Pemerintah Harus Terbitkan Juklak UU Perlindungan Anak Autis
Ketua Yayasan Advokasi dan Sadar Autisme Surabaya (ASA), Oky Mia Oktaviani mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan pelaksanaan undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
"Kalau untuk undang-undang sudah ada, tinggal peraturan pelaksanaannya belum keluar sampai sekarang. Pemerintah harus perhatikan masalah kebutuhan kami sebagai orang tua anak penyandang autis," ujar Oky Mia Oktaviani yang juga orang tua anak penyandang autis.
Oky menambahkan, anak dengan autis masuk dalam kategori disabilitas karena memiliki keterbatasan komunikasi maupun berinteraksi sosial dalam masyarakat.
"Harusnya undang-undang ini bisa memfasilitasi keterbatasan orang-orang dengan disabilitas termasuk autis, bagaimana pekerjaannya, bagaimana nantinya kalau dia ingin menikah. Agar mereka juga merasa sama dengan yang lainnya," kata Oky.
Menurutnya, disabilitas termasuk ada autis di dalamnya, tidak hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Hal ini yang tak tersentuh pemerintah maupun wakil rakyat.
"Sejauh ini pemerintah belum memberikan penanganan yang holistik. Karena penanganan anak autis itu berbeda dengan anak normal. Biaya kehidupan sehari-hari, terapinya dan masih banyak lagi," katanya.
Hal senada juga tegaskan oleh Edward Dewaruci, pengacara sekaligus salah satu pembicara dalam seminar bahwa peraturan perundang-undangan ini akan menjadi jaminan sosial bagi penyandang disabilitas maupun autis.
"Harusnya menjadi tanggungjawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendorong pemerintah segera mengeluarkan aturan pelaksanaan perundang-undangan tersebut," katanya.
Selain itu, harus ada dukungan dari semua masyarakat untuk mendesak pemerintah, agar pemerintah sadar bahwa hal ini memang dibutuhkan. Khususnya bagi penyandang disabilitas dan orang tuanya.
Ia menilai bahwa saat ini penanganan terhadap penyandang disabilitas masih tergantung dari kebijakan pemerintah daerah masing-masing.
"Ini yang akhirnya tidak menjadi standar penanganan kaum disabilitas, karena tidak adanya petunjuk pelaksanaan. Jadi tergantung kepala daerahnya masing-masing," katanya. (pts)
Advertisement