PAD Tambang Rendah, DPRD Kabupaten Blitar Dorong Regulasi Pertambangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan di Kabupaten Blitar masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya penambang yang tidak memiliki izin resmi. Saat ini, hanya terdapat lima usaha tambang yang mengantongi izin produksi.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar melalui Komisi III mendorong Pemerintah Kabupaten Blitar untuk segera membuat regulasi yang jelas terkait pertambangan agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar menargetkan PAD dari pertambangan sebesar Rp 700 juta berdasarkan pola usaha tambang yang sudah berizin. Hal ini disampaikan Kasundit Pelayanan Bapenda Kabupaten Blitar, Imam Solikin, kepada wartawan di Gedung DPRD Kabupaten Blitar pada Senin, 3 Maret 2025.
“Tahun ini masih di angka 700-an juta, dengan potensi yang ada dari pengusaha yang berizin, potensinya memang sekitar itu,” ujar Imam.
Imam menjelaskan bahwa pajak daerah sebagai PAD dipungut berdasarkan pola usaha tambang yang sudah memiliki izin. Secara teknis, terdapat sistem surat jalan yang dikoordinasikan dengan para pengusaha tambang berizin. Saat ini, ada 36 pengusaha yang memiliki izin eksplorasi, namun hanya lima yang telah mendapatkan izin produksi.
“Untuk saat ini sebenarnya sudah ada 36 pengusaha yang memiliki izin eksplorasi, tetapi yang memiliki izin produksi hanya lima,” tegas Imam Solikin.
Menurut Imam, secara hukum, baik usaha pertambangan yang legal maupun ilegal tetap bisa dikenakan pajak. Namun, regulasi yang lebih jelas diperlukan untuk meningkatkan potensi PAD.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Aryo Nugroho, menyatakan bahwa regulasi terkait pertambangan sangat penting agar tidak ada pihak yang dirugikan. Ia berharap regulasi yang baik dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan di sektor ini.
“Dengan adanya regulasi yang jelas di sektor pertambangan, kita berharap tidak ada pihak yang dirugikan,” ujar Aryo.
Menurut data Bapenda, PAD dari sektor pertambangan di Kabupaten Blitar saat ini masih kecil, hanya berkisar antara Rp 300 juta hingga Rp 600 juta per tahun. Angka ini mencakup seluruh sektor pertambangan, termasuk pasir dan kaolin.
“Kita bisa belajar dari daerah lain yang telah mengelola sektor pertambangan dengan baik. Dengan pengelolaan yang lebih optimal, tentu ada potensi PAD yang bisa ditingkatkan,” tambahnya.
Advertisement