Konflik Tambak di Jember, DPRD Gagas Peraturan Garis Sempadan
Tambak di pesisir selatan Kabupaten Jember mulai tumbuh dengan pesat. Menyusul kebijakan Bupati Jember Hendy Siswanto, yang menyewakan lahan milik Pemkab kepada pengusaha tambak.
Pertumbuhan jumlah tambak di pesisir pantai selatan Kabupaten Jember kerap menimbulkan gesekan horizontal. Antara petambak kecil dengan petambak besar.
Menurut Sekretaris Komisi B DPRD Jember David Handoko Seto, munculnya konflik yang berkepanjangan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Jember, salah satunya disebabkan kekosongan regulasi. Meskipun Jember memiliki garis sempadan pantai, namun belum ada regulasi yang mengatur garis sempadan tersebut.
“Komisi B menelaah sebab-sebab pertentangan lahan sempadan pantai sepanjang Kecamatan Puger, Gumukmas, dan Kencong. Hal itu terjadi karena Jember belum memiliki peraturan yang mengatur batas-batas garis sempadan pantai," kata David, Selasa, 06 Desember 2022.
Advertisement
Karena itu, agar konflik sosial di kawasan pesisir selatan dapat terkendali, Komisi B merekomendasikan ada regulasi yang mengatur titik koordinat sempadan. Bentuk regulasi tersebut, dapat berupa peraturan daerah maupun peraturan bupati.
“Pilihan di antara kedua opsi itu tergantung pertimbangan yang paling memungkinkan untuk dilakukan dalam tempo secepat mungkin. Apakah Perbup atau Perda yang bisa dibuat secepatnya,” tambah David.
Sementara Wakil Ketua Komisi B, Iqbal Wildan Wilda Fardana mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah berusaha menginventarisasi beberapa kajian sebagai bahan yang diperlukan dalam menyusun peraturan garis sempadan pantai.
Komisi B juga menyertakan hasil studi banding ke DPRD Kabupaten Karangasem, Bali pada Jumat, 2 Desember 2022 lalu. Dalam kunjungan tersebut, juga turut serta Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Cipta Karya, Bappeda, BPKAD, dan Bagian Hukum, serta Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Jember.
Dalam kunjungan kerja, diketahui bahwa Karangasem sudah memiliki Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2016 tentang Sempadan Pantai. Iqbal berharap Kabupaten Jember dapat belajar dari Kabupaten Karangasem dalam menangani persoalan sempadan pantai.
“Bahan-bahan itu juga berguna apabila Perbup menjadi opsi yang dipilih untuk mengatur garis sempadan pantai. Komisi B bisa mengajukan sebagai rekomendasi ke Bupati Jember, Hendy Siswanto,” kata Iqbal.
Advertisement
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember, Indra TP mengatakan, mengatur garis sempadan pantai di pesisir selatan Kabupaten Jember menggunakan peraturan daerah lebih baik dari pada menggunakan peraturan bupati. Sebab, beban proses maupun mekanisme tahapannya nyaris serupa.
Kendati demikian, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember akan mengikuti apa pun kebijakan yang diambil oleh Bupati bersama DPRD Jember.
"Perda sebagai produk hukum yang kuat. Tanggung kalau Perbup, karena tingkatan beban untuk mengkaji dan prosesnya beda sedikit," kata Indra.
Diketahui, pemerintah sudah mengatur garis sempadan pantai melalui beberapa produk hukum. Seperti UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan juga Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa, sempadan pantai disebut sebagai daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional. Juga dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, serta berjarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
Faktanya peraturan tersebut belum berhasil menangani persoalan yang terjadi di kawasan pesisir selatan Kabupaten Jember. Kawasan sempadan pantai di Kabupaten Jember diduga kuat telah menjadi lokasi konflik sosial dalam konteks perebutan sumber daya.
Konflik sosial berawal saat sejumlah pengusaha tambah besar membangun tambak mencakup luasan lahan hingga ratusan hektare. Status mereka beragam, mulai yang legal hingga yang ilegal.
Pemkab Jember diketahui juga memfasilitasi PT Bangun Ombak Sejahtera dalam proses pembangunan tambak. Pemkab Jember menyewakan lahan melalui kepada Direktur PT Bangun Ombak Sejahtera, Nathanael Enrico Djojokusumo.
PT Bangun Ombak Sejahtera menyewa lahan Pemkab Jember seluas 37.850 meter persegi di Desa Mojomulyo, Kecamatan Puger, dengan biaya kontribusi tetap senilai Rp70.880.000 per tahun. Durasi sewa lahan tersebut berlangsung selama 5 tahun terhitung sejak 2022.
Advertisement
Sementara warga tidak mau kalah dengan PT Bangun Ombak Sejahtera. Sebagian mereka juga mendirikan tambak, meskipun ukurannya lebih kecil.
Pembina Perkumpulan Petambak Rakyat (PPR), Mashun mengatakan, hingga saat ini kurang lebih ada 20 warga yang turut membangun tambak rakyat di kawasan pesisir selatan Jember. Saat ini, mereka juga ingin memperoleh perlakuan yang sama dengan pengusaha besar dalam hal pemanfaatan wilayah pesisir.
Karena itu, Mashun juga berharap penggunaan kawasan pesisir di Kabupaten Jember diatur dalam bentuk produk hukum.
"Teman-teman PPR yang seperti itu kami harapkan dan sangat setuju. Kami dukung. Dengan begitu ada upaya pembinaan dan aspek legalitas kami pasti akan terbantu,” kata Mashun.
Mashun memastikan, jika nanti ada peraturan khusus yang mengatur garis sempadan, PPR berkomitmen menaati ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut. Bahkan, PPR juga berjanji turut serta menjaga kelestarian lingkungan dengan cara pengolahan limbah sebaik-baiknya.
Sejauh ini, keberadaan petambak rakyat memberi sumbangsih perkembangan ekonomi melalui efek penciptaan lapangan kerja. Tiap hektar lahan tambak bernilai investasi sekitar Rp1,5 miliar.
"Satu petambak mempekerjakan sedikitnya 5 orang. Kami memberi upah secara layak rata-rata sampai Rp 2,5 juta per bulan. Kami juga memberi bonus persentase hasil keuntungan untuk pekerja. Sekarang, sudah terlihat perkembangan ekonomi pesisir selatan yang dulunya sepi, menjadi lebih ramai,” pungkas Mashun.
Advertisement