Khofifah Instruksikan Sekolah Bentuk Satgas Perlindungan Siswa
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta setiap sekolah membentuk satgas perlindungan siswa. Hal ini sebagai bentuk perlindungan siswa, dampak dari laporan banyaknya kekerasan fisik di sekolah.
Dalam satu bulan terakhir misalnya, di Jawa Timur terjadi dua kasus kekerasan. Ironisnya, aksi ini berujung kematian korban. Di antaranya terjadi disalah satu SMK di Jember pada Agustus 2022.
Aksi kekerasan fisik menimpa seorang siswa kelas X, setelah dirawat di rumah sakit siswa yang bersangkutan meninggal dunia. Kejadian lainnya menimpa seorang pelajar SMA kelas XI di Sidoarjo yang juga meninggal dunia akibat pendarahan otak dalam penanganan di rumah sakit.
Khofifah mengatakan, aksi kekerasan fisik tersebut tentu menjadi sorotan publik. Sebab, lingkungan pendidikan seharusnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa justru mengkhawatirkan.
Bahkan, Kemdikbud Ristek telah mengeluarkan regulasi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman melalui Permendikbud No 82 Tahun 2015. Peraturan ini berisi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Advertisement
Sebagai bentuk perlindungan kepada siswa di lingkungan satuan pendidikan, pembentukan satgas perlindungan siswa di sekolah menjadi penting. Secara formal, kata Khofifah, tanggung jawab sekolah adalah selama siswa berada di sekolah dan pada jam sekolah dalam pembentukan karakter siswa.
Khofifah juga melanjutkan, sebagai upaya pencegahan kekerasan dilingkungan satuan pendidikan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekerasan serta dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindak kekerasan.
"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," ujar mantan Menteri Sosial Republik Indonesia.
Salah satu bentuk kekerasan kata Khofifah, adalah mempermalukan seseorang di depan orang lain, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman, menyebarkan cerita bohong mengenai orang lain, termasuk dalam tindakan kekerasan yang seringkali terjadi namun tidak dianggap serius sehingga berulang.
"Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan faktor yang membuat seseorang melakukan tindak kekerasan, kita akan menjadi lebih mawas diri agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan. Saling menghargai satu sama lain, dan bila melakukan tindakan yang ternyata masuk dalam kategori kekerasan, kita wajib meminta maaf ke orang yang bersangkutan," tegasnya.
Menanggapi instruksi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi mengatakan, telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat satgas perlindungan siswa di sekolah.
"Ini sesuai instruksi Bu Gubernur untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik maupun non fisik di lingkungan sekolah," katanya.
Dalam pembentukan ini, sesuai arahan gubernur, jelas Wahid pihak yang terlibat menjadi keanggotaannya adalah sekolah, orang tua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS.
Sementara bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama.
Wahid berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat ekstrakurikuler siswa. Menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat dan minat siswa, sehingga peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebanyaknya tidak terjadi.
"Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," pungkasnya.
Advertisement