Di Istana Buckingham, Asap Kretek Mengalun
Agus Salim punya nama asli Mashudul Haq yang berarti pembela kebenaran. Lahir di Kota Gedang, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 8 Oktober 1884. Dalam usia muda, beliau telah menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman.
Pada 1903 beliau lulus HBS (Hogere Burgerschool) atau sekolah menengah atas dengan lama waktu studi 5 tahun pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta.
Karena itu Agus Salim berharap pemerintah mau mengabulkan permohonan beasiswanya untuk melanjutkan sekolah kedokteran di Belanda. Tapi, permohonannya itu ternyata ditolak. Beliau patah arang. Tapi, kecerdasannya menarik perhatian Kartini, anak Bupati Jepara.
Sebuah cuplikan dari surat Kartini ke Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini:“Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan".
Advertisement
Lalu, Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya berangkat ke Belanda, karena pernikahannya dan adat Jawa yang tak memungkinkan seorang puteri bersekolah tinggi. Caranya dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus Salim. Pemerintah akhirnya setuju. Tapi, Agus Salim menolak. Beliau beranggapan pemberian itu karena usul orang lain, bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya. Salim tersinggung dengan sikap pemerintah yang diskriminatif. Apakah karena Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat dan tokoh pemerintah sehingga Kartini mudah memperoleh beasiswa?
Belakangan, Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi, untuk bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda antara 1906-1911. Di sana, beliau memperdalam ilmu agama Islam pada Syech Ahmad Khatib, imam Masjidil Haram yang juga pamannya, serta mempelajari diplomasi. Sepulang dari Jedah, dia mendirikan sekolah HIS (Hollandsche Inlandsche School), dan kemudian masuk dunia pergerakan nasional.
Inilah anekdot-anekdot dalam kehidupan Haji Agus Salim.
Suatu hari pada 1953, Agus Salim -- mewakili Pemerintah Indonesia -- menghadiri penobatan Elizabeth II sebagai Ratu Inggris. Acara penobatan diselenggarakan di Istana Buckingham.
Dalam acara itu, Agus Salim melihat Pangeran Philip -- yang masih muda -- agak canggung menghadapi khalayak ramai yang hadir. Ia tampaknya belum terbiasa menempatkan diri sekadar sebagai pasangan (suami) ratu. Begitu canggungnya, sehingga ia lalai meladeni tamu-tamu asing yang datang dari jauh menghormati peristiwa penobatan isterinya.
Untuk sekadar melepas ketegangan Pangeran Philip, Agus Salim menghampirinya seraya mengayun-ayunkan rokok kreteknya sekitar hidung sang pangeran.
Kata Agus Salim kemudian, "Paduka (Your Highness), adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?"
Setelah mencoba menghirup-hirup bau asap rokok kretek itu, sang pangeran lalu mengakui tidak mengenal aroma rokok tersebut.
Sambil tersenyum Agus Salim lalu mengatakan, "Inilah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi (menjajah) negeri kami."
Sang pangeran pun tersenyum dan dengan lebih luwes bergerak dan meladeni tamu-tamunya yang datang dari jauh.(adi/bersambung)
Advertisement