Kiai Zarkasyi, dan Santri yang Mati dalam Hidup
KH Imam Zarkasyi, seorang di antara tiga pendiri Pesantren Gontor Ponorogo, punya cara untuk menempa santrinya. Tentu saja, secara mendasar dihubungkan dengan prinsip amal jariyah yang membawa manfaat kepada orang lain. Semakin besar manfaat karya seseorang semakin besar nilai amal jariyah dari karya itu.
Sehingga, karya yang bermanfaat merupakan salah satu bentuk ibadah dan realisasi ketakwaan serta menjadi ukuran kebesaran seseorang. Seperti yang selalu menjadi tekadnya ketika mulai merintis sistem pesantren modern, Kiai Imam Zarkasyi mengatakan,“Apabila saya tidak berhasil mengajar memalui pesantren, maka saya akan mengajar dengan pena.”
Hal ini menunjukan, karya, dalam pandangan KH Imam Zarkasyi, merupakan amal yang bermanfaat bagi orang lain, bisa berupa keberhasilan anak didiknya atau hasil karya tulis.
Pernah terjadi dialog antara KH. Imam Zarkasyi (Kiai) dan salah seorang mantan anak didiknya (santri):
Kiai : Kamu sudah mengajar?
Santri : Belum.
Kiai : Mati, kamu!
Lalu disambung lagi.
Kiai : Sudah menulis atau menterjemahkan buku?
Santri : Belum.
Kiai : Mati kamu!
Kemudian disambung lagi.
Kiai : Sudah kawin?
Santri : Belum!
Kiai : Mati, kamu!
K.H. Imam Zarkasyi dalam dialog tersebut mengingatkan santrinya, dalam hidup ini seorang hendaknya berkarya. Mengajar, menulis, atau menterjemahkan buku, berarti ia menyebarkan ilmu, dan itulah karya. (adi)
Advertisement