Jagung Turun, Para Politisi Dan Dinas Pertanian Lari Kemana?
Gimana panen jagung sekarang Pak Supar? Dapat harga bagus nih? Saya lihat di di internet di HP saya harganya udah Rp. 4.700,-
Alhamdulillaah, Gusti Allaah ngasih rezki dengan jagung yang bagus. Musim kemarau yang agak panjang. Ini lahan seadanya ini tanamin jagung, mas. Kalau soal harga itu mah yang dapatkan pemain besar nak.
Masak Ia pak? Mang Bapak ngak aktif lagi dalam kelompok tani? Kemaren kan ada bantuan bibit, pupuk dan juga alsintan?
Iya, coba mikir, yang dapat untung gede itu pengepul. Kalau petani ya mesti nunggu 4 bulan baru bisa nikmatin hasil. Alhamdulillah sekarang lumayan dapet harga agak bagus.
Kalo sebelumnya petani dapat harga jelek di bawah 3.500,-. Ngak ada tu peternak teriak-teriak.
Yang nanya-nyanya dari wartawan juga ngak ada, derita jadi rakyat biasa mas. Jadi objek melulu. Apalagi atau anggota dewan sekarang. Kenal Cuma mau nyalon lagi setelah itu lari entah kemana?
Soal kelompok tani mah. Bapak males aja, kemaren mang ada bantuan dari kementrian gitu untuk kelompok tani. Namun waktu rapat dengan utusan anggota Dewan yang berwarna Hijau berlogo Ka’bah itu.
Oooo PPP itu pak? Iya, bersama satu orang lagi dari partai Wong Cilik itu!. PDIP? Ya Mas Ed. Ayo diminum kopinya, ntar keburu dingin, ngak sedap lho?
Mang gimana? Waktu itu kita dikasih tahu bahwa ada bantuan sejumlah bibit segini ngak salah 5 kilo/petani, pupuk 200 kg/petani dan juga traktor milik kelompok.
Baguslah pak, dapet bantuan.
Boro-boro mau ngasih tanda tangan. Kalau kita tanda tangan yang diatas kertas itu jelas jumlahnya. Yang diberikan ngak nyampe segitu. Kita ada 24 orang mas. Berarti ada 70 kg bibit. Yang dikasih ke kita Cuma 50 Kg. Begitu juga dengan pupuk.
Bapak mah ogah kayak gitu. Kalau mau jangan lagi diperaslah petani. Kalau mereka kan udah dapat gaji lho mas dari uang negara. Kita diajak ngak jujur to!
“Waktu ku tanya ma sodara di desa sebelah, dan masih dalam kecamatan yang sama. Hampir kayak gitu juga”.
Ooo! Tega amat ne orang, kata hati ku. Sambil nikmati kopi yang ‘pahit’ karena ulah mereka yang menjadi wakil rakyat.
“Cuman slogan Wae”. Begitu kata teman-teman penggiat pertanian organik di Singaraja, Bali. Kalau kita mau yang baik, mesti berdikari dan ngak mau menerima. Sebab nanti jadi pertengkaran sesama petani.
“Saling curiga dan akhirnya kelompok ngak jalan dan berantakan, mas Ed. Lebih baik kita satu kawasan ini bikin sendiri rencana produksi, kebutuhan dan juga pemasaran sendiri”. Soal legalitas mah itu tanggungjawabnya Dinas Pertanian Kabupaten.
“ketika datang minta data-data, kasih aja” Kalau dilayani ribet. Apalagi kalau ngasih penyuluhan “Hebat, tapi ngak pernah melakukan sendiri”. Cuman cerita dan penampilan slide doang. Anak SMP bisa.
“Kayak kalender pertanian gitu. Supaya nanti semua petani desa ngak jadi bulan-bulanan tengkulak”.
Pak Supar. Terima kasih ne, Ngobrolnya, Kopinya. Salam tuk anak pak yang lagi mondok.
Assalamu’alaikum
Wa’alaikum Salam
Catatan: Kenaikan harga adalah keuntungan bagi petani yang penguasaan lahan kecil, dan terkadang mesti menyewa. Sedangkan ketika harga turun para politisi yang berkuasa entah lari kemana. Tiba datang musin kampanye bawa bantuan, disunat pula.
Jonggol, Kab. Bogor, Jawa Barat, 17 September 2018
Advertisement