"Genjer-Genjer" Diplesetkan Jadi "Jenderal-Jenderal"
Entah siapa yang memulai. Lagu “Genjer-Genjer” diplesetkan jadi “Jendral-Jendral”. Lagu ini pun dipopulerkan PKI dan Gerwani saat malam pemberontakan G-30-S PKI.
Konon Genjer-Genjer yang sudah digubah jadi Jenderal-Jenderal ini dinyanyikan sebagai lagu himne PKI saat peristiwa G 30 S tahun 1965 terjadi.
Dalam filmnya, para Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan Pemuda Rakyat (ormas pemuda di bawah PKI) tampak menyanyikan lagu itu, ketika para jenderal yang diculik diinterogasi dan disiksa. Itu bisa ditonton dalam film Penghianatan G-3-PKI yang disutradarai Arifin C. Noer.
Sejak pergantian lirik ini dari Genjer-Genjer menjadi Jenderal-Jenderal, kini berubah bernuansa kejam dan sadis.
Misalnya lirik bagian kedua: 'Genjer-Genjer, nang kedhokan pating keleler (genjer-genjer, di petak sawah berserakan) diganti 'esuk-esuk pating keleler' (Jenderal-Jenderal, pagi hari, berserakan). Jelas maksudnya, jenazah para Pahlawan Nasional, tujuh Jenderal yang dibunuh PKI ini.
Advertisement
Dalam catatan Hasan Singodimayan, seniman HSBI, teman akrab M Arif, yang membuat lagu itu mengerikan, sebab "Genjer-genjer" telah dipelesetkan, jadi seperti:
Jendral Jendral Nyang ibukota pating keleler
Emake Gerwani, teko teko nyuliki jendral
Oleh sak truk, mungkir sedot sing toleh-toleh
Jendral Jendral saiki wes dicekeli
Jendral Jendral isuk-isuk pada disiksa
Dijejer ditaleni dan dipelosoro
Emake Germwani, teko kabeh milu ngersoyo
Jendral Jendral maju terus dipateni
Akibat plesetan itu, akhirnya, Genjer-Genjer jadi lagu yang terlarang. Plesetan itu dihubungkan dengan saat tujuh Jenderal TNI AD yang diculik PKI dan dibunuh.
Sejak G-30-S PKI tahun 1965 hingga sekarang, baik versi Genjer-Genjer maupun Jenderal-Jenderal, lagu itu jelas dilarang oleh pemerintah RI.
Cuma kadang anak-anak muda, iseng aja membawakan lagu itu. Misalnya tahun lalu, sebuah band reggae di Mojokerto membawakan lagu Genjer-Genjer. Langsung ditangkap dan diamankan. “Alhamdulillah sudah dibebaskan Mas, anak-anak kapok,” kata seorang personil band reggae ini kepada ngopibareng.id tadi sore. Ia tak mau namanya disebut. Juga tidak mau mengingat peristiwa itu.
Selain di Mojokerto, sebuah radio di Solo, pernah memutar lagu Genjer-Genjer. Nasibnya sama, penyiar radionya didemo massa. Juga ditangkap dan diamankan. Namun setelah menyatakan permintaan maaf di kertas bermaterai, ia dilepaskan lagi.
Sebuah band reggae di Jogyakarta, sebelumnya, juga menyanyikan lagu ini. Saat kejatuhan Orde Baru dan Soeharto mengundurkan diri, Genjer-genjer kembali popular, band reggae ini menyanyikan Genjer-Genjer versi reggae, jadi opening song dan ending song dalam serial dokumenter "40 years of silence" yang memuat sejumlah kesaksian mengenai tahun 1965-1966
Advertisement
Bagaimana dengan nasib pencipta aslinya, M Arif? Banyak sumber menyebut, begitu tahu lagunya identik dengan PKI dalam upaya kudeta yang gagal 30 September 1965, Arif meninggalkan rumah. Tidak ada kabarnya lagi hingga sekarang. Apakah diculik, dibunuh, atau bersembunyi dengan identitas lain.
Banyak media yang menulis, nasib M. Arif, terbunuh. Karena dianggap terlibat organisasi onderbouw PKI.
Belakangan, Genjer-Genjer, popular lagi. Utamanya saat “seminar” di YLBHI Jakarta, 18 September 2017 kemarin, eh Genjer-Genjer dinyanyikan lagi di dalam gedung YLBHI Jakarta ini. Ancene golek perkoro ..
Padahal lagu ini resmi dilarang pemerintah Orde Baru hingga pemerintahan sekarang. Pelarangan belum dicabut.
Identik Dengan Lekra
Kenapa lagu itu dilarang. Lagu ini, tentu saja, dianggap lagu koornya PKI. Apalagi diduga lagu ini dicipta oleh seniman Lekra, padahal keluarga M Arif membantah keras.
Apa itu Lekra? Nah Lekra ini adalah Lembaga Kebudayaan Rakyat binaan PKI. Kesenian yang lahir dari Lekra kebanyakan memang mengkritisi pemerintah pada masa itu. Termasuk, anggapan “Genjer-Genjer” ciptaan M Arif ini, menyerang pemerintah.
Lagu ini berkembang luas ke penjuru Indonesia. Digemari masyarakat, umatanya kalangan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Lekra, dan semua unsur PKI. Padahal, pengakuan sang pencipta sendiri, M Arif, lagu ini justru untuk melawan penjajahan Jepang, yaitu Banyuwangi yang makmur, makanan cukup, sejak Jepang datang, rakyat Banyuwangi menderita. Cuma makan genjer yang dipetik di rawa-rawa dan persawahan.
Menurut sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, sebenarnya bukan hanya lagu Genjer-genjer saja yang diubah aransemen dan liriknya. Tapi masih banyak lagu lagi . Hanya saja, Genjer-genjer memang paling popular.
Genjer-Genjer sebenarnya sudah tenggelan. Cuma, belakangan jadi perbincangan lagi, sejak seminar pro-PKI di gedung YLBHI Jakarta, beberapa hari lalu, yang “menghidupkan” lagi lagu Genjer-Genjer ini.
Simak di youtube lagu aslinya ini https://youtu.be/z_4wQ5L8fI4 (dmr/bersambung)
Advertisement