Remissa Bakal Kritik Pola Industri Musik di Malang Lewat Konser
Band rock asal Belanda, DeWolff akan melakukan konser di Gedung Kesenian Gajayana pada Selasa malam nanti. Yang juga menarik perhatian dari konser ini, adalah band pembuka yaitu Remissa.
Band kelahiran Malang ini telah terbentuk sejak tahun 2014 silam. Kini eksistensi mereka semakin naik, tidak hanya di Malang. Dalam tur album MANIFESTOTOUR 2017, sedikitnya tujuh kota di Indonesia sudah mereka gebrak dengan musik yang banyak dipengaruhi oleh alternative rock seperti Sound Garden, Dinosaur Jr, Peral Jam, Nirvana, Streming Tress, dan Violent Soho.
Lirik-lirik Remissa tidak berbau drama atau kebohongan yang fiksi belaka. Mereka banyak bicara soal kehidupan, realitas yang mereka alami dalam keseharian, kritik sosial juga lingkungan di Indonesia.
Personel Remissa terdiri dari Rizky Toar (gitaris/vokalis), Baron Wisnumurti (bass/vokalis), Ronald (gitaris), dan Alhamed (drummer). Nama Remissa sebenarnya tidak memiliki arti khusus. Karena enak diucapkan, maka nama Remissa dipilih menjadi nama band mereka.
Advertisement
Tampil sebagai pembuka dari konser DeWolff, Remissa akan memberi banyak kejutan. “Kami angkat isu-isu jelang pemilu,” kata Santoso manajer Remissa.
Selain itu, pesan yang akan mereka sampaikan dalam konser nanti malam juga perihal pola industri musik. “Kami juga akan mengritik pola industri musik di Malang yang gitu-gitu aja,” beber Santoso yang juga menjadi manajer musisi Iksan Skuter.
Menurutnya, dari segi industri, musik di Malang tidak banyak berkembang. Setiap agenda musik, terutama yang diadakan oleh stakeholder di Kota Malang tidak menampilkan musisi yang lebih variatif. Padahal, musisi di Kota Malang itu ada banyak. Sudah semestinya mereka diberi ruang lebih agar musik di Malang semakin berkembang. "Selama ini musisi Malang harus keluar dari Malang terlebih dahulu agar karyanya lebih dikenal khalayak," imbuh Santoso.
Sementara itu, kedatangan DeWolff diharapkan mampu menghidupkan iklim musik di Malang. Hengky Kurniawan ketua Museum Musik Indonesia sekaligus pihak penyelenggara berharap ke depannya Gedung Kesenian Gajayana semakin sering mengadakan agenda serupa.
“Gedung ini ada di bawah kewenangan pemerintah, tugas kami mengusulkan” kata Hengky. (fjr)
Advertisement