Rizka Kukus Pahlawan, dengan Rp500 Ribu Kini Jadi Ratu Jajanan
Bertahun-tahun saya memendam rasa penasaran. Tentang melejitnya Bakpia Kukus Tugu yang sejak beberapa tahun lalu sangat populer namanya di Jogja.
Saya pernah ikut antre berburu bakpia Tugu. Di salah satu outlet di jalan Kaliurang Yogyakarta. Karena istri pesan agar dioleh-olehi bakpia yang lagi happening itu. Untuk teman-temannya di Surabaya.
Antre panjang. Saat memilih dan membayar. Bakpia jenis baru itu langsung menjadi rebutan begitu diturunkan dari mobil distribusinya. Hampir setiap orang ambil banyak boks bakpia. Masih hangat.
Begitu membuka isinya, lah ini bukan Bakpia Jogja. Ini kue kukus. Yang saya kenal lama sebagai jajanan di Surabaya. Bukan bakpia seperti yang saya kenal ketika 14 tahun tinggal di Jogja.
Bakpia Jogja yang saya kenal adalah bakpia panggang. Yang sebagian besar isinya tepung kacang hijau. Meski bakpia bukan jajanan asli Jogja, sejak dulu bakpia sudah hampir identik dengan kota itu. Jika kita menyuguhkan jajanan itu, berarti kita baru berkunjung ke Jogja.
Nah, baru minggu kemarin saya bertemu pembuatnya. Ning Rizka Wahyu Romadhona. Ditemani seniornya yang pengurus IKA ITS, Ardi Krisnamurti. Di salah satu pabriknya yang ada di Surabaya. Di kawasan industri SIER Surabaya.
“Pabrik ini kami beli dari Sampoerna. Dulu kami menyewa di sebelah timur sana. Kami suka beli asetnya Sampoerna karena lebih miring,” katanya.
Saya nggak tanya berapa puluh miliar Rupiah nilai pengambilalihannya.
Yang pasti, Ning Rizka yang membangun industri jajanan bersama suaminya Anggara Jati ini sudah punya empat pabrik. Selain di Surabaya, ada di Jogja, Bogor dan Medan. Dia masih bertekad bangun pabrik lagi di beberapa kota besar di Indonesia. Si usianya yang baru 40 tahun.
Pabriknya modern. Bersih dan higienis. Setiap tamu harus melalui penjagaan petugas satpam. Dengan pemeriksaan ketat. Tertata rapi. Seperti memasuki pabrik milik orang Jepang. Ada jalur jalan kaki. Baik menuju kantor maupun pabrik.
Proses pembuatan kuenya menggunakan mesin modern. Baik untuk mengolah adonan maupun proses memasaknya. Hanya untuk topping sebagian masih manual. Karena ada unsur seninya. Di akhir proses, ada mesin X-Ray untuk mengontrol produk akhir sebelum dikirim ke toko mitra.
Ning Rizka lulusan Teknik Elektro ITS. Suaminya sarjana Teknik Sipil dari kampus yang sama. Mereka dari satu angkatan. Semua pabriknya kini dalam payung PT Agrinesia yang sepenuhnya milik mereka berdua.
Bagaimana kisah mereka menekuni industri jajanan ini? Ternyata betul-betul melalui perjuangan panjang. Setelah lulus ITS 2010, ia membantu suaminya jualan bakso di Bogor. Sebab, saat masih kuliah, suaminya pernah menjadi karyawan penjual bakso urat.
Setelah memiliki beberapa outlet, mereka tergoda bisnis makanan lain. Seperti ayam goreng dan lain-lain. Gagal. Bisnis baksonya bangkrut. Semua gerainya akhirnya tutup. “Waktu itu modal kami habis. Tinggal Rp500 ribu,” kata Ning Rizka mengenang.
Dengan modal Rp500 ribu itu, Ning Rizka mulai jualan kue kukus: Rp300 ribu untuk beli bahan baku, yang Rp200 beli alat kukusnya. Tentu, pasangan suami-istri memulai bisnis kue kukus dengan modal cekak ini dari rumahnya. Di tahun 2011. Di Bogor.
Dari Bogor pula, gurita bisnis kue oleh-oleh ia kembangkan. Pabrik pertamanya juga berdiri di salah satu kota di Jawa Barat ini. Melalui pabriknya ini, ia ciptakan brand yang kini dikenal sebagai oleh-oleh dari Bogor: Lapis Sangkuriang.
Sukses di kota ini, ia mengembangkannya Surabaya, Jogja dan Medan. Masing-masing kota dengan brand sendiri-sendiri. Selain Lapis Sangkuriang, ada Bolu Susu Lembang, Bakpia Kukus Tugu Jogja, Lapis Kukus Pahlawan di Surabaya, Bolu Malang Singosari, dan Bolu Stim Menara di Medan.
‘’Saya terinsipirasi perusahaan oleh-oleh di Jepang, Tokyo Banana, yang punya brand sendiri di setiap prefektur,’’ kata Rizka. Prefektur adalah wilayah administrasi di Jepang setingkat dengan provinsi di Indonesia.
Pasangan suami istri Anggara-Rizka ini tergolong pengusaha yang gigih. Tahun 2010 bangkrut dari usaha baksonya, tahun berikutnya bangkit dengan bisnis kue oleh-oleh, tahun 2017 bisnisnya sudah merambah di banyak kota.
Meski demikian, mereka tak akan berhenti sampai di sini. Mereka masih bertekad untuk terus mengembangkan bisnis jajanannya. Tak berhenti berinovasi. Terus ingin melebarkan sayap ke kota besar lainnya.
Bakpia Jogja yang dulu hanya dalam bentuk kukus, kini mulai memproduksi bakpia konvensional. Mereka kenalkan bakpia panggang seperti bakpia yang dikenal oleh orang yang lama tinggal di Jogja. Produk baru Agrinesia itu dikembangkan berdasarkan riset pasar.
‘’Kami meriset, peredaran bakpia Jogja itu mencapai Rp2 triliun per tahun. Tapi ini riset dengan menghitung penjualan kasar di Jogja,’’ kata Rizka dengan berbinar-binar. Seperti diketahui, bakpia yang paling terkenal di Jogja saat ini adalah Bakpia Pathok.
Tentu pengembangan bisnis jajanan yang ditekuni bukan tanpa tantangan. Ning Rizka mengaku tantangan terbesar kini datang dari China. Dengan hadirnya produk oleh-oleh baru yang murah. Yang membuka pabrik baru di Indonesia.
Ia memberi contoh roti Aoka yang dijual dengan harga Rp2 ribuan. Konon, perusahaan asal Tiongkok yang pabriknya ada di Jawa Barat ini bisa menembus omset Rp2 triliun hanya dalam waktu dua tahun. Tentu ini capaian yang bisa menjadi tantangan bagi produsen oleh-oleh asli Indonesia.
Sayang, Rizka malu-malu ketika ditanya tentang omset perusahaannya saat ini. Yang pasti, bagi mereka yang bergerak di industri pangan bisa menghitung beberapa kekayaan pasangan suami istri kelahiran Surabaya dan Purwokerto ini.
Yang sedikit pinter matematika, pasti bisa menghitung produksi dari empat pabrik yang dimiliki. Kalau di masa peak session (musim liburan), satu pabrik bisa memproduksi 40 ribu boks jajanan, sudah berapa boks diproduksi dari empat pabriknya. Demikian juga aset tak bergeraknya seperti empat pabrik besarnya.
Bukan mustahil Rizka dengan Agrinesia-nya bisa menjadi pemain baru industri jajanan yang kekayaannya melampaui Nurhayati Subakat yang besar lewat Wardah-nya. Pengusaha perempuan yang sukses mengembangkan industri kecantikan berbasis lokal. Yang kini punya kekayaan di atas Rp40 triliun.
Adakah yang ingin sukses seperti Ning Rizka dan Nurhayati? Tiru ketekunan, keuletan, dan kecerdasannya membaca peluang bisnis di sekitarnya. Dari modal Rp500 ribu, kini menjadi ‘’ratu’’ jajanan di Indonesia.
Advertisement