Pernikahan, Pertengkaran & Sepiring Berdua Kita
Ummi, pagi ini abi sudah mulai ngantor. Pertama kali abi berangkat ke kantor tanpa berpamitan dengan menciummu. Tanpa permintaan maaf yang selalu kau ikuti dengan permintaan maaf serupa saat melepasku berangkat kemana saja. Bayangan kebersamaan kita selama 27 tahun itu masih terus datang di otakku. Air mataku masih terus melelah saat mengingatnya. Tapi kehidupan harus terus berjalan.
Sesampai di kantor abi buka laptop warna biru itu. Dan, panggilan jiwa itu kembali hadir. Panggilan jiwa untuk memadu hati denganmu. Walau hanya lewat tulisan. Moga ini sedikit mengobati dukaku. Moga ini nanti akan dibaca si Jo, buah hati ke delapan kita yang belum faham arti kematian saat Ummi pergi untuk selamanya. Dibaca sebagai pelajaran emas si Jo dari umminya.
Advertisement
Ummi, yang abi selalu akan ingat adalah proses pernikahan kita. Walau sama-sama aktivis masjid kampus, kita tidak pernah berinteraksi secara personal. Satu-satunya interaksi adalah melalu rapat-rapat pengurus. Kau adalah sekretaris departemen keputrian. Aku sekretaris umum. Itupun sangat terbatas. Rapat-rapat pengurus selalu diselenggarakan dengan tabir pemisah laki-laki dan perempuan. Praktis aku hanya bisa mendengar suaramu. Apalagi ketika itu kau memang bercadar.
Sudah dalam perencanaan hidupku ketika itu untuk menikah muda. Targetku sebenarnya umur 20 tahun. Itu adalah demi mendengar penjelasan dari kawan fakultas kedokteran bahwa masa keemasan reproduksi manusia adalah antara umur 20 sampai dengan 30 tahun. Maka angka 20 menjadi targetku.
Advertisement
Agak meleset dari target. Aku baru siap menikah pada umur 22 tahun. Siap dalam pengertian secara ekonomi mampu mandiri tanpa tergantung orang tua. Siap juga dalam pengertian sudah mengantongi ijin ayah ibuku untuk menikah. Jadilah aku “hunting” untuk mencari calon istri.
Abi ingat ketika itu oleh guru ngajiku disodori 5 kandidat. Data abi terima berupa CV lengkap dengan foto. Lalu aku baca dan aku pertimbangkan secara seksama. Ternyata kelimanya tidak ada yang mendatangkan kemantapan jiwaku. Kukembalikanlah 5 CV itu kepada guru ngajiku.
Guru ngajiku pun putar otak. Kutunggu-tunggu tidak ada kandidat alternatif. Tetapi akhirnya solusi tiba. Dia meminta seorang kawannya untuk menyodorkan alternatif. Dan kawannya itu tidak lain adalah guru ngajimu. Si kawan menyodorkan sebuah CV. Dan itu adalah kamu.
Masih ingat aku disodori CV itu sekitar magrib. Dan subhanallah. Aku sudah mantab untuk memilihnya sejak membaca namamu. Malamnya aku mencoba sholat istikhoroh. Tetapi sebenarnya sholat itu tidak ada gunanya. Istikhoroh adalah sholat untuk orang yang sedang ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Sedang hatiku sudah bulat ke dirimu.
Selengkapnya klik https://korporatisasi.com/2021/01/05/pernikahan-pertengkaran-sepiring-berdua-kita/
Advertisement