Bendungan Ambruk Pekan Lalu, Desa Adat di Brazil Terancam Punah
Satu desa adat di negara Brazil terancam punah. Desa itu dihuni oleh komunitas suku Pataxo-Hahahae, berada di hilir dan terletak beberapa kilometer dari tempat bendungan milik perusahaan pertambangan Vale SA di Brazil yang pada hari Jumat pekan lalu ambruk dan menewaskan ratusan orang.
Kecemasan mereka dapat dipahami karena air sungai yang mengalir di daerah itu dan menjadi pusat kehidupannya berubah warna akibat limbah penambangan.
Bagi para anggota suku Pataxo-Hahahae yang hidup di ujung jalan yang kotor, ikan dari Sungai Paraopeba merupakan sumber makanan utama. Warga desa mandi dan mencuci pakaian mereka dengan menggunakan air dari sungai itu.
Tetapi setelah bendungan Corrego do Feijao milik Vale di hulu runtuh dan mengalirkan limbah bekas penambangan, mengubur komunitas dan mengubah air sungai yang semula jernih menjadi berwarna coklat.
Sebanyak 80 atau lebih warga desa Nao Xoha dari suku tersebut mengatakan tak yakin apakah mereka akan terpaksa memindahkan keluarga mereka.
Sementara tak ada warga dari suku Pataxo-Hahahae yang dinyatakan tewas di antara 65 orang atau 279 yang hilang. Mereka takut bencana tersebut bisa jadi akhir dari jalan hidup mereka.
Jumlah korban tewas dalam bencana di kota Brumadinho itu naik jadi 84 orang, dan 276 orang masih belum diketahui nasibnya, kata para penolong di tempat kejadian pada Selasa.
Mereka mengatakan 48 orang sudah teridentifikasi sejauh ini, sementara pencarian masih berlangsung di kawasan itu.
"Pada Kamis, saya di sini mencuci pakaian, memandikan anak-anak saya, dan saya sekarang bahkan tidak dapat menyentuh sungai itu," kata Sot de Ionara Pataxo Hahahae, sambil mengusap air mata.
"Kami sangat sedih begitu tahu tak bisa berbuat apa-apa," tambahnya.
Nasib suku Pataxo-Hahahae tersebut jadi berita ketika pemerintah Brazil, yang naik ke tampuk kekuasaan awal Januari, telah mengisyaratkan ingin mengurangi peraturan-peraturan pertambangan dan menyusutkan perlindungan yang saat ini diberikan kepada komunitas suku asli.
Bagi para pengritik, bencana yang ditimbulkan akibat bendungan roboh mengungkapkan bahaya dari dua kebijakan tersebut.
Funai, lembaga Brazil yang menangani urusan komunitas adat, mengatakan pihaknya berkomitmen membantu Nao Xoha, dengan menyediakan air layak minum di antara langkah-langkah lain sesuai dengan rencananya.
Tetapi di saat bencana terjadi, kepercayaan kepada pihak otoritas di sini rendah. "Anda kira beberapa perusahaan penambangan khawatir mengenai ini? Apakah Anda pikir walikota mengkhawatirkan kawasan ini?" tanya Sot de Aigoho Pataxo Hahahae.
"Mereka hanya cinta uang, dan penambangan," katanya sambil ketawa. (an/rtr)