Berwisata Sambil Nyeruput Kopi di Pawon Luwak Coffe Borobudur
Tempat wisata edukasi Pawon Luwak Coffe tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan pada hari kerja. Pawon Luwak Coffe dapat ditemui di Jalan Medang Kamulan, Desa Wanorejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Kopi dan Edukasi
Sesuai dengan namanya, di sini wisatawan tidak hanya sekadar berkunjung dan nyeruput kopi. Tetapi juga mendapat bekal edukasi tentang kopi luwak. Wisatawan bisa bertanya langsung tentang proses kopi mulai dibuat, hingga disajikan. Prosesnya, pembuatan kopi luwak membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu.
Diawali dengan proses luwak mengupas kulit sebelum memakan biji kopi, hingga terjadi proses fermentasi di perut (luwak). Kopi yang dihasilkan pun menjadi lebih rendah asam dan rendah kafein.
"Itu yang membedakan dengan kopi biasa. Kami jemur dulu, setelah kering ditumbuk untuk menguliti cangkangnya. Nah, setelah biji kopi bersih kemudian dijemur lagi lima sampai tujuh hari. Lalu dirosting, didiamkan tiga hari untuk mengeluarkan C02, baru kita gerender lantas di packing," urai Pranaji, selaku pemilik Pawon Luwak Coffe.
Advertisement
Bagi para pecinta minuman kopi, bisa datang nyeruput kopi di sini yang dijamin kemurniannya.
"Yang membedakan mungkin kopi luwak sini dengan daerah lain, kami jamin original kopi luwak liar. Khususnya yang jenis arabika. Kalau robusta, memang tidak liar. Kalau kopi luwak jenis arabika mereka hidup di dataran tinggi, membuat koloni di hutan lindung," terangnya.
Suasana Unik
Kopi luwak yang disuguhkan pun didapat dari kerja sama dengan petani lokal di daerah setempat.
"Jadi kami bekerjasama dengan petani kopi, di tanah milik Perhutani di lereng Gunung Sumbing. Mereka memungut kotoran (luwak) setiap hari. lalu setiap sebulan sekali mereka suplai kesini. Kami memang bekerjasama dengan petani setempat," lanjutnya.
Tak hanya menyediakan minuman yang istimewa, konsep bangunan Luwak Coffe didesain layaknya sebuah rumah pedesaan. Suasananya yang rindang, membuat pengunjung betah lebih lama di sini. Di samping itu dibelakang halaman dapur, terdapat beberapa ekor luwak peliharaan.
"Kami namakan Pawon Luwak Coffe, karena di depan itu kan ada bangunan Candi Pawon. Akhirnya kami terinspirasi nama itu. Pawon itu kan nama bahasa jawanya dapur," ungkapnya.
Pengunjung yang datang tidak hanya wisatawan domestik, melainkan juga mancanegara. Seperti Spanyol, Australia, Amerika, Rusia, Jepang, dan Korea. Para wisatawan yang datang pada umumnya adalah pecinta kopi. pada umumnya, mereka lebih menyukai jenis kopi arabika.
"Memang di sini yang berkunjung sebagian adalah warga negara asing . Mereka mampir ke sini karena sebelumnya singgah ke Candi Borobudur dan Candi Pawon. Akhirnya beli (kopi) di sini," lanjutnya.
Advertisement
Pawon Luwak Coffe eksis sejak tahun 2013, hingga sekarang. Bagi konsumen yang memliki riwayat sakit lambung, tak perlu risau untuk nyeruput kopi luwak. Karena kopi ini dirasa sangat baik untuk kesehatan.
"Beberapa teman sudah membuktikan bagi konsumen yang memiliki riwayat gula darah tinggi, biasanya kesini terus konsumsi itu,kemudian hasilnya turun. Kalau penderita hipertensi harus ada takaran tertentu, satu atau dua sendok cukup. Bagus juga untuk pemulihan syaraf," tuturnya.
Sisca, karyawan Pawon Luwak Coffe menjelaskan, harga biji dan serbuk kopi dijual dengan harga sama. Jenis arabika dijual per 100 gram dibanderol harga Rp 400.000. Sementara jenis robusta Rp 250.000.
"Kalau biji lebih tahan lama sampai 1,5 tahun. Kalau serbuk 1 tahun. Jenis kopi arabika lebih wangi dirasa tidak terlalu pahit, robusta pahit. Itu yang membedakan," tambah Sisca.
Sejarah Kopi Luwak di Indonesia
Kopi luwak terbuat dari biji kopi kualitas terbaik yang dimakan luwak. Setelah dimakan, biji kopi merah tersebut mengalami proses fermentasi alami di dalam saluran pencernaan luwak.
Sejarah kopi luwak dimulai pada abad ke-19 ketika Belanda pertama kali mendirikan perkebunan kopi di Sumatera dan Jawa, dikutip dari The Fox Magazine. Karena aturan Eropa, para petani Indonesia tidak diizinkan untuk mengutak-atik perkebunan kopi arabika yang ditanam.
Advertisement
Namun, penduduk setempat melihat musang yang sedang memakan biji kopi. Keesokan harinya, ketika musang mengeluarkan kotoran, kopi yang dicerna keluar dalam keadaan hampir seperti aslinya, tidak berubah.
Luwak tidak sepenuhnya mencerna biji kopi tersebut. Petani yang penasaran berimprovisasi dan mulai menyeduh biji kopi tersebut.
Ternyata, hasil akhirnya bahkan lebih baik dari apa yang ditanam Belanda. Hal tersebut segera menyebar ke seluruh dunia. Penyebutan nama kopi luwak sendiri bukan mengacu pada jenis kopi tertentu, melainkan prosesnya. Sementara biji kopi sendiri biasanya arabika atau robusta
Advertisement