Perlu Konsekuen Terapkan Pancasila, Ini Pesan Aisyah Hamid
Warga Muslimat Nahdlatul Ulama dan kaum Nahdliyin berduka. Dengan berpulang ke Rahmatullah Nyai Hj Aisyah Hamid Baidlowi (Ketua Umum PP Muslimat NU 1995-2000), Kamis (8/3/2018) pukul 12.50 WIB di RS Mayapada, Lebak Bulus.
Berita meninggalnya adik kandung KH Abdurrahman Wahid ini, segera beredar di media sosial. Di antaranya, dinyatakan poltisi Partai Golkar, Ridwan Hisjam. Kini sejumlah tokoh sedang menyampaikan bela sungkawa di rumah duka Jl. Bukit Pratama Raya A 9, Pasar Jumat, Lembak Bulus Jakarta Selatan. Jenazah almarhumah akan dimakamkan di kompleks Makam Pesantren Tebuireng Jombang. “Semoga almarhumah husnul khotimah. Al Fatihah,” tulisnya.
Catatan ngopibareng.id, sikap Aisyah Hamid paling mengesankan ketika ia mengingatkan kepada pemerintah akan pentingnya kembali dan secara konsekuen menerapkan filosofi dasar Pancasila dalam menjalankan atau membuat setiap kebijakan. “Dengan begitu apa pun yang dilakukan akan selalu mengacu pada terutama kepentingan rakyat, bangsa, dan negara,” kata Aisyah Hamid, bersama sejumlah anggota keluarga Pahlawan Nasional yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI).
Pernyataan sikap itu, disampaikan di Museum Naskah Proklamasi, Jakarta, sekaligus merayakan hari lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni 2010 ketika itu. Selain Aisyah Hamid Baidlowi, sebagai Ketua Umum IKPNI, juga dihadiri Bambang Sulistomo yang putra tokoh kemerdekaan Bung Tomo, serta istri pahlawan nasional Basoeki Rachmat.
Garis keturunan, memang tak bisa memisahkan Nyonya Aisyah Hamid Baidlowi, putra kedua dari enam bersaudara keluarga KH Abdul Wahid Hasyim. Ia ditakdirkan berada di tengah keluarga aktivis dan tokoh Nahdlatul Ulama. Kakeknya, KH Hasyim Asy'ari, adalah tokoh pergerakan dan pendiri NU. Sementara ayahnya KH Abdul Wahid Hasyim, adalah tokoh Republik dan NU yang didampingi Ny Solichah Wahid Hasyim yang juga tokoh pergerakan wanita dan Muslimat NU. Kakaknya, KH Abdurrahman Wahid (almaghfurlah, Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dan Presiden ke-4 RI).
Mengikuti jejak keluarganya, Ny Aisyah menjadi Ketua Umum PP Muslimat NU periode 1995-2000. Ini menunjukkan bahwa ia tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang tidak bisa dipisahkan dari NU. Ia memang layak menempati posisi itu, apalagi ibundanya, Ny Wahid Hasyim, menanamkan proses pengkaderan dengan merekam setiap kegiatan yang diikuti ke mana ibunya pergi.
Dilahirkan di Jombang, 6 Juni 1940, ia mulai terlibat organisasi pada usia 19 tahun saat dipercaya menjadi Wakil Ketua Fatayat NU Cabang Matraman, Jakarta. Berbagai jabatan dalam organisasi di tingkat daerah hingga nasional dipercayakan kepadanya, hingga pada kongres ke-13 di Jakarta pada 1995, Ny Aisyah Hamid Baidlowi terpilih sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU menggantikan Ny Asmah Syachruni.
“Nahdlatul Ulama sebagai organisasi dakwah Islam terbesar se-Indonesia membutuhkan sebuah frame yang berfungsi sebagai panduan dakwah. Frame ini berguna untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap aktivitas dakwah Nahdlatul Ulama di segenap aspek. Baik oleh para pengurus di berbagai tingkatan maupun oleh tiap komunitas di berbagai konsentrasi dakwah.”
Demikian Nyai Hj. Aisyah Hamid Baidhowi, sesepuh Muslimat NU, yang sempat dicatat ngopibareng.id.
Menurut cucu Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari ini, frame tersebut digunakan sebagai bingkai dakwah agar setiap kegiatan dan misi perjuangan NU tidak keluar dari koridor-koridor Ahlussunnah wal Jamaah.
"Pedoman dakwah ini bisa dibuat untuk jangka waktu yang panjang. Jadi tidak berubah setiap ganti kepengurusan atau berubah terjadi perkembangan tren zaman. Dengan pedoman ini, kita bisa mempersiapkan materi-materi dan visi dakwah ke depan dalam jangka panjang," tutur Aisyah.
Bila memiliki pegangan yang kuat, Nahdlatul Ulama dapat menapaki tahapan-tahapan dakwah dengan lebih mantap dan tidak mudah terombang-ambing oleh situasi dan kondisi sosial-politik yang ada. Dengan pijakan dakwah yang kokoh Nahdlatul Ulama dapat memprediksikan pola masyarakat yang diinginkan dan akan dibentuk hingga puluhan tahun ke depan.
"Pedoman atau panduan dakwah ini bisa dibuat oleh para ahli dakwah dengan melibatkan para sosiolog dan futurolog, sehingga tidak cepat basi atau ketinggalan zaman. Panduan dakwah ini mengatur tentang skala prioritas dan batasan-batasan toleransi Ahlussunnah wal Jamaah yang dikembangkan oleh berbagai kalangan pengurus, aktifis dan warga Nahdlatul Ulama," ungkap adik kandung Gus Dur ini.
Aisyah berpendapat, tanpa panduan yang jelas dalam berdakwah warga Nahdliyin akan kehilangan arah dalam mewujudkan cita-cita kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tanpapedoman dakwah yang jelas, para aktifis dikhawatirkan hanya akan mengikuti trend global yang tidak tentu arahnya.
"Sejak awal didirikan, NU mencita-citakan tumbuhnya masyarakat religius dalam bingkai Islam Ahlussunnah wal Jamaah sejahtera dan bermartabat. Nahdlatul Ulama harus terus dijalankan dalam rel yang jelas, rel dakwah yang mengayomi warga masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Islam rahmatan lil'alamin”.
Demikian sejumlah pandangan Nyai Hajah Aisyah Hamid Baidlowi. Semoga almarhumah diterima di Sisi Allah swt sesuai amal ibadahnya, serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan iman dan Islam. (adi)