Banyuwangi Segera Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak
Banyuwangi segera membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Pembentukan Satgas PPA ini merupakan bagian dari upaya pencegahan terkait kasus-kasus kekerasan seksual khususnya terhadap anak dan permpuan.
Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Agus Sobarnapraja mengatakan, Satgas PPA ini merupakan sinergitas antara kepolisian dengan instansi terkait. Tujuannya agar bisa memberikan pelayanan lebih baik kepada para korban kekerasan seksual.
“Tim ini nanti akan bertugas memberikan sosialisasi, edukasi, tentu dengan metode-metode yang nanti akan rumuskan,” jelasnya, Rabu, 22 Februari 2023.
Dalam Satgas ini, menurutnya ada Kepolisian, Kejaksaan, Pemda, Bapas, ada non government organization (NGO) seperti Peradi ataupun lembaga hukum lainnya. Dari Pemda, kata dia, nantinya ada SKPD terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pemberdayan Perempuan dan anak.
Dia menjelaskan, Satgas PPA ini arahnya akan bergerak di aspek pencegahan. Sasaranya adalah tempat-tempat yang selama ini rentan menjadi tempat terjadinya tindak pidana kekerasan. Khususnya lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Lebih jauh dijelaskan, Satgas ini nanti akan menjadi supervisor pada sekolah-sekolah. Sebab, menurutnya, ada kewajiban sekolah dalam konteks lembaga pendidikan membuat gugus tugas pencegahan.
“Karena aspeknya pencegahan, sebetulnya kita lebih pada meng-cover Pemerintah Daerah melalui instansi terkait melakukan optimalisasi upaya-upaya edukasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Polisi yang biasa dipanggil Asob ini menambahkan, Satgas ini dibentuk dalam rangka memberikan pendidikan hukum terutama supaya kejahatan-kejahatan terhadap anak dan perempuan bisa dicegah. Sehingga masyarakat bisa melihat ada permasalahan hukum ketika kejahatan pada anak itu dilakukan.
“Dalam proses perumusan kerjasama, Insya Allah secepatanya kita launching. Sudah ada kesepahaman,” bebernya.
Peraih Adimakayasa Akademi Kepolisian Tahun 2010 ini menegaskan, maraknya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini menurutnya seperti fenomena gunung es. Dirinya meyakini banyak perkara yang tidak dilaporkan.
Dia menyebut, ini salah satu keterbatasan Kepolisian menjangkaunya untuk memberikan efek jera. Hukum pidana, menurutnya, memberikan tindakan pembalasan dari Negara terhadap apa yang dilakukan ketika melanggar hukum.
“Ujungnya pemidanaan, artinya orangnya sebagai pelaku dipenjarakan,” terangnya.
Namun menurutnya aspek pencegahan konteksnya hari lebih luas. Semua pihak yang punya kepentingan dalam menajemen mitigasi kejahatan harus banyak berbuat. Dia meyakini upaya edukasi, sosialisasi jika dilakukan secara masiv paling tidak bisa memberikan pemehaman kepada masyarakat secara lebih luas.
“Supaya mereka berpikir ulang, bagi para pelaku, untuk melakukan kejahatan serupa,” ujarnya.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak ini sudah menjadi fonemena sosial. Dia mencontohkan beberapa kejadian di lembaga pendidikan. Peristiwa itu, sebetulnya terjadi karena tidak ada upaya pencegahan dan kurangnya edukasi dan tidak terakses pada sistem pelaporan.
“Sehingga mereka lebih banyak diam. Padahal ini fenomena gunung es,” pungkasnya.
Advertisement