LBH Surabaya Bantah Ada Pembacokan di Asrama Mahasiswa Papua
Buntut bentrokan yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua, di daerah Kalasan Surabaya, satu orang anggota ormas dikabarkan mengalami luka di bagian tangan. Mereka mengklaim luka itu akibat serangan senjata tajam dari oknum mahasiswa Papua.
Menurut penuturan Kapolsek Tambaksari, Kompol Prayitno, hal itu bermula dari kedatangan ormas ke asrama mahasiswa itu. Mereka bermaksud memberikan imbauan terkait pengibaran bendera merah putih.
"Agustus itu kan wajib mengibarkan bendera merah putih, Sementara di situ tidak ada bendera tidak ada tanda-tanda merah putih," kata Kompol Prayitno, mengkonfirmasi, Rabu, 15 Agustus 2018.
"Akhirnya ormas yang melaksanakan imbauan. Mereka mengingatkan supaya pasang bendera," tambahnya.
Namun, setelah sejumlah anggota ormas itu masuk, ternyata, kata dia, ada perlawanan dari pihak mahasiswa. Akibatnya salah seorang anggota itu mengalami luka, akibat senjata tajam.
Saat ditanya apakah ada pembacokan, Kompol Prayitno mengaku, jika insiden itu terjadi saat anggota ormas atas nama Arifin berusaha menahan acungan senjata tajam yang dilakukan oknum mahasiswa Papua.
"Mau diserang tapi kena tangan, ada beberapa jahitan, yang bersangkutan sekarang sudah melapor ke Polrestabes, dan dilakukan visum," kata dia.
Sementara itu Kepala Bidang Riset dan Pengembangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Sahura, yang melakukan pendampingan usai bentrokan terjadi, membantah jika ada insiden pembacokan yang telah dilakukan oleh mahasiswa Papua, terhadap salah seorang anggota ormas.
"Saya mengklarifikasi, bahwa tidak ada kontak fisik, apalagi sampai pembacokan, yang terjadi adalah orang yang terluka tersebut terluka karena terjatuh. Lalu mereka menuduh teman-teman Papua telah membacoknya," kata Sahura, ditemui di lokasi.
Sahura mengatakan, kedatangan ormas itu ingin meminta mahasiswa Papua untuk memasang bendera merah putih, namun caranya dengan dipaksaan. Itu yang menurut dia disayangkan.
"Saya mempertanyakan padahal negaranya adalah negara hukum tapi terlihat seperti tidak ada prosedurnya. Teman-teman di sini banyak yang tidak tahu kalau pemasangan bendera itu wajib, yang mereka tahun hanya saat tanggal 17 saja," kata dia. Kini bendera merah putih itu juga sudah terpasang di pagar asrama.
Menurutnya, kondisi mahasiswa Papua kini sudah terlalu sering mendapat intimidasi dan tindakan represif yang dilakukan oleh ormas ataupun aparat keamanan.
"Kami menyikapinya secara hukum saja, mereka menuduh apa pun kalau memang ada pelanggaran hukum akan kita proses," ujar Sahura.
Sementara itu, beberapa jam usai bentrokan terjadi, aparat kepolisian nampak berjaga di sekitar lokasi. Kompol Prayitno mengatakan, ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya serangan susulan dari dua belah pihak.
"Kita siaga disini, kita antisipasi, belum ada tindakan, kita masih tunggu komando dari Polres," ujarnya. (frd/amr)