Bagaimana Data Pengguna Facebook Dicuri untuk Mengumpulkan Suara?

Feature

Jumat, 23 Maret 2018 17:21 WIB

Facebook sedang menjadi sorotan dunia akibat skandal pencurian  data yang diduga digunakan untuk Pemilu Presiden Amerika Serikat 2016 oleh perusahaan Cambridge Analytica.

Laman India Times mencoba menganalisis bagaimana data di platform media sosial tersebut dapat dimaanfatkan untuk kampanye politik.

Facebook menyimpan data dari seorang pengguna berdasarkan interaksinya di platform tersebut, seperti apa yang disukai dan tidka disukai, pertemanan, artikel yang dibaca beserta aksi dan reaksi terhadap suatu konten.

Jika unggahan atau konten yang dilihat berkaitan dengan politik, data yang tersimpan akan menunjukkan afiliasi politik pengguna.

Algoritme di Facebook akan menilai hal-hal yang disukai atau tidak, kemudian akan muncul topik, orang-orang, kegiatan yang mungkin menarik bagi pemilik akun tersebut dan yang dapat menghasilkan iklan

Misalnya, Anda mengikuti seorang tokoh politik X, akan muncul berita-berita yang memuat tokoh tesebut.

Tapi, Cambridge Analytica menggunakan cara yang berbeda untuk mengumpulkan data pengguna, melalui aplikasi "thisisyourdigitallife".

Cambridge Analytica mendapatkan data dari Aleksandr Kogan, yang membuat aplikasi tersebut.

Aplikasi tersebut berbentuk kuis sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sudah dirancang untuk mengetahui sikap dan rincian mengenai pandangan politik orang yang memakai aplikasi tersebut.

Data-data ini akan menunjukkan pengguna berpotensi memilih calon tertentu.

Semakin mengerucut target kampanye, semakin rendah pula biaya yang harus dikeluarkan. Umumnya target pemilih dibagi berdasarkan usia, lokasi dan kesukaan.

Dengan data-data tersebut, petugas kampanye bisa menyasar orang-orang yang belum memutuskan kepada siapa mereka memberikan suara, namun, masih ada kemungkinan berubah pikiran.

Atau cara lainnya, mencari orang-orang yang tidak puas dengan kondisi ekonomi, kemudian berikan narasi-narasi tertentu selama beberapa waktu agar mereka mampu memutuskan memilih siapa.

Hari Rabu 21 Maret 2018, CEO Facebook Mark Zuckerberg dalam pernyataan resminya mengakui perusahaannya membuat kesalahan dalam menangani data milik 50 juta penggunanya dan menjanjikan langkah yang lebih keras untuk membatasi akses pengembang terhadap informasi tersebut.

Jaringan media sosial terbesar dunia itu menghadapi peningkatan pengawasan pemerintah di Eropa dan Amerika Serikat terkait tuduhan whistleblower bahwa perusahaan konsultan politik berbasis di London yang bekerja untuk tim kampanye Presiden Donald Trump secara tidak layak mengakses informasi pengguna untuk membangun profil pemilih Amerika yang kemudian digunakan untuk membantu Trump memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.

Zuckerberg, dalam jawaban publik pertamanya sejak skandal itu mengemuka pada akhir pekan, mengatakan di Facebook bahwa perusahaan "telah melakukan kesalahan, masih banyak lagi yang harus dilakukan, dan kita perlu melangkah dan melakukannya" menurut siaran kantor berita Reuters.

Dia tidak menjelaskan apa kesalahannya, tetapi dia mengatakan jejaring sosial itu berencanamelakukan penyelidikan terhadap aplikasi di platformnya, membatasi akses pengembang terhadap data dan memberi anggotanya alat-alat yang memungkinkan mereka lebih mudah menonaktifkan akses ke data Facebook mereka.

Rencananya tidak mewakili pengurangan kekuasaan pengiklan untuk menggunakan data Facebook, yang merupakan sumber kehidupan perusahaan.

Zuckerberg kemudian mengatakan kepada CNN, "Ini adalah pelanggaran besar kepercayaan. Saya benar-benar minta maaf hal ini terjadi. Kami punya tanggung jawab mendasar untuk melindungi data orang-orang."

Dia mengatakan kepada CNN bahwa Facebook berkomitmen untuk menghentikan campur tangan dalam pemilihan paruh waktu di Amerika Serikat pada November serta pemilihan di India dan Brasil.

Zuckerberg mengatakan dia terbuka dengan peraturan tambahan pemerintah dan dengan senang hati bersaksi di hadapan Kongres Amerika Serikat jika dia memang orang yang tepat.

"Saya tidak yakin kita tidak seharusnya diatur," katanya. "Saya benar-benar berpikir pertanyaannya lebih ke bagaimana regulasi yang tepat ketimbang apakah ini harus diatur atau tidak? ... Orang-orang harus tahu siapa yang membeli iklan yang mereka lihat di Facebook," kata Zuckerberg. (nis/ant/afp)

 

 

Tim Editor

M. Anis

Reporter

Publisher belum ada

Berita Terkait

Minggu, 14 April 2024 05:14

Petugas Kebersihan Rela Bekerja di Hari Raya Demi Kebersihan Kota

Senin, 08 April 2024 05:46

Tak Ada Pembeli, Peralatan Dapur ini Hanya Jadi Pajangan

Jumat, 15 Maret 2024 06:04

Mesigit Tebon, Jejak Sejarah Ajaran Toleransi Mbah Jumadil Kubro

Kamis, 14 Maret 2024 04:40

Jejak Dakwah Mbah Jumadil Kubro di Desa Jipang Cepu Blora

Bagikan Berita :