Akulturasi Budaya Bali-Tiongkok, Milenial: Keren Juga ya...
Imlek tinggal menghitung hari. Sejumlah event berbau perayaan Imlek sudah mondar-mondar cukup banyak. Apalagi hiasan-hiasannya, nyaris tak ada ruang publik yang tidak terisi dengan nuansa merah. Apa itu lampion, atau hanya sekadar kain penghias ruang.
Di Bali, momen ini malah dibikinkan festival. Namanya pun juga unik: Balingkang Kintamani Festival 2019.
Festival ini digelar bukan hanya sekadar Bali yang memang jadi tujuan wisata. Bukan juga sekadar Bali merupakan tempat ngumpulnya para wisatawan mancanegara, bahkan yang terbesar wisatawan China. Tetapi festival ini lebih bisa dilihat dari kacamata yang berbeda: yaitu akulturasi. Akulturasi masa lalu yang sungguh keren. Berupa kisah masa lalu yang intim antara manusia Bali dan Tiongkok.
Kategorinya kisah romansa. Kisah cinta antara penguasa Bali Kuno, Sri Jaya pangus dengan permaisuri Kang Cing Wie dari Tiongkok dan Dewi Danu sang putri dari penguasa Danau Batur.
Akulturasi demikian intim itu dimulai Kerajaan Balingkang. Dari sinilah sebenarnya kisah kemunculan Barong Landung dimulai. Kisah Barong yang berbau kutukan.Advertisement
Advertisement
Advertisement
Sekelumit kisah intim yang cukup menguras rasa di dada bukan? Yang pasti, di Imlek 2019 ini, akulturasi budaya Bali dan Tiongkok era Kerajaan Balingkang ini, bakal direfleksikan kembali. Refleksi yang dikemas secara apik. Setidaknya, sudah ada 500 peserta yang akan tampil dalam festival ini.
Lokasi festival pun akan dihias maksimal. Penuh dengan hiasan imlek seperti lampion, dll. Event ini akan mengambil latar Pura Batur, Kintamani.
Advertisement
“Kita menyiapkan semuanya sampai duwe (benda pusaka) di Batur juga diturunkan hingga kita memperlihatkan fragmen Kang Cing Wie,” kata IB Agung Partha, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Bali.
Menurutnya, Festival ini akan menjadi daya tarik wisata baru bagi wisatawan Tiongkok yang berlibur ke Bali. Sejauh ini wisatawan Tiongkok hanya menikmati wisata alam dan belum mengenal jauh kebudayaan Bali. Padahal, akulturasi budaya antara Bali dan Tiongkok telah berlangsung sejak zaman dahulu. Ini dibuktikan dari adanya situs Kerajaan Balingkang di Pulau Dewata.
Festival ini nantinya juga akan menyediakan pemandu wisata berbahasa mandarin untuk mengomunikasikan inti cerita kepada para wisatawan. Media massa asal China WeChat dan Wibo juga akan digunakan untuk memublikasikan dan menyiarkan festival ini.
Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Wakil Gubernur Bali, festival ini akan menjadi momentum kebangkitan datangnya wisatawan Tiongkok. Setelah sebelumnya sempat mengalami penurunan karena praktik nakal jual-beli kepala. Dia pun berharap lewat festival ini Batur, Kintamani dikenal menjadi daerah teromantis di dunia.
"Gaya jualan" mengangkat isu akulturasi budaya ini rupanya cukup klop bila disandingkan dengan data yang ada. Bahwa kunjungan wisatawan ke Indonesia 60 persen adalah untuk wisata budaya, 35 persen karena tertarik untuk wisata alam dan 5 persen tertarik pada obyek wisata buatan. Data ini menunjukkan betapa besarnya minat wisatawan terhadap kekayaan budaya.
Wisatawan kategori ini memang mencari experience. Budaya menawarkan itu. Apalagi ini Bali, budaya menjadi nadi hidup. Diyakini, dengan memanfaatkan momen imlek ini target 2.000 wisatawan dari Tiongkok akan tercapai di festival ini.
Data sementara, Balingkang Kintamani Festival yang disiapkan 6 Februari akan datang itu cukup mendapat sambutan hangat dari wisatawan Tiongkok. Buktinya, 800 wisatawan asal Negeri Tirai Bambu sudah dipastikan hadir untuk melihat dari kisah intim akulturasi masa lalu itu. Setelah angka 800 itu optimisme lanjutannya adalah mampu mendatangkan 1.500 sampai 2.000 wisatawan Tiongkok. (widikamidi)
Advertisement