Angkat Menteri, Jokowi Tak Bedakan Profesional dan Politisi
Waham kebesaran atau perilaku menyimpang dari seseorang yang merasa dirinya paling hebat, melebihi yang lain. Sehingga merasa pantas menjadi menteri. Padahal di antara mereka ada yang tidak memiliki kemampuan untuk itu.
"Itulah yang oleh ahli jiwa dianggap bagian dari gangguan jiwa. Sama dengan ketika ada orang yang mengaku sebagai nabi, malaikat. Padahal dia orang biasa-biasa saja," tutur pakar komunikasi Universitas Indonesia (UI) Effendi Gazali pada ngopibareng.id, Selasa 2 Juli 2019.
Orang yang berperilaku menyimpang semacam ini, menurutnya, biasanya akan melakukan apa saja untuk memenuhi ambisinya tersebut, menyogok sekalipun. Orang berperilaku seperti ini, bermunculan saat menjelang Pilkada, Pileg dan saat menjelang pembentukan kabinet seperti yang sedang dilakukan presiden terpilih Jokowi.
"Beberapa elit yang berambisi menjadi menteri, saat ini gencar-gencarnya membangun pencitraan dengan mengada-adakan kegiatan untuk menyenangkan presiden," kata Effendi Gazali.
Selain itu mereka juga bermanuver melalui politisi dan orang-orang mempunyai kedekatan dengan Presiden Jokowi dan wakilnya, KH Ma'ruf Amin, supaya keinginannya tersebut didengar presiden.
Advertisement
"Yang sekarang menjadi menteri pun melakukan hal yang sama. Mereka dicekam kecemasan dipilih lagi jadi menteri atau tidak? Beberapa menteri tak berhenti membangun pencitraan," tutur Effendi Gazali.
Effendi Gazali menganggap hal ini perilaku wajar. "Orang kalau ada maunya, akan melakukan apa saja. Ibarat disuruh mencium telapak kakinya pun, akan dilakukan," katanya.
Sementara Presiden Joko Widodo mengaku tidak akan membedakan latar belakang profesional atau partai politik dalam menyusun kabinet pemerintah 2019-2024. Sebab, banyak juga kader partai politik yang merupakan profesional di bidangnya.
"Kabinet diisi oleh orang ahli di bidangnya. Jangan sampai dibeda-bedakan ini dari profesional dan ini dari (partai) politik. Jangan seperti itulah, karena banyak juga politisi yang profesional," kata Jokowi kepada wartawan, Selasa, 2 Juni 2019.
Sikap Jokowi ini berbeda dengan saat pertama kali ia terpilih menjadi Presiden RI pada 2014. Saat itu Jokowi membagi dua menterinya menjadi dua kategori, yakni 16 dari partai politik dan 18 dari profesional.
Namun, kini, menurut Jokowi, tak penting lagi apakah menteri itu berasal dari kalangan profesional atau parpol.
"Yang penting setiap kementerian diisi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Mengerti masalah-masalah yang ada di dalamnya sehingga gampang mengeksekusi program. Gampang menyelesaikan masalah-masalah yang ada," kata Jokowi.
Menurut dia, saat ini pembahasan mengenai kabinet ke depan masih dibahas dengan parpol Koalisi Indonesia Kerja yang mengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019. Namun, Jokowi juga tak menutup pembicaraan dengan parpol oposisi yang hendak bergabung.
"Sudah sering saya sampaikan, kami terbuka untuk siapa pun yang ingin bersama-sama, yang ingin bekerja sama memajukan negara ini, membangun negara ini, secara terbuka," kata Jokowi.
Advertisement