Kemiskinan Turun, Bantuan Pangan Non Tunai Naik Jadi Rp150 Ribu
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengumumkan jika angka kemiskinan turun dari 0,19 persen poin menjadi 9,22 persen pada tahun 2019. Penurunan tersebut disebabkan adanya kebijakan yang tepat, seperti Program Bantuan Pangan Non Tunai atau BPNT.
"Ini sangat menggembirakan. Di awal Pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Wakil Presiden Amin Ma’ruf angka kemiskinan bisa turun," kata Mensos di Jakarta, Rabu 22 Januari 2020.
Angka kemiskinan turun sebesar 0,19, menjadi 9,22 persen pada September terhadap Maret 2019, dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018.
Mensos menyampaikan, garis kemiskinan terbesar dipengaruhi oleh garis kemiskinan makanan.
Hal itu tercermin dari survei BPS pada Maret 2018, di mana komoditas beras menduduki peringkat pertama sebagai komoditas paling berpengaruh terhadap kemiskinan yaitu 20,95 persen di perkotaan dan 26,79 persen di perdesaan. Pun dengan telur di peringkat ke-3 dengan sumbangan 4,09 persen di perkotaan dan 3,28 persen di perdesaan.
Advertisement
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Sosial telah memutuskan menaikan indeks bantuan BPNT dari semula Rp110 ribu/KPM/bulan menjadi Rp150 ribu/KPM/bulan.
Di samping itu, dalam kenaikan tersebut juga disertai dengan penambahan bantuan bahan pangan lain, seperti beras, jagung, pipilan dan sagu untuk makanan sumber karbohidrat; telur, ayam, daging sapi dan ikan segar sebagai sumber protein hewani; kacang-kacangan seperti tempe dan tahu sebagai sumber protein nabati, dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral.
"Bahan pangan tambahan selain beras dan telur dapat melihat kebutuhan KPM di daerah setempat, semisal di daerah Papua banyak Ikan segar dan sukanya Sagu, lalu di Nusa Tenggara Timur populernya Jagung atau di Jawa nyamannya tempe dan tahu," tutur Mensos.
Penambahan bahan pangan pada Program Sembako tersebut juga mendukung Program Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting).
Bahan pangan tambahan seperti sayur-mayur, buah-buahan, ikan segar, daging atau kacang-kacangan dapat diolah menjadi Makanan Pendamping ASI (MPASI).
Bahan pangan tambahan juga dapat meningkatkan varian gizi yang didapat oleh Ibu Hamil. Mensos berharap keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT juga mendapatkan edukasi pemanfaatannya. Untuk itu,perlu kerja sama semua pihak agar program ini berjalan sukses.
"Saya sampaikan supaya jangan sampai Rp150 ribu ini hanya terus saja dibelanjakan beras, bahan pangan lain juga diperlukan untuk dapat meningkatkan gizi KPM," kata Mensos.
Sementara itu, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung mengatakan Program Bantuan Pangan oleh Pemerintah telah lama dilakukan dan mengalami perjalanan yang cukup panjang.
"Hingga tahun 2020 merupakan Tahap Evolusi ke-VI, dimulai sejak tahun 1997 dalam bentuk Operasi Pasar Khusus (OPK) sebagai respon atas krisis ekonomi dan kemarau berkepanjangan pada waktu itu," jelas Andi.
Program OPK sendiri, dikatakan Andi berubah menjadi Subsidi Beras Miskin (Raskin) pada tahun 2002. Bantuan Raskin berupa 15 kg/KPM/bulan dengan biaya tebus Rp. 1.600,-/Kg.
Raskin kemudian berubah menjadi program Subsidi Beras Sejahtera (Rastra) pada tahun 2016, dengan fokus sasaran pada masyarakat berpendapatan rendah.
Pada tahun 2017, Subsidi Rastra bertransformasi menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dengan skema bantuan pangan tidak lagi di distribusi dalam bentuk beras tetapi nontunai, melalui sistem perbankan kartu elektronik (KKS) yang diberikan langsung kepada KPM untuk dapat memperoleh beras dan/atau telur pada outlet khusus yang ditunjuk yaitu E-Warong.
Kemudian tahun 2018 Subsidi Rastra menjadi Bansos Rastra target 5,6 juta KPM dan BPNT 10 juta KPM.
Pada tahun 2020 program BPNT diperluas manfaatnya menjadi Program Sembako. "Untuk jumlah KPMnya masih dalam perhitungan," kata Andi.
Advertisement