Petani di Blitar Mengeluh Kesulitan Jual Gabah ke Bulog
Kelompok Tani Wisanggeni, Dusun Boro, Desa Tuliskriyo, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, menggelar acara Tasyakuran Sedekah Bumi (Methik) sebagai bentuk syukur atas musim panen yang telah tiba. Acara ini dihadiri oleh Kepala Desa Tuliskriyo, perangkat desa, Babinsa, Babinkamtibmas, Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Di tengah hamparan sawah padi yang menguning, para petani berharap besar dengan kebijakan pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog), yang menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500/kg. Namun, harapan itu mulai surut karena berbagai kendala di lapangan.
Kendala Petani dalam Menjual Gabah ke Bulog
Menurut Darmawan, Ketua Kelompok Tani Wisanggeni, penjualan gabah langsung ke Bulog mengalami banyak hambatan. Salah satunya adalah masalah regulasi yang belum siap dari tingkat pusat hingga daerah.
"Di wilayah Boro, tidak ada petani yang bisa setor gabah ke Bulog karena aturannya rumit. Prosedurnya mempersulit petani," ungkap Darmawan usai acara Sedekah Bumi.
Petani harus melaporkan rencana panen satu hingga dua minggu sebelumnya melalui aplikasi online yang diakses oleh Babinsa. Kurangnya sosialisasi membuat banyak petani kebingungan dalam proses pelaporan dan penjualan.
Selain itu, kuota serapan gabah oleh Bulog di Kecamatan Sanankulon sangat terbatas, hanya sekitar 7–10 ton per hari. Hal ini membuat banyak petani lebih memilih menjual gabah ke tengkulak meskipun harganya lebih rendah dari HPP.
"Kalau Bulog hanya bisa menyerap sedikit, akhirnya petani lebih memilih menjual cepat ke tengkulak walau harga hanya Rp5.000–Rp5.500 per kg," tambah Darmawan.
Harga Gabah dan Realitas di Lapangan
Darmawan, yang juga berprofesi sebagai tengkulak, menyayangkan kondisi ini. Ia mengaku membeli gabah petani berdasarkan kualitas, seperti kadar air, varietas, serta kadar hampa atau kaplak.
"Saya pernah membeli gabah seharga Rp6.000 hingga Rp6.400, bahkan kadang di atas harga Bulog, dan tetap mendapatkan keuntungan," jelasnya.
Menurutnya, selain regulasi yang belum siap, proses pembayaran oleh Bulog yang mengharuskan petani membuka rekening bank juga menjadi kendala. Banyak petani tidak memiliki rekening atau merasa proses tersebut merepotkan.
Kebutuhan Biaya Produksi Padi
Sekretaris Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Suroso, menyatakan bahwa biaya produksi budidaya padi saat ini mencapai Rp5.776 per kilogram. Biaya ini meliputi sewa lahan, olah tanah, tenaga kerja, pupuk, serta pestisida.
"Jika harga jual gabah di bawah Rp5.776, petani jelas merugi. Namun, karena sebagian besar lahan di Jawa kecil-kecil, petani tetap menanam demi mempertahankan lahan," ujarnya kepada Ngopibareng.id.
Optimisme Petani terhadap Program Serapan Gabah
Meskipun banyak tantangan, Darmawan tetap optimistis terhadap program pemerintah ini. Ia berharap ke depan ada perbaikan dalam sosialisasi dan regulasi sehingga petani bisa lebih mudah menjual gabah ke Bulog dengan harga yang menguntungkan.
"Nilai positifnya, harga gabah tidak bergeser jauh dari HPP meskipun ada kendala," pungkasnya.
Advertisement