Wayang Potehi Klenteng Tertua di Surabaya Main Tiap Hari
Klenteng tertua di Surabaya yaitu Klenteng Hong Tiek Hian yang berada di Jalan Dukuh, Nyamplungan, Surabaya menghadirkan pertunjukan wayang potehi untuk menyemarakan Tahun Baru Imlek.
Wayang potehi adalah seni pertunjukan budaya peranakan Tionghoa-Jawa. Wayang ini terbuat dari kayu waru atau kayu mahoni lunak yang dibalut dengan kostum khas negeri tirai bambu.
Pagelaran wayang ini menjadi acara puncak perayaan Tahun Baru Imlek di Klenteng Hong Tiek Hian. Karena pertunjukan seni ini yang paling ditunggu saat perayaan warga etnis Tionghoa saat Imlek.
Lenggak-lenggok tarian wayang potehi diiringi alunan musik khas terdengar ke seluruh penjuru klenteng. Pagelaran ini menyedot perhatian warga sekitar untuk menyaksikan pertunjukan wayang dengan alur cerita China klasik yang berlatar belakang kerajaan.
Dalang wayang potehi, Sukarmujiono menjelaskan pertunjukan wayang potehi ini menampilkan cerita klasik kerajaan di China era Dinasti Tang dan Dinasti Ming.
"Wayang ini dianggap sebagai ucapan rasa syukur terhadap dewa. Intinya pertunjukan ini untuk sang dewa," ujarnya saat ditemui usai pertunjukan.
Advertisement
Sukarmujiono menambahkan, tema cerita yang dibawakan wayang potehi adalah tema keseharian yang sarat akan makna kebaikan.
"Tema ceritanya seputar kehidupan sehari-hari. Kalau kita jahat ya akan dapat balasan dari kejahatannya. Sebaliknya kalau baik ya dapat balasannya kebaikan pula. Seperti itu," ujar pria yang mengaku belajar seni wayang potehi secara otodidak.
Bahasa dialog yang digunakan dalam pewayangan ini umumnya menggunakan bahasa Mandarin. Namun, sesekali dalang melakukan improvisasi dengan mencampur bahasa Jawa.
"Biasanya kita memang padukan antara bahasa Mandarin dengan bahasa daerah, dimana kita memainkannya. Ini agar penonton memahami isi cerita dan mengambil makna dari cerita," kata Sukarmujiono
Durasi waktu pertunjukkan wayang yang dimainkan di panggung berukuran 130x500 cm sangat lama. Menurut Sukarmujiono, dalam satu cerita bisa dikisahkan selama hampir dua bulan dengan durasi pertunjukan dua jam setiap sesinya.Â
"Biasanya kita sehari main tiga 1 sesi. Satu sesinya dua jam. Untuk karakter wayangnya ada 100 karakter dan dimunculkan secara bergantian sesuai alur ceritanya," katanya.Â
Sutradara wayang potehi asal Surabaya ini menambahkan, pertunjukan wayang potehi ada atau tidak ada penonton akan tetap berlangsung sesuai dengan jalan cerita dan durasinya karena pertunjukan ini memang ditujukan untuk para dewa yang dipercaya etnis Tionghoa.Â
Sukarmujiono mengaku, di Surabaya hanya komunitasnya yang masih aktif dalam memainkan wayang potehi. "Kalau di Surabaya cuma komunitas saya ini yang sering main yaitu komunitas lima merpati," kata diaÂ
Alasan Sukarmujiono dan kawan-kawan terus bermain wayang potehi ialah untuk melestarikan kebudayaan yang tidak boleh punah. "Saya ingin agar wayang ini jangan sampai punah, biar anak cucu kita juga bisa melihatnya," katanya. (pts)
Advertisement