Kelulusan 22 Guru Honorer Sebagai PPPK di Jember Dianulir Sepihak oleh Pemerintah
Sebanyak 22 guru honorer di Kabupaten Jember mendatangi Kantor DPRD Jember, Rabu, 22 Januari 2025. Mereka datang bersama pengurus PGRI Jember untuk memperjuangkan keadilan setelah dipermainkan oleh pemerintah.
Guru Honorer SDN Lojejer II Kecamatan Wuluhan, Muhammad Hadi Nasrullah mengatakan sudah 14 tahun mengabdi sebagai guru honorer. Nasrullah mendapatkan gaji Rp1,4 juta per bulan karena sudah memiliki SK Bupati Jember.
Selanjutnya, Nasrullah mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Setelah mengikuti seleksi, Nasrullah dinyatakan lulus pada tanggal 7 Januari 2025.
Selanjutnya, Nasrullah menyiapkan berkas lanjutan. Namun, pada tanggal 14 Januari 2025, Nasrullah tidak bisa mengakses akun CASSN miliknya.
Tanggal 17 Januari 2025, Nasrullah kaget, ternyata dirinya dinyatakan tidak lulus seleksi PPPK. Dalam akunnya tertera keterangan bahwa dia lulus seleksi administrasi.
“Saat saya dinyatakan lulus sangat senang, keluarga dan kerabat sudah merasa senang. Namun, pada akhirnya saya tidak jadi diluluskan,” katanya, Rabu, 22 Januari 2025.
Diketahui, Nasrullah bukan satu-satunya guru di Jember yang dipermainkan secara psikis oleh pemerintah. Namun, ada 21 guru lainnya yang mengalami nasib serupa.
Nasrullah curiga, kelulusan PPK 22 guru honorer yang dianulir sepihak oleh pemerintah ada kaitannya dengan adanya kebijakan baru dari panitia seleksi nasional (Pansenas) yang ditindaklanjuti oleh Surat Edaran Bupati Jember. Dalam aturan baru itu, guru honorer kategori 2 (K2) diluluskan otomatis dalam seleksi PPK.
Kebijakan tersebut akhirnya menggugurkan kelulusan guru honorer yang murni lulus tes seleksi PPPK. Semestinya, kebijakan tersebut diterapkan tanpa mengorbankan yang lain.
Atas kejadian itu, Nasrullah sempat shock, pikirannya kacau. Beruntung kasih memiliki keluarga dan sanak famili yang terus menguatkannya, hingga akhirnya kembali tegas.
Karena itulah, 22 guru honorer di Jember memperjuangkan nasibnya dengan mendatangi kantor DPRD Jember. Namun, mereka tidak bisa menemui wakil mereka di DPRD Jember. Diketahui, anggota DPRD Jember hari ini sedang ada dinas di luar.
“Kami langsung shock,mental sempat tak karuan. Akhirnya ada support dari teman, warga, dan orang tua, akhirnya kembali tegar,” pungkasnya.
Sementata itu, Kurnelia Martai, guru Honorer SDN Dukuhmencek 3 Kecamatan Sukorambi juga merasa dipermainkan oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah tidak pernah meluluskannya jika dikemudian hari membatalkan kelulusan itu secara sepihak.
Sejauh ini, istri dari anggota TNI itu sudah berusaha sekuat tenaga. Dia rela meninggalkan balitanya demi mengurus kelengkapan administrasi saat mengikuti seleksi PPK.
Bahkan, dia sampai tidak bisa mengantarkan suaminya saat pergi bertugas ke Lebanon.
“Kami tidak hanya rugi fisik, tetapi psikis,” katanya sambil meneteskan air mata.
Sementara itu, Ketua PGRI Jember, Supriyono mengatakan 22 guru honorer tersebut merupakan korban kebijakan. Mereka gagal menjadi ASN PPPK karena ada kebijakan baru dari panselnas.
Kendati demikian, Supriyono melihat ada unsur kelalaian di Kabupaten Jember. Sebab, kasus serupa tidak terjadi di kabupaten lain.
“Berdasarkan informasi yang kami ketahui, ada sebagian guru honorer k2 yang tidak lolos tes PPPK. Setelah mengetahui bahwa mereka seharusnya lulus otomatis, akhirnya membuat pengaduan. Pengaduannya diakomodasi dengan menggugurkan guru honorer lain yang lulus tes PPPK,” katanya.
Supriyono berharap pemerintah daerah melakukan kebijakan untuk mengakomodasi 22 guru honorer tersebut. Jika nanti tidak ada titik terang, maka PGRI Jember akan mengadvokasi persoalan tersebut ke pemerintah pusat.
“Kami berharap ada kebijakan yang bisa mengakomodasi 22 guru honorer yang sempat dinyatakan lulus PPPK. Kami siap mengadvokasi ke tingkat nasional sampai mereka memperoleh keadilan,” pungkasnya.
Advertisement