Tingkatkan Kualitas Diri, Apa Makna Terdalamnya?
“Terkadang saya mendengar orang mengatakan soal peningkatan kualitas diri. Ustadz, dalam kaitan pemahaman keagamaan Islam, apa sesungguhnya maknanya ya?,” tanya Arisanto, warga Bulakrukem, Surabaya, pada ngopibareng.id.
Dalam Kitab Iqadh al-Himam, as-Sayyid Ahmad bin ‘Ujaibah (1160-1224 H/1747-1809 M), ulama sufi dan pemuka tarekat Syadziliyyah asal kota Fes, Maroko mengisahkan:
“Suatu ketika Syaikh Hammad bin Muslim ad-Dabbas, sufi agung asal kota Baghdad dan guru Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, menjumpai salah satu muridnya Ibn Maimun yang tidak segera terbuka hatinya (futuh), namun justru sibuk menelaah kitab tasawuf Risalah al-Qusyairiyyah karya Abu al-Qasim al-Qusyairi (376-465 H/986-1072 M). Seketika ia katakan kepada Ibn Maimun: “Tinggalkan kitabmu dan galilah dalam dirimu, niscaya dari sana akan keluar sumber air pengetahuan. Bila tidak, maka pergilah dan tinggalkan diriku.”
Demikian ulasan Ustadz Ahmad Muntaha AM. Selanjutnya, diungkapkan soal ikhtiarn untuk meningkatkan kualitas diri. Dengan mengutup pernyataan seorang waliyullah.
As-Sayyid Ahmad bin ‘Ujaibah menegaskan, untuk meningkatkan kualitas diri, hendaknya orang tidak terlalu menyibukkan diri kecuali dengan menggali, membaca dan menelaah kondisi dirinya sendiri. Selalu menyadari berbagai kekurangan sekaligus memperbaikinya, dan menanamkan rasa sangat membutuhkan Allah.
Bila orang merasa sangat membutuhkan Allah, niscaya berbagai anugerah-Nya akan mengalir melimpah ruah kepadanya.
Selaras dengan isyarat firman Allah: “Sungguh berbagai sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin.” (QS. at-Taubah: 60)
Karena itu, hendaknya orang benar-benar merasa sangat membutuhkan Allah untuk menyongsong limpahan nikmat dan anugerah-Nya. Semakin syukur semakin makmur. (adi)
Advertisement