Ramai-Ramai Tolak 19 April, Komunitas Keris Desak 25 November Jadi Hari Keris Nasional Resmi!
Penolakan terhadap rencana penetapan Hari Keris Nasional pada 19 April 2025 terus menguat dari berbagai komunitas budaya. Salah satunya datang dari Paguyuban Panji Grobogan Bhumi Pêpali, pelestari tosan aji di bawah naungan Senapati Nusantara (Serikat Nasional Pelestari Tosan Aji Nusantara).
Dalam acara budaya Kridhaning Dhuwung yang digelar Sabtu, 12 April 2025, di Kabupaten Grobogan, komunitas ini menyerukan penetapan Hari Keris Nasional pada 25 November, sesuai dengan tanggal pengakuan keris Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2005.
Keris Bukan Milik Organisasi, Tapi Warisan Peradaban
Ketua Panji Grobogan, Aris Pranoto, menegaskan bahwa keris bukanlah simbol organisasi tertentu, melainkan simbol peradaban nusantara yang harus dihormati melalui pijakan sejarah.
“Kami menolak tanggal yang lahir dari kepentingan lembaga. Hari Keris Nasional harus berpijak pada sejarah yang diakui dunia, yaitu 25 November. Keris adalah warisan budaya, bukan milik satu organisasi,” ujar Aris di hadapan komunitas budaya dan publik.
Senapati Nusantara Tegaskan Dukungan: Pilihan Bermartabat Adalah 25 November
Penolakan terhadap tanggal 19 April ini juga didukung penuh oleh Senapati Nusantara, organisasi nasional yang menaungi puluhan komunitas pelestari keris di seluruh Indonesia. Ketua Pengurus Harian Senapati Nusantara, M.M. Hidayat, hadir langsung dalam acara dan menyampaikan sikap resmi organisasi.
“Apa yang disuarakan Panji Grobogan adalah suara komunitas akar rumput. Tanggal 25 November adalah pilihan bermartabat karena bersumber dari sejarah yang diakui oleh UNESCO, bukan dari hari jadi organisasi tertentu,” jelas Hidayat.
Komunitas Budaya Tolak Pendekatan Sepihak Penetapan Hari Keris
Rencana penetapan Hari Keris Nasional pada 19 April, yang disebut bertepatan dengan hari lahir salah satu organisasi keris, dinilai komunitas sebagai langkah yang tidak berakar pada sejarah budaya nasional.
“Kalau batik diperingati berdasarkan tanggal pengakuan UNESCO, kenapa keris justru hendak ditetapkan berdasarkan ulang tahun organisasi? Ini bentuk pengkerdilan makna budaya,” kritik Aris.
Hasil Kajian: Mayoritas Komunitas Dukung 25 November
Hidayat juga mengutip kajian akademik yang diterbitkan Kemendikbud dan Senapati Nusantara tahun 2018, yang mencatat bahwa 98,3% komunitas pelestari keris mendukung 25 November sebagai Hari Keris Nasional. Tanggal ini dinilai memiliki nilai historis, yuridis, kultural, dan simbolik yang kuat.
Kridhaning Dhuwung: Pelestarian Budaya sebagai Gerakan Sosial
Pagelaran Kridhaning Dhuwung juga menghadirkan pameran ratusan keris dari berbagai daerah, diskusi budaya, dan edukasi publik. Komunitas menegaskan bahwa pelestarian keris adalah gerakan sosial berbasis sejarah dan tradisi, bukan seremoni kosong.
“Keris bukan benda mati. Ia punya ruh, sejarah, dan martabat. Hari Keris Nasional harus mencerminkan kehormatan budaya, bukan sekadar legitimasi simbolik,” pungkas Hidayat.
Advertisement