Tarik Kapal dari Papua, Ongkos Ratusan Juta

Feature

Senin, 12 Februari 2018 11:01 WIB

Bisnis pemotongan kapal di Desa Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan, Madura, tak pernah mengenal krisis. Meskipun demikian, banyak suka duka bisnis ini. Berikut tulisan kedua wartawan ngopibareng.id, Bahari, yang akan kami naikkan secara bersambung mulai hari Minggu 11 Februari 2018 kemarin. Tulisan berikutnya akan kami naikkan besok,  Selasa 13 Februari 2018.

 

Mata Takrip awas. Mandor pemotongan kapal itu terus mengarahkan pandangan ke puluhan pekerja sedang memotong KM Taliama berbobot mati 350 ton yang didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sesekali Takrip mendatangi anak buahnya seraya bertanya dan mengintruksikan ini… itu.

‘’Sudah ada pembagian kerja. Saya tinggal mengawasi dan mengarahkan saja,’’ ujar Takrip.

Karena pekerjaan utama memotong besi baja. Maka, tiap hari dibutuhkan gas elpiji super jumbo berukuran 60 kilogram seharga Rp 750 ribu. Juga tabung oksigen 60 kilogram untuk memperbesar semburan nyala api agar mampu memotong besi baja kapal yang umumnya cukup tebal.

Kalau tidak ada kedua bahan itu pemotongan tidak bisa dilakukan. ‘’Satu tabung elpiji ukuran 60 kg dipakai empat orang mengelas akan habis selama tiga hari. Habis berapa elpiji selama satu bulan ya tinggal mengalikan saja ‘’ujar seorang tukang las.

Kenapa tidak pakai las listrik? Kata tukang las tadi, ini las untuk pemotongan bukan untuk menyambung. Jadi beda.

Kembali ke Takrip, untuk memotong kapal berukuran 350 ton hingga tuntas diperlukan waktu kurang lebih satu bulan. ‘’Bisa lebih cepat atau lambat. Tapi, waktunya berkisar itu lah,’’ terangnya.

Di pantai Desa Tanjung Jati sepanjang 300 meter itu beroperasi belasan perusahaan pemotongan kapal. Kurang lebih ada 13 bos juragan pemotongan kapal. Mereka menempati lahan yang sudah ditentukan. ‘’Kalau kapal yang tinggal sekatnya (bagian paling bawah kapal) itu milik perusahaan sebelah.’’ ujar Takrip seraya menunjuk kapal yang tinggal sekat, bagian paling bawah kapal.

Para juragan kapal tadi umumnya dimilki orang asli Tanjung Jati. Hanya saja kantornya sebagaian di Surabaya. Begitu juga rumah mereka. Sedangkan para pekerjanya umumnya dari desa sekitar sini. Kalau pun ada pekerja dari luar Jakarta atau Jatim, hanya satu dua saja. Mereka kost di rumah warga setempat.

Takrip sendiri mengaku asli kelahiran Tanjung Jati. Hanya saja dia lama merantau di Jakarta. Kerjanya pun tidak jauh jauh dari kapal, jadi penyelam untuk mengapungkan kapal yang karam.

Takrip bukan mandor biasa. Pengalaman lelaki tamatan SMA itu dalam dunia perkapalan cukup lengkap. Sebelum menjadi mandor pemotongan kapal sekarang, Takrip seorang penyelam belajar dari saudaranya secara otodidak di Jakarta.

Takrim juga punya keahlian khusus mengelas dalam laut yang dikenal welding. Karena resikonya sangat besar, dan tidak banyak orang biasa seorang welding bayaranya cukup tinggi. Saat itu sebelum tahun 2000 saja per hari bisa Rp 400 ribu. ‘’Ndak tahu sekarang berapa bayaran seorang welding,’’ ujarnya.

 

Bangkai kapal bekas yang dimutilasi,  di Desa Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan, Madura. (foto: bahari)
Bangkai kapal bekas yang dimutilasi, di Desa Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan, Madura. (foto: bahari)

Tak hanya mengelas dalam laut, Takrip juga diajarkan saudaranya bagaimana cara mengapungkan kapal yang karam di laut. Kalau perusahaan modern mengapungkan kapal karam pakai pelampung dan alat berat. Selain tidak ada jaminan berhasil, biayanya sangat besar. Tapi, Takrip punya teknik rahasia yang tidak dimilki orang lain, bagaimana caranya mengapungkan kapal karam.

Pengapungan kapal penyeberangan KM LEVINA rute Bakahauni- Merak yang tenggelam di Selat Sunda beberapa tahun silam, yang mengangkat LEVINA dari dasar laut adalah Takrip dkk dari perusahaan pengapungan di Jakarta.

Takrip dkk juga pernah dikirim ke Aceh untuk mengapungkan kapal-kapal yang tenggelam pasca tsunami Aceh. Beberapa kapal sudah berhasil diapungkan. Tapi, mendadak ada gempa dan tsunami susulan. Meski kecil tapi Takrip dkk trauma mengingat banyaknya korban tewas dalam bencana tsunami sebelumnya. ‘’Kami pulang ke Jakarta. Setelah itu kami tidak kembali ke Aceh. Trauma,’’ aku Takrip.

Takrip bersama 12 orang temannya pernah dikirim bosnya ke Papua untuk mengapungkan puluhan kapal kecil yang tenggelam. Kehadiran Takrip dicibir oleh pengusaha keturunan China setempat yang sebelumnya gagal mengapungkan kapal kapal tadi. Padahal, sudah dibantu alat berat.

Sedangkan Takrip hanya menggunakan alat seadanya. Karena itu pengusaha keturunan tadi bertaruh dengan Takrip dkk. Pengusaha tadi menilai Takrip dkk. tidak akan berhasil mengapungkan kapal-kapal yang tenggelam. ‘’Kalau kamu berhasil mengapungkan kapal akan saya bayar dua kaki lipat,’’ sesumbar pengusaha China tadi.

Takrip merasa tertantang. Bersama 12 kawannya akhirnya Takrip dalam waktu seminggu sudah berhasil mengambangkan tujuh kapal. Tahu itu, pengusaha China tadi kabur. Ingkar janji tidak mau membayar seperti janji sebelumnya.

Takrip pun melaporkan kelakuan partner kerja pengusaha di Papua yang ingkar janji ke Jakarta. Bos Jakarta tadi marah besar kepada pengusaha tadi  dan meminta Takrip dkk segera balik ke Jakarta.

Sebelum meninggalkan Papua, Takrip dkk membuka kran di kapal yang sebelumnya dipakai memompa air keluar kapal. Begitu kran dibuka, air sedikit demi sedikit masuk ke kapal. Begitu Takrip meninggalkan Papua, tujuh kapal yang berhasil diapungkan akhirnya tenggelam satu per satu.

 

Takrip, mandor CV Sinar Agung Sejahtera berlatar belakang bangkai kapal yang siap dibantai, di Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan. (foto: bahari)
Takrip, mandor CV Sinar Agung Sejahtera berlatar belakang bangkai kapal yang siap dibantai, di Tanjung Jati, Kamal, Bangkalan. (foto: bahari)

‘’Kalau ingat kejadian itu sakit hati. Diremehkan, begitu berhasil ditinggal kabur. Kami rugi besar karena belum sempat dibayar. Akhirnya bos Jakarta yang bayari semua. Makan, hotel dan biaya pesawat pp Jakarta-Papua,’’ paparnya.

Sebenarnya teknik mengapungkan seperti yang diajarkan saudara prinsipnya sederhana. Kru diterjunkan ke bangkai kapal. Lalu mengelas di bagian kapal yang berlubang atau disebut welding dengan alat khusus. Setelah semua lubang tertambal, air dalam kapal disedot. Bersamaan air dalam kapal habis otomatis kapal dengan sendirinya akan terapung.

‘’Jadi prinsipnya sederhana. Ibarat botol yang penuh air dilubangi untuk mengeluarkan airnya. Setelah air keluar lubang ditutup. Otomatis botol akan mengapung. Mengapungkan kapal prinsipnya ya seperti itu,’’ terangnya.

Hanya saja berapa lama bisa mengapungkan kapal, tergantung kondisi lapangan. Berapa kedalaman laut tempat kapal tenggelam, cuaca, ketinggian ombak serta kerusakan kapal.

Sebelumnya Thohari, bos pemotongan kapal dari CV Sinar Agung Sejahtera (SAS) mengungkapkan, agar tidak rugi dalam menaksir harga kapal harus mengetahui patokannya atau hitung hitungnya. Misalnya, berapa berat kapal, lebar, tinggi dan luas kapal. Dari situ nanti akan ketemu hitung hitungannya.

Ditambahkan Takrip, selain hitung-hitungan di atas, ada yang lebih simpel atau sederhana saat menaksir harga kapal. Yakni, mengecek berat netto atau DWT kapal. Misalnya, DWT kapal 3000 ton. Tinggal dibagi 3 hasilnya akan ketemu 1000 DWT. Berat itu yang dipakai acuan untuk menawar harga kapal. ‘’Jadi cukup sederhana dan insya Allah tidak akan rugi,’’ para Takrip.

Selama ini lanjut Takrip, dalam berburu kapal ke pelosok Nusantara kadang dapat kapal. Tapi, kondisi mesin rusak hingga terpaksa ditarik dengan tug boat. Makin jauh jaraknya dari tempat pemotongan kapal di Madura makin tinggi biayanya.

Pernah perusahaannnya membeli kapal di Papua tapi mesinnya mati. Terpaksa ditarik pakai tug boat hingga ke Madura. Biayanya sangat mahal. Antara Rp 300 juta sampai 400 juta.

Apa tidak rugi? Kata Takrip tidak. Karena semua diperhitungkan termasuk ongkos sewa tug boat sudah dimasukan saat menaksir harga kapal. Hanya saja waktu penarikan kapal dengan tug boat tak bisa diperkirakan waktunya karena tergantung cuaca dan gelombang laut selama perjalanan.

Kalau ada badai kapal menghindar, kalau gelombang tinggi akan mencari tempat sandar yang aman lebih dulu. Baru setelah ombak reda pelayaran dilanjutkan. (Bahari/bersambung)

Tim Editor

M. Anis

Reporter

Publisher belum ada

Berita Terkait

Minggu, 14 April 2024 05:14

Petugas Kebersihan Rela Bekerja di Hari Raya Demi Kebersihan Kota

Senin, 08 April 2024 05:46

Tak Ada Pembeli, Peralatan Dapur ini Hanya Jadi Pajangan

Jumat, 15 Maret 2024 06:04

Mesigit Tebon, Jejak Sejarah Ajaran Toleransi Mbah Jumadil Kubro

Kamis, 14 Maret 2024 04:40

Jejak Dakwah Mbah Jumadil Kubro di Desa Jipang Cepu Blora

Bagikan Berita :