Kata Guru Besar UGM, Masuk Angin Tak Hanya Dikenal di Jawa, tapi Eropa pun Ada
Masuk angin merupakan salah satu istilah paling populer dalam dunia kesehatan tradisional Indonesia. Walau tidak dikenal dalam ilmu medis modern, istilah ini tetap eksis di tengah masyarakat—tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Guru Besar Antropologi Kesehatan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Atik Triratnawati, mengungkapkan bahwa masuk angin adalah fenomena lintas budaya yang memiliki padanan dalam berbagai istilah medis dan tradisional.
Istilah Medis dan Ilmiah untuk Masuk Angin
Dalam terminologi ilmiah, masuk angin disebut borborygmi, yaitu kondisi kembung atau perut bergas yang menyebabkan suara perut. Istilah ini dikenal juga sebagai bowel sounds. Dalam budaya global, masuk angin disamakan dengan beberapa istilah lain seperti:
Common cold
Wind cold
Catching cold
Wind illness (Muecke, 1979)
Namun perlu dicatat, tidak ada istilah “masuk angin” dalam kamus kedokteran modern, karena dunia medis tidak mengakui penyakit yang disebabkan oleh "angin".
Masuk Angin dalam Budaya Global
Eropa dan Amerika
Di Perancis, gejala masuk angin dikenal sebagai “predre froid” dan biasa diatasi dengan minuman anggur merah (du vin) untuk mempercepat metabolisme dan menghangatkan tubuh. Di Amerika Serikat, masyarakat mengatasi gejala flu atau masuk angin dengan sup ayam merah panas atau sup bawang putih, yang diyakini mampu meredakan gejala seperti demam dan menggigil.
Asia Timur
Di Tiongkok, gejala masuk angin dikenal dalam pengobatan tradisional sebagai hang feng, dan biasanya ditangani dengan ramuan herbal serta teknik gua sha, yaitu menggosok tubuh menggunakan batu giok atau tanduk untuk mengeluarkan “racun” dari dalam tubuh.
Di negara-negara Asia Tenggara:
Vietnam menyebutnya cao gio
Kamboja: goh kyol (arti: menggosok angin)
Thailand: khaj wad, yang diatasi dengan berbagai metode seperti makanan tradisional (lele, cecak), madu, dan obat-obatan farmasi
Masuk Angin dalam Konteks Budaya Jawa dan Nusantara
Masuk angin bukan hanya milik budaya Jawa. Berdasarkan penelitian Prof. Atik, istilah serupa juga dikenal di berbagai etnis di Indonesia seperti Sunda, Melayu, dan Suku Anak Dalam. Masyarakat Melayu, misalnya, mengenalnya sebagai “naik angin”, yang ditangani dengan ramuan daun, kayu, dan batang tanaman obat.
Di kalangan masyarakat Jawa, kerokan adalah metode pengobatan utama yang dipercaya bisa mengeluarkan angin dari dalam tubuh. Proses ini dilakukan dengan menggosokkan benda tumpul seperti uang logam pada permukaan kulit dengan minyak telon atau balsem, hingga muncul garis-garis merah.
Pandangan Medis: Masuk Angin Bukan Penyakit
Dunia kedokteran modern tidak mengakui masuk angin sebagai jenis penyakit tersendiri. Masuk angin dianggap sebagai kumpulan gejala akibat menurunnya daya tahan tubuh, seperti:
Demam ringan
Nyeri otot
Kembung
Tidak enak badan
Flu ringan
Gejala ini bisa menjadi awal dari penyakit lebih serius seperti ISPA, demam berdarah, hepatitis, bahkan COVID-19. Oleh karena itu, dari sudut pandang medis, masuk angin lebih tepat disebut sebagai illness, bukan disease.
Masuk Angin sebagai Alasan Sosial yang Dimaklumi
Yang menarik, masuk angin diakui secara sosial sebagai alasan yang sah untuk beristirahat. Di Indonesia, cukup dengan mengatakan “masuk angin”, seseorang bisa dimaklumi untuk absen dari kerja, sekolah, pengajian, ronda, hingga kondangan. Tidak dibutuhkan surat dokter, karena masyarakat sudah sangat familiar dengan gejala dan kondisi masuk angin.
Advertisement