Kubu Prabowo-Sandi memohon MK mendiskualifikasi Jokowi-Maruf sebagai peserta Pilpres 2019. Kemudian, memohon MK mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo sebagai presiden terpilih periode 2019-2024 atau melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia. “Mereka minta Pak Jokowi didiskualifikasi itu dasarnya apa? Juga meminta Pemilu ulang, itu menjadi preseden yang tidak arif. Itu mengajarkan ke generasi muda sebuah sikap yang tak berani mengakui kekalahan,” ujar Machfud. Machfud kemudian mencontohkan Pemilu yang baru saja terjadi Austalia, di mana pemimpin Partai Buruh Bill Shorten langsung mengucapkan selamat ke kompetitornya, yaitu Perdana Menteri Scott Morrison yang memimpin Partai Koalisi Nasional Liberal, padahal masih berdasarkan hitung cepat. “Bahkan, Bill Shorten menelepon Scott Morrison, mendoakan agar pemenang Pemilu di Australia itu bisa sukses melayani rakyat. Sedangkan di sini sebagian elite kubu sebelah malah memprovokasi rakyat,” katanya. Meski menilai tuntutan tersebut tak realistis secara substansi hukum, Machfud tetap mengapresiasi langkah yang diambil kubu Prabowo-Sandi, karena menempuh jalur yang tepat. “Langkah konstitusional jauh lebih baik daripada demonstasi provokatif yang bikin rusuh seperti beberapa waktu lalu di Jakarta,” ujar Machfud. Dalam rekapitulasi akhir, KPU mengumumkan pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh 80.871.853 suara (55,33 persen) dan Prabowo-Sandi 65.286.673 suara (44.67 persen). Di Jawa Timur, Jokowi memperoleh 16,23 juta suara (65,7 persen), dibanding Prabowo 8,44 juta suara 9 (34,3 persen). Selisih suara 01 dan 02 di Jatim sebesar 7,79 juta. “Alhamdulillah, Jatim menang tebal berkat kerja nyata Pak Jokowi yang telah dirasakan rakyat, dan gerak semua komponen pendukung 01,” kata Machfud memungkasi. (frd)