"Genjer-Genjer" Kok Mirip Bagian Reff "Wakil Rakyat" Iwan Fals Ya ? Netizen: Eta Terangkanlah ..!!
Saat ramai pemberitaan lagu Genjer-Genjer ciptaan seniman Banyuwangi M Arif, dinyanyikan lagi di kantor YLBHI Jakarta pekan lalu, mulai ramai pula di medsos , pembahasan lagu itu.
Sejumlah netizen, mendiskusikannya dengan kritis. MarkTwo, menulis, “ Kok mirip Surat Buat Wakil Rakyat-nya Iwan Fals ya ..”
Weh, iya yah! Napa mirip banget ya? Coba deh. Begitu dengerin lagu Genjer-Genjer bait pertama (bagian song). Entah kenapa, 8 bar bagian song itu, mirip sekali bagian reff lagu Surat Buat Wakil Rakyat ciptaan Iwan Fals.
Iwan Fals menjiplak? Kemiripan song (notasi lagu) nya, di bagian ini:
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju"
Atas dugaan Iwan Fals diam-diam plagiat atau menjiplak penggalan lagu Genjer-Genjer itu, belum ada klarifikasi dari Iwan Fals.
Yang jelas, Genjer-Genjer aslinya ciptaan seniman Banyuwangi M Arif ini. Dicipta dalam bahasa Osing-Banyuwangian, versi angklung dan campursari (kendang kempul).
Advertisement
Genjer-genjer sangat identik dengan G-30-S PKI. Konon saat tragedi pembunuhan para Jenderal TNI AD, para Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan PKI menyanyikan Genjer-Genjer yang liriknya diganti Jenderal-Jenderal.
Soal sebuah lagu indentik dengan ormas tertentu, tak selalu benar. Setidaknya begitu bagi Alvariel, netizen yang tinggal di Banyuwangi. Alvariel mengunggah alasannya yang cukup masuk akal. “Sholawat badar sering dibawakan di acara NU, karenanya identik dengan NU atau partai berbasis NU. padahal isinya tidak membicarakan NU melainkan puji-pujian kepada Rasul atau Allah,” ujarnya, memberi alasan.
Alvariel mengatakan, contoh itu, sama lah dengan Genjer genjer yang diidentifikasikan dengan PKI.
Namun sepengetahuan Alvariel, lagu itu memang sering di nyanyikan saat pawai atau kampanye PKI sambil memprovokasi umat Islam. “Lagu itu dibuat pawai PKI untuk memprovokasi umat Islam. Ortuku tahu persis, karena kami tinggal di perbatasan Banyuwangi Situbondo. Percayalah, Gan, PKI dulu sangat militan dan agresif, kayak sekarang ini,” ujarnya.
Bagi Yusuf, netizen lainnya, Genjer-Genjer mengingatkan masa kecilnya dulu. “Awalnya Ane denger lagu ini dari almarhumah nyokap, dinyanyiin (versi lirik yg bener ya) pas ane mau tidur dulu waktu kecil. Tapi beliau mengingatkan bahwa lagu ini bukan untuk dinyanyikan di depan orang lain, karena masih banyak kontroversinya. Kalo bahasa beliau dulu, nyanyi satu bait aja bisa ditangkep & dipenjara. Sampe sekarang ane masih nyimpen tuh lagu mp3 nya. Bagaimanapun, itulah wujud kekayaan corak Indonesia,” paparnya.
Advertisement
Ya, dibanding daerah lain, pemberantasan PKI di Banyuwangi, Jatim, memang mengemparkan. Ika Ning Tyas dari Tempo.co mewawancarai Aktivis Nahdlatul Ulama yang ikut operasi penumpasan Partai Komunis Indonesia, Muhammad Ikrom Hasan. Ikrom bercerita tentang suasana sosial-politik Banyuwangi, Jawa Timur, ketika tahun 1965. Ia mengatakan pemberangusan terhadap orang-orang PKI di Banyuwangi berlangsung lebih panas dibanding daerah lain. Selain dipicu peristiwa pembunuhan tujuh jenderal di Jakarta, Partai NU, militer, dan PKI bersaing ketat dalam politik lokal Banyuwangi menjelang 1965.
Menurut Ikrom, konflik bermula ketika Suwarso Kanapi, calon yang diusung koalisi PKI dan NU Banyuwangi, menang sebagai Bupati Banyuwangi. Suwarso mengalahkan Joko Supaat Slamet, yang diusung PNI dan NU Blambangan.
Saat itu NU pecah menjadi dua kepengurusan, NU Blambangan untuk wilayah Banyuwangi selatan dan NU Banyuwangi untuk Banyuwangi utara. "Joko Supaat Slamet saat itu menjabat sebagai Komandan Kodim Banyuwangi," kata Ikrom, dua tahun lalu, dimuat Tempo.co edisi Senin, 21 September 2015.
Ternyata kemenangan Suwarso ditolak PNI dan NU Blambangan. Aksi demonstrasi digencarkan hingga pelantikan bupati tertunda tujuh bulan. Pelantikan baru bisa dilakukan pada Agustus 1965. Tak lama setelah konflik lokal ini, terjadilah pembunuhan tujuh jenderal di Jakarta. “NU dan militer kembali merapatkan barisan untuk menumpas PKI,” ujar Ikrom. Kini, ia menduduki posisi Wakil Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Jawa Timur.
Advertisement
Bekas pengurus Pemuda Rakyat, Bambang Ruswanto Tikno Hadi, 75 tahun, mengatakan Suwarso Kanapi akhirnya diberhentikan lalu dipindahkan ke Malang. Sejak saat itu sosoknya lenyap tak berbekas. Komandan Kodim Banyuwangi Joko Supaat Slamet, yang menjadi rivalnya dulu, kemudian ditunjuk sebagai Bupati Banyuwangi caretaker.
Pangkat Joko dari mayor naik menjadi letnan kolonel. “Politik lokal inilah yang membuat jumlah korban di Banyuwangi banyak,” tutur Bambang. Ia pernah menjabat Ketua Divisi Planning Pemuda Rakyat Provinsi Jawa Timur pada 1964-1965. Menurut Bambang, selain Kodim, dulunya Banyuwangi menjadi markas Batalyon Infanteri 510.
Namun satuan ini tidak dilibatkan dalam penumpasan PKI karena diduga banyak personelnya telah menjadi komunis. Akhirnya satuan yang dikirim ke Banyuwangi adalah Batalyon Infanteri 515, yang bermarkas di Jember. Saat itu batalion ini merupakan satuan organik Kodam VIII/Brawijaya.
Waspada Neo-PKI.
Menariknya, M Arif , pencipta lagu Genjer-Genjer, diakui keluarganya, pernah jadi anggota dewan dari Fraksi PKI di Banyuwangi. Namun ketika meletus G-30-S PKI, keberadaannya tidak diketahui lagu.
Yang jelas, lagu ciptaanya, Genjer-Genjer, di Jakarta, selalu dinyanyikan Gerwani dan PKI dalam sejumlah acara. Saat menyanyikan lagu itu, mereka jadi berani dan radikal. Lagu itu seperti lagu semangat perang-nya PKI.
Begitu juga ketika 18 September 2017 ini, para anak-anak PKI dan simpatisannya lagi menggelar “seminar” di dalam gedung YLBHI Jakarta, pekan lalu, lagu itu dinyanyikan lagi. Walaupun kembali dikepung umat Islam ---- persis seperti menjelang tahun 1965-an --- mereka jadi berani. Apalagi dijaga dan dilindungi aparat. Apa reaksi umat Islam?
Advertisement
Bagi ulama besar Tengku Zurkanaen, masyarakat harus waspada kebangkitan Neo-Komunis. Meskipun yang sekarang berani muncul, sudah tua-tua, seperti eks Tapol, Bedjo Untung. Lelaki tua ini sedang mencari simpati pemerintah dan rakyat Indonesia. Tujuannya, ingin memutar balikan fakta sejarah. Bahwa PKI yang dulunya pelaku, akan dirubah sekuat tenaga jadi korban G-30-S PKI atau pihak yang kena fitnah.
Melalui akun twitternya @ustadtengkuzul , Ustadz Tengku Zulkarnaen menulis,” Eks Tapol PKI Minta Menkopolkam Jgn Curigai Mrk, krn Sdh Tua. Ingin Hidup Damai. Tapi Rajin Seminar Sana, Simposium Sini Ttg PKI? Gimana?.”
Misteri Genjer-Genjer ternyata tak berhenti di Indonesia. Di Youtube, sejumlah band asing, mengaransemen Genjer-Genjer dalam banyak versi. Mulai pop, instrumental dan jazz. Apakah mereka juga PKI? Atau simpatisan? Atau sekedar menyukai lagunya, dan tidak ada kaitannya dengan ideologi komunis?
Begitulah Genjer-Genjer. Dari tanah osing, Banyuwangi, selalu menjadi perbincangan yang asing, setiap menjelang 30 September 2017, pemberontakan G-30-S PKI. (dmr/tamat)
Advertisement