Rasyida Alam, Busana Muslim Etnik Cocok Saat Ramadhan
Tahun 2001 lalu, Rizanty Tuakiya, rela meninggalkan pekerjaanya sebagai penyiar di salah satu stasiun radio di Surabaya. Ia berkeinginan untuk membantu salah seorang janda di kampungnya, dengan membuka pembuatan busana Muslim.
Saat itu dirinya hanya mengajak ibu itu untuk menjadi satu-satu penjahitnya. Sedangkan untuk urusan desain, Rizanty sendiri lah yang bertugas untuk membuatnya.
“Pertama kali membuka usaha hanya di garasi rumah saja. Itu pun hanya dibantu satu penjahit,” kata Rizanty Tuakiya saat ditemui di workshop-nya yang berada di kawasan Kebonsari Sekolahan, Surabaya.
Kelamaan, Rizanty merasa baju yang dibuatnya sama dengan baju-baju muslim lainnya. Tahun 2005, munculah ide memadukan busana muslim dengan etnik itu ketika ia mencoba menyatukan motif keduanya, ternyata hasilnya cocok. Rizanty lalu mencari pelukis yang bisa mengimplementasikan keinginannya.
Ia kemudian menciptakan merek baru, bernama Rasyida Alam. Nama itu adalah akronim dari anak dan suaminya, yaitu Ra (M Ramadan Alamsyah Putra), Syida (M Al Syidat Alamsyah Putra), dan Alam (Yudi Alamsyah).
Advertisement
"Kesan etnik itu diwujudkan dalam pemilihan bahan batik maupun tenun, serta motif lukisan. Awalnya yang saya angkat memang lukisan di atas busana, tapi temanya tetap etnik. Misalnya wayang,” kata ibu dua anak ini.
Mulai dari motif wayang, bunga, dan pemandangan dijadikan lukisan etnik yang dipadu padankan dengan busana muslim bikinannya. Menurutnya, busana muslim kreasinya beda dari yang lain.
“Pelanggan mencari busana muslim yang gak umum. Karena tahu sendiri kan bila baju muslim itu banyak di pasaran, tetapi untuk yang etnik masih sedikit,” lanjut wanita berjilab ini
Mendapat respons bagus dari konsumen, Rizanty makin teguh dengan pilihannya mengangkat busana muslim etnik. Bahan kain batik dan tenun dia buru dari berbagai daerah di Indonesia. Ada tenun Bima, Jepara, Bali, NTT, juga NTB.
“Batiknya dari Jatim, Jateng dan Jabar. Ide desainnya lebih banyak saya cari di internet, termasuk baju-baju luar negeri. Nanti tinggal disesuaikan dengan karakter busana muslim saja,” papar lulusan D-3 FMIPA Unair, Surabaya, jurusan Fisika ini.
Selain itu, Rizanty punya cara khusus untuk menjaga kepuasan dan kepercayaan pelangganya, yakni dengan menjanjikan pengerjaan yang tepat waktu.
Advertisement
Untuk meraihnya, Ia menjanjikan bila ada pelanggan yang memesan busana hingga hari yang ditentukan tidak selesai maka akan dibebaskan dari biaya.
“Dengan janji biaya gratis tersebut, banyak pelanggan yang akhirnya beralih ke kami dan meninggalkan penjahit yang lain," katanya.
Rizanty mangatakan, Awalnya ia pernah merasa puyeng, karena banyak modal untuk menalangi kerugian itu, namun karena ia telah berkomitmen, maka demi menyenangkan pelanggan, ia merasa tak mengapa.
Hal itulah yang hingga kini tetap menjadi prinsip kerja utama Rizanty. Kepercayaan pelanggannya yang membuat dirinya besar hingga sekarang ini.
Tahun 2012, usahanya makin melesat, ia sampai-sampai harus pindah rumah, karena rumahnya di gayung sari penuh dengan puluhan mesin jahit. akhirnya ia membeli rumah di Jl Kebonsari Sekolahan 14 Surabaya, yang dijadikan workshop sampai sekarang.
Dibantu 40 karyawan yang sebagian besar warga sekitar, dalam sebulan Rasyida Alam bisa memproduksi 500 potong busana muslim. Harganya beragam, dari yang termurah Rp 200 ribu sampai busana terusan Abaya yang mencapai Rp 1,5 juta.
Kini pengusaha UKM kelahiran Surabaya 29 Agustus 1969 ini punya lima outlet untuk memajang karyanya, yaitu dua di Jembatan Merah Plaza (JMP), Royal Plaza, City of Tomorrow (Cito), dan rumah lamanya di Gayungsari.
“Nggak perlu buka toko banyak banyak, promosi lewat online saja sambutannya
luar biasa," kata pengusaha yang bergabung menjadi binaan Semen Indonesia sejak 2014 ini.
Kini, Rizanty yang mengaku beromzet Rp 300 juta perbulan tersebut bisa menghidupi puluhan karyawan. (frd)
Advertisement