Antara Yaqut dan Staquf: Cerita Kecil di Balik Menag Baru
Oleh: Najib Azca
Kemarin tengah malam atau persisnya dini hari sekitar pukul 01.33 WIB kukirim pesan WA kepada Sang Gus: sido dadi Menag to Gus?
Ternyata WA-nya terakhir aktif jam 23.32. Jadi tampaknya beliau sudah tidur pulas saat kukirim pesan itu. Aku mengirim pesan itu karena di media santer beredar kabar nama Gus Yahya Cholil Staquf menjadi calon kuat Menteri Agama yang baru, menggantikan Jenderal Fachrul Razi, jenderal santri asal Aceh.
Tapi hingga tadi siang tidak kunjung ada balasan darinya.
Aku merasa perlu bertanya karena pada saat bertemu dengannya bersama seorang tokoh senior PDIP yang juga orang dekat Presiden Jokowi sekitar seminggu sebelum pengumuman Kabinet Baru pada tahun 2019 ia tegas menyatakan “emoh” saat didorong untuk bersedia menjadi Menteri Agama.
Aku bertanya-tanya: jangan-jangan Gus Yahya Cholil Staquf sudah berubah pikiran. Barangkali ada perkembangan situasi baru yang membuatnya berpindah posisi dan menerima tawaran itu demi tujuan lain yang lebih besar, entah apa. Pada saat itu, misalnya, ia mengatakan: “Aku masih punya banyak agenda besar yang harus kulakukan. Pasti repot jika harus jadi menteri.” Begitu kira-kira alasan penolakannya.
Advertisement
Teka-teki itu akhirnya terjawab Selasa kemarin pada pukul 15.40 WIB saat Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin mengumumkan enam menteri baru yang hendak dilantiknya besok pagi, Rabu. Ada sosok Yaqut Cholil Qoumas, adik kandungnya yang politikus PKB dan Ketua Gerakan Pemuda Ansor, yang diumumkan menjadi Menteri Agama baru dan bakal dilantik esok hari. Aha!
Sangking kagetnya dengan perubahan nama itu, Metro TV tidak menampilkan foto dan biodata Yaqut, tidak seperti para menteri lainnya yang diumumkan dan diperkenalkan sore itu. Bahkan TV One masih menampilkan foto dan biodata Yahya Staquf saat menyiarkan berita pengumuman enam menteri baru itu. Juga sejumlah berita TV lainnya.
Lalu sejumlah pertanyaan baru kembali muncul di kepala. Lantas kuangkat HP dan kupencet nomornya di WA. Tampak nomor itu baru saja online. Tapi panggilanku tidak diangkatnya. Aku kembali menyimak berita di TV yang masih ramai seputar pengumuman 6 menteri baru itu.
Eh, ternyata HPku menyala, terlihat ada panggilan balik darinya. Setelah beruluk salam singkat, langsung kuberondong dirinya dengan sejumlah pertanyaan: piye ceritane Gus? Kok malah Yaqut yang jadi Menag? Panjenengan gak bersedia ya?
Dengan gaya bicaranya yang khas dia menjawab tangkas: hehehe, kita harus tahu bagaimana caranya 'bermain'. Kita harus tahu bagaimana caranya menata untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih besar…
Wah, senior dan mentorku yang satu ini ternyata masih seperti dulu: tidak silau oleh kilau jabatan dan kekuasaan. Maka jabatan yang diburu banyak orang itupun ditepisnya. Dan akhirnya jatuh ke tangan adik kandungnya, lelaki kelahiran Rembang, 4 Januari 1975 yang sejak tahun 2015 memimpin GP Ansor. Sebelumnya sejak 2014 dia menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PKB.
Advertisement
Advertisement