Kulit Diorek-orek, Senyuman Makin Cantik, dan Kekinian Bangettt
Diorek-orek. Pernah dengar? Kalau pernah dengar Anda pasti mengerti Bahasa Jawa. Paham dengan bahasa yang sangat kaya ungkapan ini. Kaya namun sekaligus miskin. Miskin penutur, maksudnya.
Diorek-orek dalam Bahasa Indonesia dibaca dicoret-coret. Dalam bahasa artistik di ranah seni painting dikenal dengan istilah corat-coret. Istilah ini biasa juga dipakai untuk obyek lukisan di atas kanvas, sket, mural, dan sejenisnya.
Tapi, kalau corat-coret dalam media kulit manusia, maka dikenal akrab sebagai tato. Seni tato. Dalam bahasa Tahiti ejaannya hampir mirip, yaitu Tatto.
Ehem, seberapa jauh Anda mengenal seni mengorek-orek kulit ini? Atau, berani memasang tato? Kulit ditato? Minta ditato? Bagian mana yang ditato? Uh, dada, paha, lengan, pinggang, atau wilayah-wilayah tubuh yang ekstrim, bagian tubuh yang seksi? Aihhh ogah, sakit tahu! Bikin demam tujuh hari tujuh malam pula.
Advertisement
Kalau Anda ingin ditato, lalu kalimat ini yang muncul sebelum tato berlangsung, pasti Anda ditertawain si cantik Olivia ini. Itu namanya ketakutan. Persisnya, takut dicoblos jarum.
Ya, si cantik bernama Olivia Mustafa ini, boleh dibilang Ratunya Tato. Rajahnya (nama lain dari tato dalam bahasa Jawa, red) nyaris sekujur badan. Setiap sudut kulitnya penuh dengan hiasan rajah. Bermacam bentuknya, bermacam temanya, ada yang sambung-menyambung jadi satu cerita seperti garis khatulistiwa.
Keren. Berani. Full gaya. Tampil beda. Percaya diri. Itulah Olivia Mustafa. Gadis yang punya nama lahir, emm... kasih tahu enggak ya. Kayaknya gak perlu dech, karena nama aslinya jarang juga ada yang menyebut, kecuali guru-guru SD-nya.
Olivia, sepuluh tahun terakhir, memang menekuni dan menjadi seniman tato. Kulit dan bodinya yang mulus seksi dipenuhi tato. Ada tokoh Charlie Caplin di lengan. Ada model anime di tangan. Ada banyak kata bijak di bagian paha, dan seterusnya.
Di dada? Ah, ini dibahas nanti saja ya. Bagi Olivia, tato sekujur badannya ini adalah bagian penting dari eksistensinya, sekaligus bagian dari kiatnya untuk memasyarakatkan tato plus menjaring calon customernya.
"Tato itu tidak menakutkan bok. Tidak juga seperti kata orang yang kurang minum kopi. Salam paham melulu.Tato itu lebih pada tampil beda. Artistik yang berjalan. Dulu, tato memang identik dengan sesuatu yang negatif, tetapi seiring dengan perubahan zaman tato tak lebih dari fenomena artistik dengan media yang berbeda," kata Olivia.
Advertisement
Menarik apa yang dikatakan si cantik satu ini yang sejatinya profesinya tak hanya seniman tato, tetapi juga DJ profesional dan Foto Model. Tato itu menjadi sebuah lifestyle yang memang sedang digandrungi banyak orang. Kekinian. Mungkin, sebentar lagi bukan saja digandrungi, kekinian, tetapi juga menjadi sebuah kebutuhan.Â
Apapun kebutuhannya. Entah itu kebutuhan artistik, entah pula seperti memori berjalan, atau hanya sekadar gaya-gayaan. Semua kembali kepada persepsi dan imajinasi. Intinya apa saja boleh, dan tidak ada yang melarang sebuah ekspresi.
Memori berjalan? Iya, memori berjalan. Sulitnya sekarang menyimpan memori yang amat  personal yang mungkin sangat bepengaruh dalam hidup seseorang. Misal, memori disimpan dalam bentuk file di hardisk kadang kena virus. Komputer rusak dan tidak bisa diperbaiki. Maka hilanglah file dan memori penting itu.
Andaikan disimpan dalam disket, kini perangkat disket sudah kuno. Alat membacanya sudah tak beredar di pasaran. Teknologi yang anyar adalah flashdisk. Namun rawan juga membawa virus dan rawan hilang bin ketlingsut.
Nah, tato tidak mungkin kena virus, hilang dan bahkan bisa dibawa sampai mati. Lalu, bagaimana dengan Anda, sudah siap punya tato atau ditato? (idi)
Advertisement