Ritual Ake Dango Ritual Paling Sakral
Festival Tidore 2018 resmi dibuka, Jumat (30/3) malam. Pembukaan dilakukan dengan prosesi adat Rora Ake Dango (Air Bambu), di Sonine Gurua (tanah lapang tempat ritual adat) Kelurahan Gurabunga, Kelurahan Tidore.
Festival ini merupakan rangkaian Hari Jadi Tidore (HJT) ke-910.
Ritual Ake Dango adalah ritual paling sakral dari beberapa rangkaian acara yang ada. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore, Yakub Husain, ritual ini adalah tradisi asli Tidore. Keaslian bisa dilihat dari ritual pengambilan air suci (Tagi Kie) dan bersih gunung.
"Tagi Kie dan bersih gunung memang belum dipublish ke umum dan media. Karena, ritual ini dilakukan oleh orang khusus saat mengambil air dari puncak Gunung Tidore," katanya, disela gladi bersih Ake Dango.
Sumber air di puncak Gunung Tidore adalah tempat keramat. Sumber air ini juga disebut sebagai pelakon utama atau sumber utama kehidupan. Tidak sembarang orang bisa mengambil air itu. Hanya keturunan lima Sowohi (kepala suku) yang boleh mengambilnya.
Advertisement
Air itu menjadi penting, lantaran akan diantarkan ke pihak Kesultanan Tidore, Sabtu (31/3). Dan akan dilanjutkan dengan Prosesi Ratib Haddad Farraj. Namun, air itu diinapkan terlebih dahulu di lima rumah adat dari lima Sowohi marga yang ada di Kesultanan Tidore. Sowohi ini lah sebagai penjaga wilayah Kesultanan Tidore.
Sementera Walikota Tidore Kepulauan, H Ali Ibrahim, mengatakan prosesi Ake Dango merupakan ritual pertemuan Lima Marga. Prosesi itu untuk mengantarkan air menggunakan Rau yang telah diambil dari puncak gunung. Air dan Rau itu dipersatukan dalam Bambu (Dango).
Prosesi dilakukan pada pukul 20.00 WITA. Dengan suasana gelap hanya diterangi obor-obor api. Ritual ini menjadi tontonan menarik bagi masyarakat dan wisatawan yang datang.
Walikota memberikan apresiasi atas digelarnya prosesi adat Ake Dango.
Menurutnya, Kesultanan Tidore bersama masyarakat adat telah memberi sumbangan besar dalam perkembangan peradaban masyarakat Kota Tidore Kepulauan. Ada nilai-nilai yang dikembangkan sebagai budaya dan peradaban asli. Seperti Fomagogoru se Madodara, Maku Waje, Maku Toa Soninga, Maku Sogise, Maku Digali, Maku Duka.
Walikota Ali Ibrahim mengaku menaruh perhatian besar dalam pengembangan Adat Se Atoran, beserta kelembagaannya. Hal ini tercermin dari salah satu misi, yaitu Penguatan Adat, Budaya dan Nilai-nilai Kearifan Lokal, sebagai Modal Sosial untuk mendorong Akselarasi Pembangunan Pariwisata Daerah.
“Semoga prosesi adat Ake Dango semakin mempererat rasa kebersamaan dan kerjasama antara sesama. Serta menuju visi ”Mewujudkan Kemandirian Kota Tidore Kepulauan Sebagai Kota Jasa Berbasis Agro-Marine”,” ujarnya.
Sementara, Sultan Tidore H Husain Syah mengatakan, masyarakat Tidore adalah masyarakat yang bijaksana dalam menyikapi perbedaan, menjunjung tinggi toleransi, dan dapat membangun semangat persatuan.
Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah mengangkat kembali nilai-nilai budaya, peradaban serta adat istiadat masyarakat Tidore sebagai implementasi dari rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah daerah seperti yang tertuang dalam visi-misi Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Ketua dan anggota DPRD Kota Tidore Kepulauan, Ketua TP PKK, Hj. Sulama Ali Ibrahim, Permaisuri Sultan, Pimpinan Cabang BRI Tidore, serta pimpinan SKPD.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, dalam memajukan pariwisata Tidore Kepulauan ini tidak hanya dilakukan pemerintah setempat. Namun butuh dukungan semua pihak.
"Upaya pengembangan pariwisata itu harus dilakukan semua pihak, atau semangat Indonesia Incorporated. Harus dikedepankan kolaborasi pemerintah untuk memajukan Tidore ini. Sebab upaya tidak hanya bisa diserahkan kepada satu pihak saja. Harus semua stakeholder," ujarnya.
Menpar Arief Yahya meminta kepada Festival kegiatan dan kemeriahan Festival Tidore harus digaungkan di sosial media, dan harus tersebar hingga dunia international. (*)
Advertisement