Pengalaman Pertama Rasakan Kemeriahan Natal di Inggris
Di Inggris, dengan mayoritas penduduknya beragama nasrani, perayaan Natal tentu lebih terasa kental dibanding Indonesia. Bahkan sejak bulan November, suasana Natal sudah bisa dirasakan. Karena tak sedikit aksesoris Natal yang sudah menghiasi setiap sudut kota.
Maka, perayaan Natal di luar negeri adalah hal yang sangat saya nantikan selama tinggal di Inggris. Karena sebulan sebelum Desember tiba, jalanan dan pusat kota-kota di Negeri Ratu Elizabeth sudah diramaikan oleh suasana Natal.
Hal itu bisa dilihat dengan adanya Christmas market, toko-toko penjual Christmas gift set. Dan tentu saja yang paling seru adalah diskon-diskon akhir tahunnya. Sehingga saya pun jadi tak sabar menantikan Hari Natal tiba.
Di Kota Leeds, tempat saya belajar, ada German Christmas market. Sedangkan di tengah taman University of Leeds juga terpampang pohon Natal besar nan cantik.
Tak hanya di Leeds, kemeriahan Natal juga terlihat ketika saya berkunjung ke Manchester, dimana Christmas market di dekat jalur tram langsung menyambut kedatangan saya di kota yang menjadi markas tim raksasa Inggris, Manchester United.
Advertisement
Tidak hanya di utara Inggris, di bagian selatan pun tidak kalah menarik karena London berhasil mengubah taman terbesar yang dimiliki menjadi “Winter Wonderland”. Seisi taman berubah menjadi pasar malam penuh dengan hiburan, wahana atraksi, makanan hangat dan musik Natal.
London “Winter Wonderland” adalah salah satu yang sangat terkenal saat menyambut Natal. Semua dinding dan plafon pertokoan pun dipenuhi hiasan yang sangat festive dan berbau Natal. Bahkan satu rumah bangsawan yang dijadikan museum, juga didekorasi untuk menambah unsur Natal yang homey.
Studio tempat filming Harry Potter selama 10 tahun pun menjadi jauh lebih magis ketika ditutupi salju. Memang, Inggris belum bersalju di bulan Desember ini, tapi orang di London kreatif dalam membuat salju buatan.
Tapi disamping semua kemeriahan yang saya saksikan sebelum Natal, justru rasanya berbeda di hari-hari menjelang Natal. Tidak seperti di Indonesia, apapun hari besarnya, jalanan akan tetap ramai.
H-2 menjelang Natal, supermarket dekat rumah yang saya tinggali dijejali pengunjung. Tidak sedikit dari mereka yang memborong “Christmas Gift Set”. Belanja banyak makanan, minuman, serta kue-kue dari supermarket tersebut.
Lalu tiba sehari sebelum Natal, ketika malam hari, toko-toko sudah tutup lebih awal, pusat kota yang selalu ramai setiap harinya, jadi sepi hampir layaknya kota mati. Saya sempat kena peringatan di cafe kecil di pusat kota ketika nongkrong. Mereka bilang, “we’re closing early today” dengan nada sedikit mengusir.
Advertisement
Orang di Inggris memang selalu menghabiskan waktu dengan keluarga di malam Natal dan saat hari Natal. Mereka lebih suka merayakan di rumah. Liburan Natal di sini benar-benar menjadi ajang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Betapa pentingnya momen Natal itu juga ditunjukkan salah satu dosen saya di sini. Karena tak ingin diganggu urusan apa pun selama Natal, dia bilang, “don’t email me on Christmas Eve”. Bisa dipastikan karena tidak ada transportasi umum yang berjalan, banyak juga Uber drivers yang tidak narik pelanggan di hari itu.
Saya sendiri sedang di Coventry saat Natal. Bersantai di rumah teman seharian, meski hari itu rasanya ingin jalan-jalan karena hari sedang cerah.
Suasana kota lengang. Saya sempat menengok ke arah jalan raya, kosong. Padahal itu jalan tol yang biasa dilewati banyak orang. Akhirnya kami pun merayakan libur Natal di rumah bersama teman-teman dengan memasak makan malam ala-ala.
Tapi sehari setelah Natal, tepatnya 26 Desember 2019 waktu setempat, adalah hari dimana orang-orang akhirnya keluar rumah, berburu diskon. Di Boxing Day saya putuskan untuk ke Birmingham.
Jaraknya dari Coventry 21,8 mil atau sekitar 20 menit dengan kereta, dan butuh uang sebesar 4 poundsterling untuk perjalanan pulang pergi. Lantaran tak ada kereta yang jalan hari itu, jadi saya harus ngakalin naik bus yang durasinya bisa sampai 1 jam.
Hari itu akhirnya saya putuskan naik bus kota yang kalau seharian cuma membayar 3,9 poundsterling, bisa kemana saja di West Midlands, termasuk Birmingham-Coventry. Ini menjadi pengalaman pertama saya ke Birmingham naik city bus yang dipenuhi penumpang. Saking penuhnya, sampai-sampai orang-orang harus berdiri.
Saya pun tak kuat, sehingga memutuskan turun di Bandara Birmingham, lalu naik Uber ke Grand Central Birmingham. Tidak kaget, kalau pusat perbelanjaan di Birmingham itu penuh orang-orang bawa tas belanjaan. Karena tulisan “SALE” terpampang nyata di banyak pertokoan.
Begini ya rasanya merayakan libur Natal di Inggris. Pengalaman baru yang jarang saya rasakan di Indonesia. Karena kalau di Tanah Air, sesuai tradisi pasti saya lagi cari makan di luar bareng keluarga.
Advertisement
Advertisement