Eksistensi Mbah Siwo Lestarikan Pagelaran Budaya Ketoprak Tobong, Sering Tombok Pakai Uang Pribadi
Di usianya yang sudah tidak muda lagi, 72 tahun, Mbah Siwo tetap berjuang sekuat tenaga mempertahankan eksistensi pagelaran seni budaya Ketoprak Tobong. Mbah Siwo dengan telaten dan penuh kesabaran membina Ketoprak Tobong Mitra Erlangga Djaya sejak tahun 2005 hingga eksis sampai sekarang di tahun 2025.
"Dari 5 kesenian Ketoprak yang ada di Kediri semuanya sudah bo bo (tidur). Tinggal komunitas ini, Mitra Erlangga Djaya saja. Banyak para pelaku seni yang merasa heran, karena bisa tetap eksis," terang perempuan asal Kelurahan Pakelan Kota Kediri itu.
Perempuan yang dikaruniai 3 anak, cucu dan 4 cicit ini mengaku dalam menjalankan usaha pertunjukan ketoprak, kesehariannya ia dibantu oleh putra putrinya.
Menurutnya, ada sekitar 30 lebih pemain Ketoprak dan pengrawit yang sekarang bergabung bersama dirinya. Puluhan seniman yang bergabung dengannya saat ini bukan hanya berasal dari Kediri saja tetapi juga luar Kota seperti Madiun, Malang, Blitar, Tuban dan Rembang.
"Selama 2005 kita sudah keliling pentas di wilayah Kediri dan Nganjuk. Paling lama kita menempati wilayah ya di Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri saat ini sudah 1 tahun " tuturnya.
Dalam pertunjukan setiap harinya ia tidak berani memastikan jumlah pemasukan yang didapat. Katanya semua itu bergantung pada hasil penjualan tiket masuk yang dijual ke penonton.
"Kalau hari biasa tidak bisa dikatakan banyak, kalau Sabtu malam Minggu bisa dapat uang sampai 400 ribu. Yang paling sedikit bisa hanya Rp185 ribu hari biasa. Ya terkadang juga Rp200 ribu hari biasa. Selama keliling dari Desa ke Desa paling ramai ya disini Desa Sonorejo Kecamatan Grogol dan Desa Bogo Kecamatan Plemahan," ungkapnya.
Uang hasil penjualan tiket penonton ia pergunakan untuk membayar upah para pemain Ketoprak dan pengrawit (penabuh gamelan). Uang itu diberikannya secara langsung usai setiap kali pentas.
"Per orang kita kasih antara Rp25 -30 ribu. Tergantung jauh dekat tempat tinggal mereka," bebernya.
Saat ditemui, kedua tangan Mbah Siwo terlihat sedang melipat uang. Uang itu ia masukan ke dalam amplop warna putih dan ia beri nama.
“Uang ini semua saya masukan ke dalam amplop dan saya tulis namanya masing masing, ini upah dari para pemain ketoprak dan pengrawit," ucapnya.
Dia memastikan semua orang yang terlibat dalam pertunjukan Ketoprak Tobong binaannya merupakan para pelaku seni. Mereka tidak masalah diberi upah kecil karena semata mata punya perasaan tulus ingin tetap eksis di jalur seni. Kebanyakan dari 36 anggota Ketoprak, mereka semuanya memilki pekerjaan sampingan. Ada yang bekerja sebagai pengamen, pekerja serabutan dan lainya.
"Sekarang dari sini upah (Ketoprak) per harinya Rp20 -Rp 25 ribu apa ya cukup buat makan. Kalau nggak saya siapa yang meneruskan. Ini bagian dari uri uri budaya semuanya tidak bisa dinilai dari uang semata. Bahkan saya terkadang harus tambal (nomboki). Ya saya anggap kalah main saja,” pungkasnya.
Setiap kali pertunjukan, karcis masuk untuk kategori dewasa dijual Rp5 ribu. Sedangkan kategori anak anak Rp3 ribu.
Tidak hanya mengandalkan dari penjualan tiket penonton. Penghasilannya juga didapat dsri undangan main di luar kota. Terkadang ia bersama kru ketoprak Tobong Haris juga harus bepergian luar Kota. Karena ada yang booking-an yang ingin melihat mereka tampil disana.
Eksistensi Ketoprak Tobong Mitra Erlangga Djaya Mendapat Dukungan Dari Anggota DPRD Kabupaten Kediri.
Di penghujung peringatan Bulan Bung Karno (BBK) beberapa waktu lalu anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Kediri Dodi Purwanto mengajak ratusan warga Desa Sonorejo, Kecamatan Grogol nonton bareng pagelaran seni budaya ketoprak tobong.
Kegiatan nonton bareng gratis tersebut diadakan di lapangan Pasar Lombok, Desa Sonorejo, Senin, 30 Juni 2025 malam.
Dalam keterangannya, legislator komisi 4 yang membidangi Kebudayaan, pendidikan, kesehatan serta kesejahteraan rakyat tersebut mengatakan, kegiatan yang dia gagas itu bukan yang pertama. Sebelumnya Dia juga pernah mengadakan kegiatan serupa, saat di Desa Blimbing.
“Ini merupakan bagian dari upaya saya dalam melestarikan kesenian budaya ketoprak tobong yang kini perlahan terkikis oleh zaman, sungguh sangat memprihatinkan,” terang Dodi Purwanto.
Advertisement