"Batu Itu Kota Yang Memberontak..!"
“Wis mau ngenteni, sori, yo, ayo mlebu.” Begitu sapa Walikota Batu Eddy Rumpoko, Jumat (15/9) tadi sore, begitu tiba di kantornya, menerima ngopibareng.id, yang sudah nunggu beberapa jam di ruang tamu, lantai lima, gedung baru Among Tani, Kota Wisata Batu (KWB).
Begitu masuk ruang kerja Walikota Batu dua periode ini (2007-2012 dan 2012-20017), terasa sang pemilik ruangan, punya selera yang bagus, berkelas. Ruangan tertata apik, elit, rapi, dengan mebeler yang gak murahan.
Di tembok, dipajang rapi sejumlah sertifikat dan penghargaan yang pernah diraih suami Dra Hj Dwanti Rumpoko, M.Si ini. Juga, ada poster Bung Karno, tepat di belakang ia duduk.
Begitu duduk di set sofa di ruang kerjanya, Pak Eddy -- begitu ia biasa dipanggil,--- nyentil stafnya, yang menyajikan hidangan, kelas camilan yang keras-keras. “Sing atos-atos ngene iki, wis gak tedas, gak usah disuguhno,” ujarnya. Ya, di ruang itu, ada sejumlah tamu, yang sudah paruh baya. Sebentar kemudian, kentang rebus dan sejenisnya, yang empuk-empuk, muncul di meja tamu.
Advertisement
Hari-hari ini, adalah hari-hari terakhir Edy Rumpoko menjabat Walikota Batu. Bila tak ada aral melintang, Desember 2017 nanti, sang Istri, akan dilantik jadi Walikota Batu, menggantikan dirinya,yang sudah mengabdi 10 tahun.
Kota Wisata Batu (KWB), dibawah Eddy Rumpoko, bukan lagi sebuah wilayah pertanian yang tertinggal, ---- yang awalnya hanya sebuah Kecamatan di wilayah Kabupaten Malang, yang memisahkan diri. KWB sudah disulap menjadi kota pariwisata yang maju pesat.
Dalam sepuluh tahun terakhir, misalnya, KWB melesat jadi kota wisata yang membelalakan siapa saja yang datang ke Batu.
“Bagi saya, Batu ini kota yang memberontak, karena terjepit, dan harus berkembang. Kami tak punya jalur bisnis, tidak ada pelabuhan, tidak ada bandara, tapi kami bertekad untuk maju,” ujar Bapak dua anak, Dinasty Rumpoko dan Ganisa Pratiwi Rumpoko ini, membuka obrolan.
Panjang lebar yang diobrolkan, hingga empat jam ke belakangan.
Setelah 10 tahun, obsesi apa yang belum terlaksana? Ditanya begitu, ia menjawab,”Bagi saya, yang penting masyarakat Batu bisa makmur semua, itu sudah bangus. Bila rakyat kenyang, bisa diajak bicara, kita arahkan lebih berkembang, mereka mau nerima. Tapi bila rakyatmu lapar, luwe, kamu kasih saran, iso ngamuk, diantemi koen.”
Yang membuat Eddy cukup puas, selama 10 tahun di bawah kepemimpinannya, Batu yang dulu dekat dengan imej “esek-esek” sekarang sudah hilang. Sekarang KWB sudah menjadi tujuan wisata keluarga. Banyak usaha “esek-esek” yang ditutup, dan ia cuma bilang, “ Silakan cari usaha di kota lain.”
Mengembangkan Batu, lanjut Eddy, harus konsisten, komitmen, dan gak bisa meniru daerah lain. “Daerah lain biar aja berkembang dengan potensinya, tapi Batu punya potensi sendiri yang bisa dikembangkan, kita konsisten di situ, terus menerus, dan gak usah nengok kiri kanan,” katanya.
Di bawah kendali Eddy, KWB “disulap” jadi kota wisata keluarga yang luar biasa. “Dulu, gak ada yang melihat potensi kota sebagai kota wisata. Bila nyebut wisata, tanyakan semua orang, pasti nyebutnya Bali. Tak ada satupun kota di Jatim yang tertarik daerahnya dijadikan kota wisata,” tegas Bapak dua anak kelahiran Manado, Sulawesi Utara, 8 Agustus 1960 ini.
Advertisement
Langkah awal Edy, begitu menjabat Walikota, dengan berani ia membuat tagline “KWB (Kota Wisata Batu)”. Tak cukup logo kota resmi yang dipajang, ia membuat logo KWB sendiri. Hingga sekarang, kalimat “KWB” sangat popular. Masyarakat Batu sangat bangga dengan sebutan KWB, warisan Eddy ini.
Konsep mengembangkan Batu, yang dilakukan Eddy, adalah mengembangkan potensi alam dan pertaniannya, menjadi potensi wisata, dengan mengangkat potensi desa yang terus dikembangkan jadi tujuan wisata.
Sebenarnya, kata Eddy, tak ada halangan apapun bagi Kepala Daerah di kota manapununtuk mengembangan daerahnya. “Kan banyak (Kepala Daerah) yang bilang, mereka susah berkembang karena kotanya miskin. Seolah-olah dengan kemiskinan berat untuk maju, padahal tidak demikian,” ujar Walikota yang menjabat Walikota Batu sejak 24 Desember 2007 ini.
Pengalaman 10 tahun memimpin Kota Batu, membuat Eddy, yakin, potensi pertanian dan alam, bisa maksimal menghidupi warganya. “Batu ini, kekuatannya adalah pertanian dan alamnya, dari situ kita besarkan, tandasnya.
Pembelaan Eddy terhadap petani, patut diacungi jempol.
Tidak semua upaya-upaya bisnis besar yang hendak masuk Batu, diterima semuanya. “Kadang ada pengusaha yang punya ide bagus, saya jawab, oh iya iya, padahal batinku, mugo-mugo gak keturutan, kenapa, karena bila investasi semua ditujukan ke Batu, ke depan saya khawatir malah merusak tananam masyarakat dan alam Batu itu sendiri, karena semua ada batas dan ukurannya,” katanya.
Advertisement
Akibat pesatnya perkembangan wisata Batu, harga tanah di Batu sekarang sangat naik. Ini membuat masyarakat, tidak lagi suka menanam, tidak lagi tanahnya ditanani buah-buahan, sayur mayur atau buah apel, misalnya. Tapi tanahnya malah dijual. Akibatnya, jelas tatanan masyarakatnya jadi rusak. Batu kehilangan kekuatannya, yaitu pertanian dan pesona alamnya. “Karena warga Batu, akan sejahtera oleh potensi pertanian, budaya dan alamnya, ini yang jangan sampai rusakm,” tukasnya.
KWB kian maju pesat dan jadi jujukan wisata utama di Jatim. Hingga 2017 ini, misalnya, lebih 40 tujuan wisata yang popular di KWB.
Jatim Park Group saja, contohnya saja, memiliki Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Eco Green Park, Museum Tubuh, Batu Night Spectacular (BNS), dan Predator Fun Park.
Belum lagi wisata alam seperti Coban Rais, Coban Talun, penangkaran kuda, Selecta, wisata petik apel, jeruk, strawberry.
Tahun 2017, Pemkot Batu menargetkan kunjungan wisatawan ke KWB mencapai 4,1 juta wisatawan. Tahun 2016 lalu tercapai 3,9 juta wisatawan. (dmr/bersambung)
Advertisement