TBN (Tanaman Bawah Naungan). TBN adalah sistem yang kini sepenuhnya diterapkan oleh PTPN X.

Kalau kita kebetulan melintas di wilayah Kabupaten Jember sebelah barat daya, antara lain di Kecamatan Ajung atau Jenggawah dan sekitarnya, sering kali mata kita melihat bedeng-bedeng warna putih yang menutupi areal persawahan. Dari kejauhan nampak seperti bangunan warna putih yang rendah, tetapi luas. Itulah areal tanaman tembakau yang menggunakan sistem TBN.

TBN adalah sistem penanaman yang diterapkan mulai tahun 1983. “kata Saiful Adi, Manajer Tanaman di Kebun Ajong. “Sistem ini adalah rekayasa untuk mengurangi sinar matahari hingga 30 persen. Karena sinar berkurang, maka daun jadi tipis, lebar dan panjang, karena daun terus berusaha untuk mengejar sinar matahari,” jelasnya. Selain itu sistem TBN juga untuk mengurangi serangan hama, karena seluruh lahan tertutup oleh waring.

Sistem TBN diadopsi dari penanaman tembakau di Deli, Sumatera Utara. Dari hasil penelitian diketahui daun tembakau di perkebunan Deli amat bagus, baik ketebalan maupun ukuran. Penyebabnya tidak lain karena cuaca di sana yang tidak terlalu panas serta curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Kondisi yang mirip dengan Deli itu bisa diperoleh dengan menerapkan sistem TBN ini, sebagai rekayasa untuk mengatasi masalah cuaca.

Dengan menerapkan sistem TBN, maka produksi wrapper atau tembakau untuk pembalut cerutu jadi meningkat. Untuk memenuhi standar katagori wrapper ini kriterianya sangat ketat, baik ukuran, warna, aroma maupun keutuhan, yaitu tanpa sobek sedikit pun.

Di bawah wrapper masuk katagori binder, yaitu lembar daun tembakau yang digunakan untuk pembungkus cerutu, standarnya di bawah wrapper. Sedang kategori paling bawah adalah filler, yakni untuk isi cerutu. Dengan sistem TBN, produksi wrapper sebagai lembar untuk pembalut cerutu akan meningkat, minimal 30 persen dari produksi tembakau seluruhnya.

Abdul Hamid, 81 tahun, adalah sinder pertama yang bekerja dengan menggunakan sistem TBN, tahun 1983. Pensiun sejak 1999, kini dia tinggal di rumahnya Desa Sumuran, Ajong, bersama anak bungsunya. Enam anaknya yang lain, paling rendah berpendidikan S2, masing-masing berada di Jepang, Jakarta, Pamekasan, Ponorogo, Lamongan dan Surabaya. Salah satunya jadi dokter spesialis jantung.

Akibat sakit di lututnya, Abdul Hamid kini tidak bisa berdiri, tetapi semangatnya bercerita tentang tembakau masih menyala, sambil duduk di kursi listriknya. Dengan kursi listrik, dia menemui tamu-tamunya. Dengan kursi listrik itu pula dia pergi ke masjid yang terletak di seberang rumahnya, untuk menjalan salat lima waktu.

“Kami dulu menggunakan sistem TBN pertama kali pada lahan seluas lima hektar. Belum pakai waring atau paranet seperti sekarang, tetapi saya coba pakai kain kafan,” kata Abdul Hamid. Kain kafan, maksudnya adalah kain katun atau kain mori, dipakai untuk melindungi tanaman tembakau dari panas dan hujan. “Itulah pertama kali TBN digunakan di Jember, tahun 1983,” jelasnya.

Setelah itu, tahun demi tahun, akhirnya penggunaan ‘kain kafan’ ditinggalkan, diganti dengan menggunakan waring. Bahkan melalui salah satu anak perusahaannya yaitu PT Dasaplast Nusantara yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, PTPN X kini telah mampu memproduksi sendiri waring yang sesuai dengan standar untuk menunjang penerapan sistem TBN bagi tanaman tembakau.

Beberapa perempuan pekerja PTPN X mengumpulkan daun tembakau jenis Na-Oogst yang telah dipetik, di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.  (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Beberapa perempuan pekerja PTPN X mengumpulkan daun tembakau jenis Na-Oogst yang telah dipetik, di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Tahun ini, 2022, Kebun Ajung mengelola lahan seluas 400 hektar, lebih luas dari tahun 2021 seluas 375 hektar, dan tahun sebelumnya seluas 275 hektar. Sedang Kebun Tirtosari tahun ini mengelola lahan tembakau seluas 250 hektar, sehingga dari dua kebun itu PTPN X mengelola 650 hektar, ditambah 15 hektar di Klaten, Jawa Tengah. Semuanya menggunakan sistem TBN, tanaman bawah naungan. Tidak termasuk hasil produksi Kebun Klaten, produksi PTPN X tahun lalu sebanyak 9.418 ton daun hijau, atau sebesar 913 ton daun kering. Naik dari tahun sebelumnya, 2020, sebesar 9.405 ton daun hijau, atau 929 ton daun kering.

Lahan-lahan yang dipakai menanam tembakau tersebut bukan milik PTPN X sendiri, melainkan menyewa dari petani. Tahun ini besarnya harga sewa antara Rp 19 juta sampai Rp 20 juta untuk tiap setengah tahun. Para petani senang kalau lahannya disewa untuk menanam tembakau oleh PTPN X, karena hanya dipakai selama enam bulan, yaitu antara Maret hingga Agustus. Sedang pada bulan September hingga Februari para petani pemilik lahan bisa menggunakannya untuk menanam palawija dilanjutkan dengan menanam padi. Kualitas tanah usai digunakan untuk menanam tembakau, sangat bagus untuk ditanami palawijo dan padi.

“Setelah tembakau dipanen habis, lahan kita kembalikan kepada pemiliknya dalam kondisi bagus. Semua waring, tiang bambu serta gubuk-gubuk yang ada, kita bongkar semua. Sisa tanaman kita tebangi dan kita masukkan ke dalam saluran irigasi, lantas kita timbun dengan tanah, membuat tanah jadi subur. Saluran-saluran irigasi memang kita tutup semua, sehingga petani menerima lahan dalam kondisi sebagaimana asalnya. Petani sangat senang kalau tanahnya kita sewa, karena uang sewanya mahal padahal kita cuma menggunakannya selama setengah tahun. Setengah tahun berikutnya mereka bisa menanam palawija dan padi,” kata Sutrisno, sinder yang sedang mengawasi anak buah bekerja di kebun di Kecamatan Jenggawah. 

Sutrisno, karyawan PTPN X yang bekerja sebagai sinder, saat berada  di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.  (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Sutrisno, karyawan PTPN X yang bekerja sebagai sinder, saat berada di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Turun Temurun

Tembakau Besuki Na-Oostg sangat eksklusif, beda dengan tembakau yang ditanam di Madura, Bojonegoro, Temanggung, Wonosobo, Magelang dan daerah-daerah lainnya yang dikenal sebagai sentra tanaman tembakau. Hanya lembar-lembar daun tembakau Besuki  yang bisa dipakai untuk produk cerutu (cigar). Bukan produk rokok (cigaret). Sedangkan tembakau dari beberapa sentra tadi, ditanam memang untuk produksi rokok.

Dari satu pohon tembakau Besuki, yang mulai dipanen pada usia sekitar 42 hari, terdapat sekitar 26 lembar daun, 22 lembar di antaranya akan dipetik secara bertahap. Saat tiba waktunya untuk dipanen, setiap tiga hari sekali dilakukan pemetikan, setiap kali petik diambil dua lembar daun paling bawah dari masing-masing pohon.

Dalam satu kebun umumnya dipekerjakan sekitar 60 sampai 100 pemetik yang semuanya perempuan. Mereka mengawali pemetikan dari tanaman yang sudah ditentukan baik lokasi maupun jadwalnya secara bersama-sama, setelah kondisi daun sudah muncul warna kuning tipis di tepiannya. Dalam tiga hari seluruh tanaman yang ada di kebun itu sudah dipetik sebanyak dua lembar. Setelah itu mereka kembali memetik daun dari tanaman yang pertama dipetik, dipetik lagi 2 lembar yang paling bawah. Setelah kedua kalinya seluruh tanaman dipetik dua lembar, diulang lagi sampai tiap tanaman telah dipetik sekitar 22 lembar. Dengan demikian setiap pohonnya mengalami  11 kali  pemetikan.

Para perempuan itu hanya bekerja sebagai pemetik. Hasil petikannya dikumpulkan di pematang irigasi. Daun-daun itu disusun dalam selembar kain yang pinggirnya diikat dua bambu. Disusun dengan rapi dan hati-hati, juga oleh pekerja perempuan. Setelah penuh, pekerjaan diambil alih oleh para pekerja laki-laki. Mereka akan mengusung daun-daun tembakau itu, dibawa ke jalan utama di kebun, kemudian menutupnya dengan tikar plastik warna putih agar tidak terkena sinar matahari secara langsung.

Para laki-laki pekerja PTPN X sedang menutup daun-duan tembakau dengan tikar plastik usai dipanen, di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.  (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Para laki-laki pekerja PTPN X sedang menutup daun-duan tembakau dengan tikar plastik usai dipanen, di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Setelah dikumpulkan di jalan dalam kebun, tumpukan-tumpukan daun tembakau itu dinaikkan ke mobil pick-up, untuk dibawa ke gudang pengeringan. Proses panen hari itu selesai tepat ketika matahari persis berada di atas. Besok akan dilanjutkan dengan pekerjaan yang sama, yaitu memetik, mengumpulkan dan mengangkutnya ke gudang pengeringan,  sampai setiap tanaman tinggal dua atau tiga lembar daun saja, pada pucuk tanaman.

Setiap tanaman tembakau, ada data dan catatannya, termasuk lokasi dan tanggal penanamannya. Setiap baris tanaman ada catatannya juga, termasuk setiap blok sampai di seluruh kebun. Cara memetik daun, cara menumpuk dan mengangkut tembakau Besuki-Oogst, semua dilakukan dengan hati-hati, agar tidak ada lembar daun yang pecah, apalagi robek.

Para pekerja itu sudah ahli, karena pekerjaan yang sama telah mereka lakukan setiap tahun, secara turun temurun. Mereka itu aset paling penting dalam industri tembakau Besuki-Oogst.  Tangan-tangan mereka, mata mereka dan penciuman para pekerja itu tak bisa digantikan dengan mesin. Karena itu kalaupun ada ancaman, bukan berasal dari perkembangan teknologi, tetapi justru berasal dari kemungkinan terputusnya regenerasi SDM karena banyak anak-anak para pekerja itu yang lebih senang bekerja di mini market di desa atau kota, daripada bekerja menanam atau memetik daun tembakau.

“Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat, kalau kita lihat dari kebun, justru jadi ancaman utama kami. Karena banyak anak-anak para pekerja yang sekolah, bahkan ada yang ke perguruan tinggi, maka orientasi kerja mereka sudah tidak sama dengan orang tua. Mereka ingin bekerja di kantoran, atau minimal kerja di mini market, karena tampil lebih bersih dan cantik. Itulah masalahnya,” kata Dwi Aprilia Sandy, GM Manajer Kebun Ajong, PTPN X.

“Pekerjaan di bidang tembakau Besuki ini semuanya harus dilakukan dengan hati. Baik saat pembenihan, penanaman, pemetikan, pengeringan sampai pemrosesan, semuanya harus dikerjakan dengan perasaan. Tidak bisa dilakukan dengan serampangan. Mereka butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar,” kata Dwi Aprilia Sandy lagi.

Para perempuan pekerja PTPN X sedang menikmati sarapan sederhana dengan nikmatnya di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.  (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Para perempuan pekerja PTPN X sedang menikmati sarapan sederhana dengan nikmatnya di kebun yang berada di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Sarapan di Kebun

Hari belum terlalu siang, matahari masih condong ke timur. Sekelompok perempuan duduk bergerombol di bawah naungan tanaman tembakau, di kebun tembakau milik PTPN X, yang diberi kode Lokasi-TBN-V, CR Kates B, di Kecamatan Jenggawah. Mereka sedang beristirahat, sambil makan, dengan lauk sederhana.

“Tadi berangkatnya pagi, jadi belum  sempat sarapan. Sarapannya di kebun,” kata Mutiah, perempuan separuh baya, salah satu dari mereka. Mutiah kemudian berbagi kerupuk dengan teman-temannya. Sedang seorang perempuan lainnya, berbagi sambal. Mereka makan dengan riang, sambil saling berbicara dalam bahasa Madura. Di sebelah selatan di areal kebun itu juga, ada kelompok perempuan lain yang juga sedang istirahat sambil makan, duduk berjajar di tepian irigasi, di bawah rindangnya daun tembakau.

Memang, para perempuan pemetik daun tembakau itu mulai bekerja di kebun sejak pagi-pagi, sekitar pukul lima, sehingga mereka tidak sempat sarapan di rumah. Karena itu mereka berangkat bekerja dengan membawa bekal makanan, yang mereka nikmati bersama-sama saat istirahat sekitar pukul sembilan. Ketika matahari persis berada di atas, pekerjaan mereka sudah harus berhenti, karena panas matahari akan sangat mempengaruhi kualitas tembakau yang sudah dipetik dari pohonnya.  

Pekerjaan di kebun selesai dengan dipetiknya daun-daun tembakau oleh para perempuan itu, kemudian oleh para pekerja laki-laki, daun-daun itu dinaikkan ke bak mobil pick-up untuk kemudian diangkut ke gudang pengeringan. Dengan diangkutnya tembakau ke gudang pengeringan, berarti proses tembakau di kebun telah selesai. Proses yang dilalui tembakau itu selanjutnya akan beralih ke gudang pengeringan.

Daun tembakau ditumpuk dan dinaikkan kendaraan, usai dipanen di kebun milik PTPN X, untuk diangkut ke gudang pengeringan yang di Kabupaten Jember. Tembakau jenis Besuki Na-Oogst ini siap untuk diproses selanjutnya. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)
Daun tembakau ditumpuk dan dinaikkan kendaraan, usai dipanen di kebun milik PTPN X, untuk diangkut ke gudang pengeringan yang di Kabupaten Jember. Tembakau jenis Besuki Na-Oogst ini siap untuk diproses selanjutnya. (Foto: Ngopibareng.id/M. Anis)

Kalau kita melintas di wilayah Kabupaten Jember sebelah barat daya sekitar Kecamatan Ajung dan Jenggawah, selain akan sering melihat areal persawahan yang ditutupi waring warna putih sebagai tanda kebun tembakau menggunakan sistem TBN, dari kejauhan kita juga akan sering melihat bangunan tobong terbuat dari anyaman bambu. Itulah gudang pengeringan, tempat daun-daun tembakau yang telah dipetik akan menjalani proses selanjutnya, yaitu proses pengeringan. Ke sana kita juga akan melihatnya. (Bersambung)

Tim Editor

M. Anis

Reporter & Editor

Berita Terkait

Jumat, 15 Maret 2024 06:04

Mesigit Tebon, Jejak Sejarah Ajaran Toleransi Mbah Jumadil Kubro

Kamis, 14 Maret 2024 04:40

Jejak Dakwah Mbah Jumadil Kubro di Desa Jipang Cepu Blora

Minggu, 03 Maret 2024 09:29

Pasar Lawas Lidah Ndonowati, Nostalgia di Kota Metropolitan

Sabtu, 17 Februari 2024 19:11

Dedikasi dan Inspirasi Penerima Penghargaan Duke of Edinburgh

Bagikan Berita :