Gus Yahya Staquf: NU Tidak Boleh Ikut Berkompetisi Merebut Kekuasan
Ketua Umum PBNU K. H. Yahya Cholil Staquf mengatakan Nahdlatul Ulama (NU) tidak boleh melibatkan diri menjadi pihak yang berkompetisi memperebutkan kekuasaan. NU harus mendudukkan dirinya di tengah konstruksi negara bangsa yang sedang dibangun bersama.
"Dalam berbagai kesempatan kami menyampaikan NU tidak boleh terlibat atau melibatkan diri dalam entitas kolektif dalam kompetisi kekuasaan dalam politik kita," kata pria yang akrab sapa Gus Yahya ini dalam Sarasehan Ulama NU yang digelar di Jakarta, Selasa malam 4 Februari 2025.
Menurut Gus Yahya lingkungan budaya NU yang begitu luas di Indonesia tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi identitas politik. Sebab hal itu akan berbahaya sekali bagi kelangsungan bangsa dan negara.
"Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik, tidak boleh," tegas Gus Yahya.
Gus Yahya menegaskan kedudukan NU dalam pemerintahan sebagai organisasi yang mengabdi, melayani dan berbakti kepada rakyat.
"Nahdlatul Ulama lahir karena didorong oleh keinginan untuk berupaya menghadirkan maslahat bagi masyarakat bagi rakyat. Maka siapapun siapapun yang sedang bekerja untuk menghadirkan maslahat bagi rakyat harus didukung oleh Nahdlatul Ulama, apalagi pemerintah setiap pemerintah siapapun presidennya setiap pemerintahan pasti membangun agenda untuk kemaslahatan rakyat," terang Gus Yahya.
Gus Yahya menyatakan dukungan pada visi misi pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran.
"NU tidak perlu mencari-cari alternatif tentang visi sendiri, ya sudah ini visinya yang mau dibangun oleh pemerintah. Posisi Nahdlatul Ulama adalah menyediakan diri untuk berkontribusi dalam upaya menjadikan visi ini sungguh-sungguh mencapai hasil yang diinginkan," kata Gus Yahya.
Asta Cita dalam Perspektif Ulama
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ulil Absar Abdalla turut hadir menjadi pemateri di acara Sarasehan Ulama dengan tema Asta Cita dalam Perspektif Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta. Dia menyebut, bahwa Asta Cita Presiden Prabowo Subianto tersebut sebenarnya adalah Asta Maslahat, yang berarti delapan kemaslahatan.
"Kalau kita baca Asta Citanya pemerintahan Presiden Prabowo, di sana ada delapan kemaslahatan. Saya menyebutnya Asta Cita ini sebetulnya Asta Maslahat, delapan maslahat," kata Ulil.
Maslahat pertama, kata dia adalah soal Pancasila, demokrasi, dan HAM. Ada juga cita-cita atau maslahat lain yang juga penting, sehingga demokrasi dan HAM hanya merupakan salah satu dari cita-cita bangsa Indonesia.
"Demokrasi dan HAM itu hanya salah satu dari cita bangsa Indonesia. Atau kalau pakai bahasa NU, demokrasi dan HAM itu salah satu daripada maslahat yang dimiliki oleh bangsa ini," terangnya.
Bahkan Ulil menggunakan istilah multiple maslahat untuk menggambarkan banyaknya maslahat yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar tidak mereduksi persoalan Indonesia hanya pada soal demokrasi dan HAM saja.
"Oleh karena itu, ketika kita menelaah Indonesia, jangan mereduksi Indonesia pada soal demokrasi dan HAM saja. Karena maslahat kita banyak," tegas pria yang akrab disapa Gus Ulil itu.
Dalam kesempatan yang sama Ketua PBNU Rumadi Ahmad mengatakan bahwa hampir seluruh isi Asta Cita merupakan sesuatu yang syar'i. Menurut dia karena syar'i itulah masyarakat sebagai warga negara tidak hanya terikat melainkan juga memiliki kewajiban untuk memastikan cita-cita tersebut terwujud. "Karena apa? Karena hampir semua isinya itu kemaslahatan," kata Rumadi
Acara Sarasehan Ulama Nahdlatul Ulama dengan tema Asta Cita dalam Perspektif Ulama digelar sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Lahir ke 102 Nahdlatul Ulama. Hadir dalam acara ini Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf, Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf, Menteri Agama Nasaruddin Umar, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan, Gubernur Lemhanas Ace Hasan Sadzily, puluhan ulama, juga para akademisi.
Advertisement