Ruwat Desa, Tumpeng Tempe Raksasa Diserbu Ribuan Warga Sidoarjo
Ribuan warga menyerbu tumpeng tempe raksasa setinggi 10 meter di Lapangan Desa Sedengan Mijen, Krian, Sidoarjo. Tumpeng itu dibuat dalam rangka Ruwat Desa yang digelar setahun sekali.
Berdasar informasi yang dihimpun, acara itu merupakan ajang syukuran warga atas limpahan berkah yang diberikan Tuhan YME. Serta upaya melestarikan tradisi perajin tempe yang semakin tergerus zaman.
Sebelum acara puncak, sejumlah gunungan yang berbentuk lebih kecil diarak keliling desa dengan iringan musik dan tari-tarian tradisional. Prosesi ini menjadi bagian dari ritual syukur warga kepada Tuhan atas hasil bumi yang melimpah serta sebagai doa agar para perajin tempe di desa ini terus bertahan dan berkembang.
Tak hanya tumpeng tempe, pada acara tersebut juga terdapat gunungan yang berisi sayuran, sandal, dan ikan mentah. Semua tumpeng ludes dalam sekejap diserbu warga.
Selain tumpeng, panitia juga menyebarkan uang pecahan seribu rupiah yang dibagikan kepada warga. Warga pun kembali berebut ketika uang itu dibagikan. Meski ada aksi saling dorong, acara tetap berlangsung meriah dan penuh kegembiraan.
Sulis, salah satu warga yang ikut meramaikan kegiatan tersebut mengaku senang meskipun tidak dapat tempe.
"Cuma dapat sayuran, maunya sandal tapi tidak bisa. Tempe juga habis, dilempar-lempar tidak dapat. Tapi tetap senang, meski sakit karena berebut," ujarnya sambil tersenyum, Minggu 16 Februari 2025.
Sementara itu, Kepala Desa Sedengan Mijen, Hasanuddin mengatakan, tradisi ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2018 hingga sekarang. Menurut dia, acara ini terinspirasi dari tumpeng durian di Wonosalam, Jombang.
“Kalau mereka bisa membuat ikon dari durian, kenapa kami tidak bisa dengan tempe? Akhirnya, kami menciptakan tumpeng tempe raksasa," ujar Hasanuddin.
Menurutnya, tumpeng tempe raksasa merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan bahwa Desa Sedengan Mijen merupakan sentra perajin tempe.
“Pembuatan tumpeng tempe ini, para perajin menghabiskan lebih dari 700 kilogram kacang kedelai. Kedelai ini dikemas dalam plastik ukuran 20x25 cm untuk jadi tempe,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, tempe dibuat beberapa hari sebelumnya agar dapat difermentasi dengan baik dan disusun menjadi gunungan yang kokoh. Selain tempe, berbagai gunungan lainnya juga dibuat oleh kelompok warga dari berbagai dusun.
Tahun ini, tumpeng tempe yang dibuat hanya setinggi 10 meter. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 12 meter.
“Penyesuaian ini dilakukan karena selama pandemi Covid-19, acara sempat dibatasi dan gunungan tempe hanya ditempatkan di balai desa,” tutur Hasanuddin.
Hasanuddin berharap, Tradisi Ruwah Desa dengan Tumpeng Tempe ini bisa kembali lebih besar dan menarik lebih banyak perhatian masyarakat. Serta memperkuat identitas Sedengan Mijen sebagai sentra produksi tempe.
"Kami ingin tempe dari desa kami semakin dikenal luas dan tetap menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat," tutup Hasanuddin.
Advertisement