Tradisi Mudik di Hari Raya Galungan, Begini Sejarahnya

Bagi umat Hindu, Hari Raya Galungan layaknya Hari Raya Idul Fitri bagi umat Islam. Galungan adalah hari raya terbesar yang mereka rayakan dengan penuh suka dan cita, serta berkumpul dengan keluarga.
Perayaan Hari Raya Galungan selalu meriah dan semarah berhias penjor yang dipasang di tepi jalan pemukiman warga Hindu. Penjor adalah bambu yang dipasang berhias sedemikian rupa hampir sama dengan umbul-umbul.
Bagi umat Hindu, Hari Raya Galungan diperingati sebagai hari dimana mulai terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya. Serta merayakan dharma atau kemenangan kebaikan, melawan adharma atau kejahatan.
Sebagai ucapan syukur, umat Hindu lantas memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara dengan segala manifestasinya.
Arti kata Galungan
Galungan sendiri diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung. Biasa disebut juga "dungulan" yang artinya menang. Perbedaan penyebutan Wuku Galungan (di Jawa) dengan Wuku Dungulan (di Bali) adalah sama artinya, yakni wuku yang kesebelas.
Asal usul Hari Raya Galungan memang sulit dipastikan kapan tepatnya pertama kali diadakan, oleh siapa dan dimana. Namun menurut I Gusti Agung Gede Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama, Hari Raya Galungan sudah dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sebelum populer di Pulau Bali.
Tapi menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.
Lontar tersebut berbunyi: "Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya" dimana artinya adalah : "Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka".
Galungan dan Kuningan sendiri dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun kalender Masehi. Jarak antara Galungan dan Kuningan sendiri ialah 10 hari. Perhitungan perayaan kedua hari raya tersebut berdasarkan kalender Bali. Galungan setiap hari Rabu pada wuku Dungulan. Sementara Kuningan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan.
Upacara Galungan biasanya dimulai dengan persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura sekitar lingkungan. Tradisi yang kerap kita jumpai pada Galungan adalah Tradisi "Mudik" bagi warga yang berasal dari daerah lain, seperti perantauan akan menyempatkan diri untuk sembahyang ke daerah kelahirannya masing-masing.
Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang sudah meninggal, maka wajib untuk membawakan banten ke kuburan dengan istilah Mamunjung ka Setra. (wah)
Advertisement