Mencaci-maki Peminum pun Tak Dikehendaki Nabi
Ketika umat Islam baru pulang dari peperangan, ada orang-orang munafik memprovokasi umat Islam dengan mengatakan, "Kalau betul Nabi kalian ini Nabi yang benar maka kalian tidak akan kalah perang, kalian pasti akan menang." Maka Sayyidina Umar bin Khattab Ra. yang mendengar ucapan tersebut menjadi geram, lalu menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta izin membunuh mereka untuk menyelesaikan masalah ini.
Itulah, antara lain, taushiyah Habib Umar bin Hafidz, dalam acara Jalsatuddu'at Pertama di JIC (Jakarta Islamic Center) Jakarta Utara, Ahad malam Senin, 15 Oktober 2017 M. Berikut ceramah Habib Umar yang disajikan selanjutnya di ngopibareng.id.
Nabi Saw. menjawab, "Wahai Umar sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) mengucap La ilaha illallah."
Sayyidina Umar bin Khattab Ra. lalu berkata, "Sesungguhnya lidah mereka mengucap La ilaha illallah, tetapi hati mereka tidak."
Maka Nabi Saw. bersabda, "Saya tidak diperintahkan untuk memeriksa hati manusia."
Adapun kepada orang-orang Yahudi yang Sayyidina Umar meminta izin membunuh mereka, Nabi Saw. berkata, "Saya punya perjanjian dengan mereka, bagaimana saya akan menggugurkannya dengan membunuhi mereka? Selama mereka mengucapkan omongan dan provokasi secara diam-diam dan mereka tidak membatalkan perjanjian ini, maka saya tidak punya jalan untuk membatalkan perjanjian ini."
Advertisement
Kemudian di masa tersebut ada seorang anak kecil dari keturunan Yahudi. Anak kecil ini memiliki keistimewaan bisa mengetahui isi hati orang-orang dan hal yang ghaib dan membicarakannya di tengah-tengah masyarakat. Ibnu Shayyad namanya dan dikenal dengan Dajjal. Sayyidina Umar meminta izin membunuhnya daripada membuat fitnah.
Tapi Nabi menjawab, "Kalau benar Ibn Shayyad itu Dajjal, maka kau tidak akan mampu membunuhnya. Sebab sudah kusabdakan di akhir zaman nanti akan datang Dajjal yang akan melakukan hal ini dan hal itu. Kalau engkau melakukan itu berarti sabdaku tidak benar dan bohong. Kalau memang ternyata dia Dajjal, maka tidak ada kebaikan bagimu ketika membunuh anak ini."
Dalam arti sesungguhnya kemarahan dan kecumburan yang seharusnya hanya untuk Allah, apabila dijadikan bukan karena Allah maka justru akan menarik orang-orang tersebut di luar jalan Allah Swt. Maka sesungguhnya tempat kemarahan, kecemburuan dan ketegasan karena Allah Swt. terhadap orang kafir tersebut, dengan cara tidak membiarkan kemungkaran-kemungkaran tersebut menyebar pada diri kita, keluarga kita dan dari dalam rumah kita.
Bukan seseorang yang mengklaim dia tegas dan marah karena Allah tetapi dia bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya, kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat Allah, terbukanya aurat bagi kaum wanitanya. Namun, ketika melihat ada orang-orang yang di luar sana melakukan kemungkaran tersebut dia marah, dia bangkit, kemarahan dan emosinya siap melakukan kekerasan, sedangkan kesalahan yang ada pada keluarganya sendiri dia hanya diam seribu bahasa. Bukan itu yang dimaksud marah karena Allah Swt.
Ada salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang meminum minuman keras. Kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah, dan dihukum cambuk 41 kali. Kemudian setelah itu dia melakukan lagi dan tertangkap lagi dan dicambuk 41 kali untuk kedua kalinya. Sampai dengan yang ketiga kalinya dia tertangkap lagi dan dicambuk, sehingga ada orang yang mencaci makinya.
Nabi yang mendengar caci maki itu kemudian bersabda, "Tidak, ini sudah melewati batas. Jangan mencaci maki dia. Dia sudah dihukum cambuk 41 kali. Janganlah kalian menjadi antek setan yang menjerumuskan saudaramu yang Muslim lebih jauh kepada Allah Swt." Bahkan orang itu dipuji oleh Nabi Saw., "Ketahuilah, bagaimanapun dia tetap cinta kepada Allah dan RasulNya."
Nabi Muhammad Saw. menyetujui, mengikrarkan dan menetapkan ini hukum Islam harus ditegakkan atas peminum minuman keras, tapi Nabi Saw. pun tidak memperkenankan seorang Muslim mencaci Muslim lainnya. Ini adalah timbangan kenabian. (bersambung)
Advertisement